Presiden Jokowi: Tingkatkan Ketangguhan Hadapi Bencana
Presiden Joko Widodo meminta kebijakan nasional dan daerah sensitif dan antisipatif terhadap kerawanan bencana. Sinergi dan kolaborasi antara BMKG dengan kementerian/lembaga dan pemda juga harus diperkuat.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menuturkan bahwa semua pihak mesti meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi bencana. Manajemen penanganan bencana dan kemampuan mengantisipasi serta memitigasi bencana pun mesti diperkuat. Keseluruhan hal itu dibutuhkan menimbang tantangan yang semakin meningkat.
Indonesia memiliki risiko bencana geohidrometeorologi yang tinggi. Jumlah kejadian bencana geohidrometeorologi meningkat signifikan setiap tahunnya.
”Frekuensi dan intensitasnya juga terus meningkat bahkan melompat. Kita bahkan mengalami multibencana dalam waktu bersamaan,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional (Rakorbangnas) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara daring, Kamis (29/7/2021).
Kepala Negara menuturkan, gempa bumi pada kurun waktu tahun 2008-2016 rata-rata terjadi 5.000 sampai 6.000 kali dalam satu tahun. Pada 2017, meningkat menjadi 7.169 kali. Kemudian, pada 2019, jumlahnya meningkat signifikan menjadi lebih dari 11.500 kali.
Cuaca ekstrem dan siklon tropis juga meningkat frekuensi, durasi, dan intensitasnya. Periode ulang terjadinya El Nino atau La Nina pada periode 1981-2020 cenderung semakin cepat, menjadi setiap sekitar dua hingga tiga tahun, dibandingkan periode 1950-1980 yang berkisar 5-7 tahunan.
Baca juga : Jangan Salahkan Hujan, Perkuat Mitigasi
Menurut Presiden Jokowi, dengan tantangan yang semakin meningkat tersebut, kita harus meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi bencana. ”(Kita harus) menguatkan manajemen penanganan bencana dan meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi dan memitigasi bencana untuk mengurangi risiko korban jiwa, kerusakan, dan kerugian harta benda,” ujarnya.
(Kita harus) menguatkan manajemen penanganan bencana dan meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi dan memitigasi bencana untuk mengurangi risiko korban jiwa, kerusakan, dan kerugian harta benda.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi menekankan beberapa hal untuk menjadi perhatian bersama. Pertama, layanan BMKG harus disertai dengan inovasi-inovasi yang mengikuti perkembangan teknologi terbaru. Peningkatan adaptasi teknologi untuk observasi, analisis, prediksi, dan peringatan dini secara lebih cepat dan akurat dibutuhkan agar lebih mampu meminimalkan risiko yang harus dihadapi.
Kedua, peringatan BMKG harus bisa dan harus digunakan sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan pemerintah di berbagai sektor. Informasi dari BMKG, seperti kekeringan, cuaca ekstrem, gempa, dan kualitas udara harus menjadi perhatian dan acuan bagi berbagai sektor dalam merancang kebijakan dan pembangunan.
”Sekali lagi, kebijakan nasional dan daerah harus betul-betul sensitif dan antisipatif terhadap kerawanan bencana. Karena itu, saya meminta agar sinergi dan kolaborasi antara BMKG dengan kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah harus terus diperkuat,” kata Presiden Jokowi.
BMKG harus mampu memberikan layanan informasi akurat yang dapat diperoleh dengan cepat dan mudah. Dengan demikian, informasi dan data dari BMKG tersebut bisa digunakan oleh kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah dalam merancang kebijakan dan merencanakan pembangunan.
Kesiapan
Ketiga, kapasitas manajemen penanggulangan dan adaptasi bencana terutama di tingkat daerah pun mesti terus ditingkatkan.
”Dari tingkat kelurahan, desa, hingga provinsi harus ada desain manajemen yang jelas, yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sejak fase prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Manajemen ini juga perlu disimulasi dan dilatih sehingga ketika terjadi bencana kita sudah sangat siap, langsung bekerja dengan cepat,” ujar Presiden Jokowi.
Keempat, edukasi yang berkelanjutan harus diberikan kepada masyarakat, terutama masyarakat di wilayah rawan bencana. Kesiaagan dan ketangguhan masyarakat atas ancaman bencana perlu terus ditingkatkan. Daya kesiagaan harus melembaga dalam keseharian masyarakat. Kearifan lokal yang sudah ada dalam masyarakat mesti dimanfaatkan untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap bencana.
”(Oleh) karena itu saya minta BMKG bukan hanya menyampaikan informasi cuaca, iklim, gempa, dan tsunami yang lebih cepat dengan jangkauan lebih luas pada masyarakat, tetapi (juga) bersinergi bersama BNPB mengedukasi masyarakat bagaimana bersiap menghadapi bencana,” kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Bersinergi untuk Mengurangi Risiko Bencana
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga meminta agar masyarakat perlu diedukasi untuk mencari dan memanfaatkan informasi yang benar dan informasi yang disediakan oleh sumber-sumber resmi. Hal ini dibutuhkan agar masyarakat tidak mudah terjebak pada kabar dan berita-berita bohong.
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri yang juga tokoh pelopor penguatan dan modernisasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika untuk kemanusiaan dan lingkungan saat memberikan arahan kunci pada Rakorbangnas BMKG tersebut, antara lain menuturkan arti penting kecepatan dan ketepatan tindakan di lapangan. Pada kondisi darurat atau tidak normal seperti bencana, reaksi harus dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.
”Kalau ada tanggap darurat, (maka) dari sisi eksekutif, legislatif, dan tentunya pemerintahan yang harus dilakukan adalah bagaimana memberikan reaksi cepat. Kepada siapa? (Kepada) masyarakat, karena itulah yang paling utama, (sehingga) kalau bisa kita membuat zero korban,” kata Megawati.
Pada kesempatan tersebut Megawati pun mengingatkan agar jangan ada kelambanan di daerah. Daerah-daerah pun mesti memiliki alokasi dana untuk bencana.
Baca juga: Perbedaan Pendapat Hambat Penyelesaian RUU Penanggulangan Bencana
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menuturkan, Rakorbangnas BMKG tahun 2021 ini mengusung tema ”Info BMKG Kawal Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh”. Berdasarkan monitoring atau pemantauan BMKG, fenomena cuaca, iklim, dan tektonik di Indonesia cenderung makin dinamis, kompleks, tidak pasti, dan ekstrem sehingga risiko kejadian multibencana geohidrometeorologi makin meningkat.
”Oleh karena itu, tujuan dari Rakorbangnas ini adalah untuk mewujudkan zero victim melalui upaya mitigasi serta tepat berdasarkan kolaborasi dan sinergi yang lebih intensif dan masif antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pihak swasta, akademisi, media dan wakil masyarakat, serta para pihak terkait,” kata Dwikorita.
Dwikorita menuturkan, untuk mencegah terjadinya korban jiwa dan kerusakan akibat semakin kompleks, dinamis, dan ekstremnya fenomena cuaca, iklim, dan tektonik di Indonesia, BMKG bertekad terus fokus melakukan beberapa langkah adaptasi.
Pertama, BMKG secara terus menerus bertekad melakukan adaptasi atau inovasi teknologi serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia BMKG agar lebih cakap dan terampil dalam memonitor, menganalisis, memprediksi, serta memberi informasi dan peringatan dini terhadap potensi multibencana geohidrometeorologi secara lebih cepat, tepat, dan akurat.
Inovasi
Inovasi yang telah dan sedang dilakukan BMKG, antara lain, modernisasi teknologi sistem dan peralatan observasi serta pemrosesan data cuaca maritim, cuaca penerbangan, cuaca publik, dan iklim yang terintegrasi dalam single platform. ”(Hal) yang kedua juga melakukan penguatan flight information regional atau FIR di 10 wilayah timur dan barat Indonesia, yaitu di beberapa bandara,” kata Dwikorita.
Bandara dimaksud, antara lain, Bandara Internasional Sentani, Jayapura; Bandara Internasional Pattimura, Ambon; Bandara Labuan Bajo, Komodo; Bandara Internasional Sam Ratulangi, Menado; Bandara Internasional Silangit, Tapanuli Utara; dan Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang.
Baca juga: 72 Persen Wilayah di Indonesia Masuk Kemarau
BMKG juga melakukan sistem integrasi untuk memberikan layanan informasi gas rumah kaca berupa prediksi sebaran ke depan dan estimasi gas rumah kaca dari berbagai jenis tata guna lahan. Inovasi berikutnya adalah penguatan dan pengembangan teknologi untuk sistem pemantauan dan peringatan dini gempa bumi dan tsunami versi Merah Putih. ”Kemudian juga pengembangan sistem peringatan dini multibahaya geohidrometeorologi,” katanya.
Kedua, BMKG terus mengadvokasi dan berkolaborasi untuk kemanfaatan info BMKG dalam mewujudkan keselamatan dan produktivitas multisektor. Sektor dimaksud, antara lain, sektor transportasi atau perhubungan, sektor pertanian, pariwisata, tata ruang, kesehatan, dan lainnya. Selain itu juga mengintensifkan data integrasi guna mewujudkan informasi yang lebih cepat, tepat, akurat, dan luas jangkauannya.
Baca juga: BMKG Perbaiki Sistem Peringatan Dini Cuaca
Ketiga, BMKG bertekad secara menerus berkoordinasi dan bersinergi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, pihak swasta, akademisi, media, ataupun berbagai pihak terkait agar lebih menggencarkan program edukasi, pelatihan, dan literasi. Hal ini guna meningkatkan pemahaman, kepedulian, kepatuhan, dan kemampuan masyarakat serta semua pihak pengguna dalam merespons lanjut info BMKG.
”(Selain itu) juga untuk mewujudkan sikap waspada dan budaya peduli selamat dari multibahaya bencana geohidrometeorologi,” kata Dwikorita.
Kegiatan edukasi yang telah dan terus akan dilakukan, antara lain, meliputi sekolah lapang iklim yang merupakan kegiatan literasi informasi iklim. Hal ini sebagai upaya meningkatkan pemahaman informasi iklim, khususnya kepada petani dan petugas penyuluh pertanian lapang yang dilaksanakan sejak tahun 2011 dengan jumlah peserta hingga saat ini mencapai 16.056 orang.
Demikian pula sekolah lapang cuaca nelayan yang merupakan kegiatan literasi dalam memahami cuaca dan iklim untuk nelayan dan penyuluh perikanan. Kegiatan tersebut dilaksanakan sejak tahun 2016 dengan jumlah peserta hingga saat ini mencapai 6.233 orang.
Baca juga: Sekolah Lapang Iklim Pakai Metode yang Memudahkan Petani
”Kemudian dilakukan pula sekolah lapang gempa bumi, tsunami ready, (yang) merupakan kegiatan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat di wilayah rawan gempa bumi dan tsunami, yang dilaksanakan sejak tahun 2015 dengan jumlah peserta hingga saat ini mencapai 8.810 orang,” kata Dwikorita.
BMKG juga melakukan jambore iklim dan literasi iklim generasi muda untuk mengenalkan pengetahuan iklim dan menumbuhkembangkan karakter tangguh bencana dan peduli iklim sejak usia dini, usia pelajar, dan generasi muda. Kegiatan ditempuh melalui peningkatan pemahaman risiko bencana terkait iklim serta memantik aksi iklim di kalangan generasi milenial.
”Kami juga melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, pentaheliks, dengan target mewujudkan sikap dan budaya waspada cuaca, peduli iklim, dan selamat dari multibencana geohidrometeorologi,” ujar Dwikorita.