Permintaan Obat Covid-19 Melonjak 12 Kali Lipat sejak Awal Juni
Segala upaya ditempuh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan obat. Di antaranya, mengimpor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi pabrik obat, serta mempersiapkan distribusinya.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM dengan beberapa pelonggaran, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah mengeluarkan tiga surat berisi instruksi Mendagri. Adapun terkait permintaan obat yang melonjak hingga 12 kali lipat, pemerintah berupaya memenuhinya dari berbagai sumber, termasuk impor.
Mendagri Tito telah menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 24/2021 yang mengatur tentang PPKM level 4 dan level 3 untuk Jawa dan Bali. Sebanyak 95 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali tergolong level 4, sedangkan 33 kabupaten/kota masuk level 3 sesuai dengan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Selain itu, ada Instruksi Mendagri No 25/2021 yang mengatur level 4 untuk 45 kabupaten/kota di luar Jawa dan Bali. ”Ada peningkatan dari sebelumnya. Substansi tidak jauh berbeda dengan Jawa, Bali. Merespons kenaikan di luar Jawa. Tidak ingin ada pingpong,” ujar Tito saat jumpa pers secara daring bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Sosial Tri Rismaharini, Senin (26/7/2021).
Adapun Instruksi Mendagri No 26/2021 mengatur PPKM level 3 dan level 2 di luar Jawa dan Bali. Sebanyak 276 kabupaten/kota di luar Jawa dan Bali masuk level 3, sedangkan 65 kabupaten/kota tergolong level 2. ”Dokumen sudah di-share ke semua kepala daerah. Ada beberapa pembatasan. Ada sedikit perubahan utamanya adalah kegiatan UMKM. Kita tahu UMKM cukup terdampak,” kata Tito.
Tito menyebut bahwa substansi dari tiga instruksi Mendagri dibuat oleh tim bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Satuan Tugas Covid-19. Kepala daerah diharapkan segera melakukan langkah lanjutan dengan membuat surat edaran atau instruksi gubernur, wali kota, dan bupati yang lebih spesifik sesuai karakter daerah masing-masing.
Kepala daerah juga diminta berkoordinasi dengan organisasi masyarakat ataupun mitra tokoh masyarakat yang berpengaruh. Upaya persuasif harus terus dilakukan. Upaya penegakan hukum merupakan langkah terakhir yang ditempuh.
”Berharap 2 Agustus kasus melandai. BOR (bed occupancy ratio/tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit)turun dan kemudian menekan angka kematian. Kalau efektif semua, diharapkan level makin turun sehingga membuka ruang untuk beraktivitas, termasuk aktivitas ekonomi,” tambahnya.
Impor obat
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menambahkan bahwa pemerintah terus berupaya memenuhi kebutuhan obat-obatan, oksigen, serta vaksin. Sejak 1 Juni lalu, Budi menyebut terjadi lonjakan luar biasa dari kebutuhan obat hingga 12 kali lipat. Pemerintah sudah mengimpor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, serta mempersiapkan distribusi.
”Tapi memang dibutuhkan waktu 4-6 minggu agar kapasitas produksi obat dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan. Peningkatan kebutuhan obat sebanyak 12 kali lipat. Mudah-mudahan awal Agustus yang sering dicari masyarakat bisa masuk ke pasar secara lebih signifikan,” ujar Budi.
Budi menyebut stok obat azitromisin secara nasional ada 11,4 juta. Sebanyak 20 pabrik lokal mampu memproduksi obat ini sehingga stoknya mencukupi. ”Memang ada sedikit hambatan distribusi yang kita sudah bicarakan dan sekarang kita setiap hari berkonsultasi dengan teman di GP farmasi untuk memastikan bisa masuk ke apotek-apotek,” katanya.
Stok obat favipiravir tersedia 6 juta di seluruh Indonesia. Beberapa produsen dalam negeri akan segera meningkatkan stok favipiravir ini, termasuk Kimia Farma yang bisa memproduksi 2 juta per hari. Menurut rencana, pemerintah juga akan impor 9,2 juta favipiravir dari sejumlah negara untuk Agustus. Selanjutnya, akan ada pabrik baru yang menurut rencana bisa memproduksi 1 juta setiap hari mulai Agustus.
Favipiravir ini akan menggantikan obat oseltamivir. Kalau azithromycin adalah antibiotik, favipiravir merupakan obat antivirus. Para dokter ahli di Indonesia sudah mengkaji dampaknya terhadap mutasi virus delta dan mereka menganjurkan agar favipiravir digunakan sebagai antivirus. Diharapkan kapasitas produksi dalam negeri bisa 2-4 juta tablet per hari pada Agustus.
Untuk stok obat oseltamivir masih tersisa 12 juta hingga Agustus. Namun, secara bertahap, stoknya akan diganti favipiravir.
”Kita ada tiga obat lain yang memang belum bisa diproduksi dalam negeri, seperti remdesivir, actemra, dan gammaraas. Ini adalah obat-obatan yang di seluruh dunia sedang short supply karena semua orang membutuhkan,” ujar Budi.
Untuk remdesivir, impor 150.000 akan datang pada Juli. Pemerintah juga mengimpor 1,2 juta remdesivir pada Agustus. Saat ini, pemerintah dalam proses untuk membuat remdesivir di dalam negeri. Harga actemra sempat meroket menjadi puluhan hingga ratusan juta rupiah, dari sebelumnya di bawah Rp 10 juta. Pada Juli ini, Indonesia akan kedatangan 1.000 vial actemra.
”Agustus akan impor 138.000 dari negara-negara yang teman-teman tidak akan membayangkan kita akan impor dari negara-negara tersebut. Kita cari di seluruh pelosok dunia mengenai actemra,” ujar Budi.
Gammaraas akan diimpor 26.000 pada Juli ini dan akan impor lagi 27.000 pada Agustus. Dengan pendistribusian bekerja sama dengan GP farmasi, diharapkan ketersediaan obat di Agustus menjadi lebih baik. ”Ini bukan masalah harga lagi ini masalah distribusinya dan mereka akan membantu mendistribusikan ke sekitar 12.000 apotek aktif di Indonesia,” kata Budi.
Selain ketersediaan obat di apotek, pemerintah akan menyalurkan 2 juta paket obat lewat TNI dan puskesmas. Masyarakat juga bisa mengakses obat lewat layanan telemedicine. Sebanyak 11 perusahaan telemedicine telah bekerja sama dengan Kemenkes untuk memberikan jasa konsultasi dokter gratis dan jasa pengiriman obat gratis. Layanan telemedicine ini baru diluncurkan di seluruh ibu kota provinsi di Jawa dan Bali. Menurut rencana, akan diperluas ke seluruh Indonesia.
Kebutuhan oksigen
Kebutuhan oksigen juga melonjak dari 400 ton per hari sebelum Lebaran naik menjadi 2.500 ton per hari. Padahal, kapasitas produksi oksigen di Indonesia adalah 1.700 ton per hari. ”Akibatnya kita ada gap. Sama seperti obat kenaikannya tinggi sekali,” ucap Budi.
Pemerintah akan terus mengimpor oksigen konsentrator. Setiap 1.000 oksigen konsentrator bisa memproduksi sekitar 20 ton oksigen per hari. Sudah ada donasi 17.000 oksigen konsentrator yang mulai berdatangan. Pemerintah juga sudah membeli 20.000 unit oksigen konsentrator yang nanti akan didistribusikan ke seluruh RS dan tempat isolasi.
Untuk kebutuhan oksigen liquid di ICU RS yang kebutuhannya tinggi per menit, kekurangannya akan didapat dengan memanfaatkan ekstra kapasitas dari pabrik oksigen yang ada di Indonesia. Hingga Juni, Indonesia juga telah menerima 70 juta vaksin yang 63 juta dosis sudah disuntikkan.
”Kenapa tidak bisa lebih cepat lagi karena memang jumlah vaksinnya cuma segitu. Kita pada Juli ini akan datang 30 juta dosis. Dan Agustus 45 juta dosis. Angka ini setiap hari berubah,” kata Budi yang juga menyebut bahwa pemerintah akan terus memperbanyak pengetesan.