Ketua DPR: Gas dan Rem Penanganan Pandemi Jangan Telat
Pemerintah diminta lebih responsif terhadap perubahan penularan Covid-19. Jika selama masa perpanjangan PPKM penularan semakin parah, pemerintah harus segera menginjak rem dan kembali memperketat aktivitas masyarakat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diingatkan agar berhati-hati terkait keputusannya melonggarkan pembatasan sejumlah aktivitas masyarakat, terutama bagi sektor usaha kecil, dalam masa perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat level 4. Laju penularan Covid-19 harus betul-betul dilihat dan rem harus segera diinjak ketika penularan bertambah parah.
”Meski sudah ada tren penurunan, misalnya pada penambahan kasus dan positivity rate, di beberapa daerah indikator tersebut justru masih meningkat. Begitu juga angka kematian, di sejumlah wilayah masih meningkat signifikan. Di sini pemerintah harus ekstra hati-hati,” kata Ketua DPR Puan Maharani melalui keterangan tertulis, Senin (26/7/2021).
Seperti diberitakan, pemerintah memutuskan memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di seluruh daerah hingga 2 Agustus mendatang. Namun, sejumlah aktivitas masyarakat, terutama sektor usaha kecil, dilonggarkan. Sebagai contoh, jika selama PPKM darurat tidak dibolehkan makan di warung makan, pedagang kaki lima, dan lapak jajanan, di masa perpanjangan ini, makan di tempat dibolehkan dengan waktu makan dibatasi 20 menit untuk setiap pengunjung.
Terkait sektor usaha kecil yang diperlonggar, politisi senior PDI-P ini turut bersyukur karena para pelaku usaha bisa kembali beraktivitas dan menggerakkan ekonomi rakyat.
Namun, ia mengingatkan pemerintah bahwa segala penyesuaian yang diputuskan selama masa perpanjangan PPKM harus tetap mampu menurunkan semua indikator laju penularan, termasuk angka kematian saat isolasi mandiri. Tak hanya itu, pemerintah diminta lebih responsif terhadap setiap perubahan kondisi penularan yang terjadi.
”Dalam strategi gas dan rem yang dipakai pemerintah, kalau PPKM level 4 diperlonggar (untuk sektor usaha kecil), berarti pemerintah sudah kembali menginjak gas meski belum sepenuhnya melepas rem,” ujarnya.
Selanjutnya, jika tiba-tiba terjadi peningkatan laju penularan Covid-19, pemerintah harus sigap mengubah mode gas ke rem. ”Tindakan pemerintah dalam mengubah mode gas atau rem ini tidak boleh telat, tidak boleh kalah cepat dengan fluktuasi penularan virus itu sendiri. Artinya, kalau sudah mulai ngegas, jangan sampai lupa ngerem,” tegas Puan.
Oleh karena itu, dalam situasi seperti ini, data laju penularan menjadi instrumen yang sangat vital dalam mengambil setiap kebijakan pemerintah ke depan. Untuk itu, upaya pengetesan dan pelacakan jangan sampai kendur.
Selain itu, ia mengingatkan pula para pelaku usaha yang telah dilonggarkan aktivitasnya selama masa perpanjangan untuk turut menjaga agar laju penularan bisa menurun. Protokol kesehatan harus diterapkan.
”Kalau kesadaran bersama kita terhadap aturan dan prokes (protokol kesehatan) sudah tumbuh seperti itu, kita optimistis masa-masa sulit ini akan segera berlalu,” kata Puan.
Selain sektor usaha kecil, pemerintah juga harus memperhatikan masyarakat pekerja non-esensial yang berpenghasilan harian. Bantuan sosial harus dipastikan sudah sampai di tangan mereka.
”DPR akan mengawal dan mengawasi distribusi bantuan sosial agar tepat sasaran,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, seluruh jajarannya akan dioptimalkan untuk menyalurkan bantuan sosial tunai (BST) dan bantuan pangan non-tunai (BPNT)/kartu sembako serta Program Keluarga Harapan (PKH) plus bantuan beras bagi keluarga penerima manfaat (KPM).
Kemensos bermitra dengan Perum Bulog dalam penyaluran bantuan beras 10 kg untuk 10 juta KPM PKH, 10 juta KPM BST, dan 8,8 juta KPM BPNT/kartu sembako non-PKH.
Pemerintah juga telah mengalokasikan BST sebesar Rp 15,1 triliun untuk 10 juta KPM selama dua bulan, yakni Mei dan Juni 2021, yang cair pada Juli dengan indeks Rp 600.000 untuk setiap KPM. Bantuan itu disalurkan oleh PT Pos Indonesia.
Alokasi BPNT/kartu sembako sebesar Rp 42,3 triliun menyasar 18,8 juta KPM dan mendapat tambahan dua bulan, yakni Juli dan Agustus, dengan indeks Rp 200.000 per KPM per bulan yang disalurkan melalui Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara).
Anggaran PKH sebesar Rp 28,3 triliun untuk 10 juta KPM dengan tiga komponen, yakni komponen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Komponen kesehatan terdiri dari ibu hamil/nifas/menyusui dan anak balita. Komponen pendidikan terdiri dari siswa SD/sederajat, SMP/sederajat, dan SMA/sederajat. Lalu, komponen kesejahteraan sosial terdiri dari lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas.
”PKH, BPNT/kartu sembako, dan BST merupakan bantuan sosial yang eksisting. Artinya, program yang sudah berjalan sebelum kebijakan PPKM darurat maupun level 4,” ujar Mensos.
Program bansos terbaru adalah kebijakan untuk memberikan bantuan bagi 5,9 juta KPM yang sama sekali baru dengan data yang diusulkan dari pemerintah daerah dengan bantuan sebesar Rp 200.000 per KPM selama Juli-Desember 2021. Untuk ini Kemensos mengalokasikan anggaran sebesar Rp 7,08 triliun.
Selain itu, Kemensos menyalurkan bantuan beras sebesar 5 kg khusus untuk pekerja sektor informal terdampak pandemi di Jawa dan Bali, yakni zona pemberlakuan PPKM. Penerimanya adalah pemilik warung makan, pedagang kaki lima, pengemudi ojek, buruh lepas, buruh harian, karyawan kontrak, dan sebagainya, yang tidak bisa bekerja karena pembatasan aktivitas.
Kemensos menyiapkan total 2.010 ton beras. Sebanyak 122 pemerintah kabupaten/kota mendapatkan masing-masing 3.000 paket beras (per paket seberat 5 kg) dan 6.000 paket (per paket seberat 5 kg) untuk enam ibu kota provinsi.