Terancam Terendam Air Laut, Belum Semua Daerah Antisipatif dan Mau Beradaptasi
Kenaikan air laut dinilai telah menjadi persoalan serius bagi pemerintah. Namun, kendala anggaran di masing-masing pemda menghambat upaya mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim tersebut.
Oleh
M PUTERI ROSALINA/ALBERTUS KRISNA/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah memahami perubahan iklim sebagai persoalan serius, termasuk implikasinya terhadap kenaikan air laut. Namun, belum semua pemerintah daerah menyiapkan langkah konkret upaya adaptasi.
Pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menerbitkan dokumen RAN API (Rencana Aksi Nasional-Adaptasi Perubahan Iklim) pada tahun 2014 sebagai langkah awal mengantisipasi perubahan iklim.
Selanjutnya, Bappenas pada April 2021 mengeluarkan enam buku Dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim 2020-2045 sebagai pengganti dokumen RAN API. Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam mengatakan, dokumen tersebut akan menjadi referensi bagi semua kementerian dan lembaga negara dalam menuntaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) khususnya di bagian ketahanan iklim.
Di dalam dokumen ini telah dirumuskan wilayah mana saja yang perlu menjadi prioritas masing-masing kementerian, lembaga negara, dan pemda berikut pekerjaan yang harus dilakukan di sana.
Salah satu kegiatan inti pembangunan berketahanan iklim di pesisir adalah dari pembangunan struktur keras seperti seawall, rehabilitasi mangrove, hingga penataan kawasan kampung nelayan.
Selain itu, juga ada kegiatan pendukung, seperti penyusunan peta risiko bencana pada wilayah pesisir dan pendampingan masyarakat dalam rekonstruksi rumah adaptif perubahan iklim.
Pemprov DKI Jakarta telah menyusun sejumlah strategi antisipasi dampak perubahan iklim dan mewujudkannya bersama pemerintah pusat, yaitu melalui National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jakarta Nasruddin Djoko Surjono menyebutkan telah melaksanakan strategi NCICD tahap A untuk mengurangi dampak bencana sampai dengan tahun 2033. Jakarta juga telah menyusun Ingub No 52 Tahun 2020 tentang Percepatan Peningkatan Sistem Pengendalian Banjir.
Sejumlah strategi yang dilakukan, disebutkan Nasruddin, ialah melalui pengendalian dan pemantauan penurunan muka tanah. Kemudian, pengendalian banjir rob dan pengelolaan sumber daya air melalui pembangunan tanggul pantai sepanjang 46,2 km di Pantai Utara Jakarta yang saat telah terbangun 12.664 km.
Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, Jakarta berkontur dataran rendah dan mengalami penurunan muka tanah. ”Penyedotan air tanah akan digantikan dengan program pipanisasi untuk penyaluran air bersih. Nanti tidak ada lagi penggunaan pompa air di setiap rumah,” ujarnya.
Pemkot Semarang juga telah menyiapkan sejumlah upaya untuk mengatasi genangan rob di bagian utara. Sebagian besar kebijakan penanganannya sudah terealisasi. Kepala Subbidang Penelitian dan Pengembangan Fisik Prasarana Dan Lingkungan Bappeda Kota Semarang M Luthfi Eko Nugroho menyebutkan, pemerintah telah membangun beberapa kolam retensi yang ada di muara beberapa sungai, polder, Bendung Gerak Kanal Banjir Barat, sheet pile U di kawasan Tambak Lorok, dan Jalan Tol Semarang-Demak, serta rehabilitasi kawasan mangrove.
Penyedotan air tanah akan digantikan dengan program pipanisasi untuk penyaluran air bersih. Nanti tidak ada lagi penggunaan pompa air di setiap rumah.
Pemkot Palembang telah memulai upaya untuk menekan risiko kenaikan air pasang Sungai Musi. Wali Kota Palembang Harnojoyo menyebutkan sejumlah upaya, seperti restorasi dan pompanisasi di beberapa aliran anak sungai Musi. Pemkot juga sedang menormalisasi Sungai Lambido dan Sungai Buah.
Di sisi lain, sejumlah kota belum sepenuhnya beradaptasi meski sebagian wilayahnya telah berada di bawah permukaan laut. Anggaran besar menjadi kendala.
Salah satunya Banjarmasin, kota paling rentan se-Indonesia. Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Banjarmasin Doyo Pudjadi menyebutkan, kondisi Banjarmasin sudah 16 cm di bawah permukaan laut. Sejumlah langkah adaptasi sudah dipikirkan, seperti pembangunan tanggul, rumah pompa, dan pintu air yang dapat mengurangi ancaman jika terjadi pasang tinggi. Namun, biaya proyek yang besar dinilai akan melebihi kapasitas fiskal pemkot.
”Untuk membenahi Kota Banjarmasin, kalau tidak dibantu budgeting dari pihak luar, akan agak berat. Kalau tidak, mungkin keburu tenggelam,” ujar Doyo.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengakui, untuk mengatasi banjir rob secara permanen tidak bisa dalam waktu singkat karena diperlukan biaya besar. Pemkot secara bertahap mengatasi dampak banjir rob, antara lain, dengan meninggikan permukaan jalan, menormalisasi drainase, dan upaya jangka panjang akan membuat auto ring kanal, kanal, dan pintu air.
Pemkot Padang sudah melakukan upaya antisipasi kenaikan muka air laut berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat karena dinas tidak punya wewenang. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang Tri Hadianto menyebutkan, pembangunan pemecah ombak dan tanggul laut sudah dilakukan melalui anggaran pemerintah pusat ataupun provinsi.
Adapun Pemkot Tanjung Pinang, Kepri, sebagai bagian kota berkerentanan tinggi berupaya melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap potensi terjadinya banjir Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Kota Tanjung Pinang, Surjadi, adaptasi dilakukan dengan menjaga tutupan hutan mangrove di pesisir dan sempadan sungai.
Program mitigasi dengan menggandeng Balai Besar Wilayah Sungai IV Sumtera yang sedang membangun polder dan pintu air serta talud di pesisir untuk mencegah abrasi.
Sementara Gorontalo, meski kotanya masuk kategori kerentanan tinggi, menurut Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo Budiyanto Sidiki, pemkot setempat lebih berkonsentrasi untuk mengantisipasi banjir bandang di antaranya dengan perbaikan tanggul yang jebol, serta dalam jangka panjang adalah menyiapkan Bendungan Bulango Ulu. (HLN/DIT/RAM/JOL/NDU/ESA/OKA)