Ada beberapa penyebab banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur, yakni kerusakan hutan, kerusakan sungai, tata kawasan yang keliru, dan infrastruktur yang buruk.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Bencana banjir di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, yang terjadi sejak Kamis (30/12/2021) kini meluas ke 68 desa di 11 kecamatan. Satu anak berusia delapan tahun tewas karena terseret arus banjir.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Ilyas, Sabtu (1/1/2022), menuturkan, banjir telah merendam 68 desa di Aceh Timur, padahal pada Jumat (31/1/2021) yang terendam banjir hanya 10 desa.
Hujan deras sejak beberapa hari lalu di Aceh Timur dan Kabupaten Gayo Lues, kawasan hulu, menyebabkan sungai-sungai di Aceh Timur meluap. Sungai besar, seperti Arakundo dan Simpang Jernih, meluap sejak Sabtu pagi. Desa-desa di sepanjang sungai itu tergenang banjir akibat luapan dari sungai.
Ilyas mengatakan, ketinggian air di permukiman warga berkisar 40 sentimeter hingga 1,5 meter. Tidak hanya merendam permukiman, tetapi jalan antardesa, persawahan, dan perkebunan warga pun tak luput dari genangan banjir.
Ilyas menuturkan dampaknya satu rumah warga rusak akibat longsor dan akses jalan di Kecamatan Birem Bayeun putus tertimbun longsor.
”Sebanyak 4.841 warga mengungsi ke rumah tetangga yang aman dan sebagian ke meunasah (balai desa),” ujarnya.
Tim penanggulangan dan kepolisian dikerahkan ke lokasi banjir untuk mengevakuasi warga menggunakan perahu karet. Warga diminta selalu waspada untuk antisipasi korban jiwa.
Terseret arus
Satu anak berusia delapan tahun meninggal karena terseret arus banjir, Sabtu pagi, di Desa Seuneubok Raya, Kecamatan Idi Tunong. Korban awalnya bermain air di lokasi banjir, tetapi tiba-tiba terseret arus. Butuh waktu 40 menit untuk menemukan jasad korban.
Sebanyak 4.841 warga mengungsi ke rumah tetangga yang aman dan sebagian ke meunasah (balai desa). (Ilyas)
Banjir di Aceh Timur berpotensi semakin meluas karena hujan belum reda. Selain itu, debit air di sungai-sungai primer di kabupaten itu juga sedang penuh sehingga saat terjadi hujan akan semakin cepat meluap.
Maimunzir, warga Kecamatan Nurussalam, Aceh Timur, mengatakan, di beberapa titik pemandangan permukiman telah seperti lautan. Dia mengatakan, pada malam hari warga harus mengungsi, tetapi siang hari kembali ke rumah untuk menyelamatkan harta benda dari genangan banjir.
Selain Aceh Timur, Kota Langsa juga masih dilanda banjir. Sebanyak 16 desa di empat kecamatan di kota itu masih tergenang. Langsa bertetangga dengan Aceh Timur. Saat debit air di sungai-sungai Aceh Timur naik, sebagai daerah hilir Langsa akan menerima dampak.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, banjir di Aceh tidak terlepas dari dampak kerusakan hutan dan lingkungan.
Catatan Yayasan Hutan Aceh dan Lingkungan Aceh, sejak 2017 hingga 2019, Aceh Timur kehilangan tutupan hutan 3.957 hektar, separuh lebih dari luas Kota Banda Aceh, 6.136 hektar.
Sebagian besar kawasan hutan yang rusak di Aceh Timur berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Kerusakan karena perambahan dan illegal logging. ”Mitigasi bencana harus dimulai dengan menata kawasan sesuai fungsi. Kawasan resapan air seharusnya tidak boleh dijadikan area perkebunan sawit,” kata Shalihin.
Sebelumnya, dosen Konservasi Lingkungan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, mengatakan, ada beberapa penyebab banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur, yakni kerusakan hutan, kerusakan sungai, tata kawasan yang keliru, dan infrastruktur yang buruk.