Pelibatan dunia usaha dalam kedermawanan sosial menjadi faktor penting untuk mengungkit kesejahteraan masyarakat, terutama melalui kegiatan filantropi dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Oleh
(AGE/NCA/SON/SYA)
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kedermawanan sosial yang menjadi salah satu modal besar untuk bangkit dari pandemi Covid-19 juga memerlukan dukungan dari kalangan dunia usaha. Namun, selama ini kontribusi dunia usaha belum digarap dengan optimal.
Kontribusi dunia usaha itu pun sebenarnya berperan besar untuk mengungkit ekonomi masyarakat setempat melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang berkelanjutan. Kendati demikian, sejauh ini aksi sosial perusahaan kerap kali masih berupa formalitas dan tidak selalu selaras dengan kebutuhan masyarakat sekitar.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, saat dihubungi, Selasa (18/5/2021), dari Jakarta, mengatakan, meski dunia usaha saat ini juga sedang lesu, masih banyak korporasi besar yang memperoleh keuntungan selama pandemi. Peran mereka dapat dimaksimalkan untuk mendorong pemulihan ekonomi masyarakat setempat.
Kehadiran korporasi besar yang berinvestasi di suatu daerah kerap kali mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi setempat. Ini menunjukkan, dunia usaha sebenarnya berperan banyak untuk mengungkit kualitas hidup masyarakat sekitar. Salah satunya adalah melalui program tanggung jawab sosial perusahaan.
”Daerah-daerah, khususnya di luar Jawa, umumnya sangat bergantung pada perusahaan besar yang beroperasi di situ, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja maupun program CSR perusahaan,” kata Faisal.
Namun, potensi tanggung jawab sosial perusahaan itu belum maksimal digarap. Sering kali, program-program CSR ditunggangi kepentingan politik, yang membuatnya tidak berkelanjutan dan efektif. Ada pula persoalan pengelolaan dan penyaluran dana CSR yang kerap tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat setempat. CSR pun berakhir menjadi formalitas belaka dan hanya dilakukan sesekali.
”Padahal, kalau dilepaskan dari kepentingan politik dan dikelola dengan akuntabel, potensinya sangat besar untuk membantu ekonomi masyarakat, apalagi dalam kondisi krisis seperti sekarang ini,” ujarnya.
Di tengah pandemi Covid-19, ketika pemerintah juga mengalami keterbatasan pembiayaan akibat defisit anggaran yang melebar, dunia usaha sebenarnya dapat mengisi kekosongan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang lebih berkualitas. Di sini juga terletak peran penting pemerintah daerah untuk mempertemukan kebutuhan masyarakat setempat dengan program perusahaan.
”Pemda seharusnya menjadi fasilitator dan mediator, mempertemukan ekspektasi masyarakat dengan ekspektasi perusahaan. Kalau tidak, program CSR menjadi tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat,” kata Faisal.
Program filantropi
Senada dengan Faisal, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton Supit berpandangan korporasi besar sebenarnya punya peran besar untuk membantu mendorong pemulihan ekonomi. Ia mencontohkan lembaga filantropi yang dikelola miliarder Bill Gates, yang sering membantu pengembangan pendidikan, kesehatan, dan pencegahan dampak perubahan iklim di sejumlah negara.
Namun, di Indonesia, praktik seperti itu masih belum maksimal digarap. Ada aksi-aksi filantropi dan program CSR korporasi yang kerap kali sebatas pencitraan atau formalitas belaka. Idealnya CSR dijalankan secara berkelanjutan dan tulus untuk membantu masyarakat.
”Aksi kedermawanan yang sebenar-benarnya adalah memberi tanpa pamrih. Kalau memberi dengan harapan pencitraan karena disorot media, atau sekadar sebagai kewajiban formalitas, apakah itu bisa dianggap sebagai filantropi,” ujarnya.
Lestarikan kebaikan
Selain dorongan kepada dunia usaha, kedermawanan sosial sebagai bagian dari karakter bangsa perlu terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pelestarian upaya-upaya baik di tengah masyarakat pun terus menumbuhkan optimisme.
Di Solo, Jawa Tengah, misalnya, ada keluarga Habib Hasan Mulachela, yang selama ini dikenal sering memberikan sedekah tanpa memandang latar belakang warga. Sekalipun Hasan telah meninggal, anak-anaknya tetap meneruskan tradisi kedermawanan sosial itu.
Ketiga putra dan putri Hasan, yakni Kareema Mulachela (34), Akbar Mulachela (29), dan Sahil Mulachela (28), tetap membagi-bagikan sedekah kepada kelompok miskin di Solo pada momen tertentu, seperti Ramadhan, Lebaran, dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Keluarga pengusaha itu ingin meneruskan pesan dan ajaran almarhum ayahnya untuk senantiasa berbagi dengan orang lain.
Terkait kedermawanan sosial, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, spirit kedermawanan yang dikapitalisasi dengan menggerakkan semua komponen bangsa akan bisa menopang perbaikan ekonomi serta mengurangi ketimpangan ekonomi akibat pandemi.
”Karena sebetulnya, selain agama, kita memang punya budaya. Kita sudah lazim membantu sesama. Di luar negeri, orang enggak bisa cari uang, ya, enggak bisa makan. Tapi, kalau kita di sini bisa saling membantu,” katanya.
Kementerian Sosial mendorong terus bangkitnya spirit kedermawanan tersebut sebagai bagian dari gotong royong yang merupakan nilai luhur bangsa.