Tindakan atau kasus yang mengancam kebebasan pers di Indonesia masih tinggi. Kasus pada 2020 meningkat 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan total mencapai 117 kasus.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama 23 tahun reformasi, tindakan yang mengancam kebebasan pers di Indonesia tak juga surut. Hari Kebebasan Pers Sedunia yang diperingati setiap tanggal 3 Mei harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk meningkatkan kebebasan pers dan menjamin kejadian serupa tidak terus berulang.
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ahmad Fathanah Haris, dalam diskusi daring bertajuk ”Refleksi Situasi Kemerdekaan Pers”, Minggu (2/5/2021), menyampaikan, kasus kekerasan atau tindakan yang mengancam kebebasan pers cenderung meningkat selama lima tahun terakhir.
LBH Pers mencatat, 460 kasus yang mengancam kebebasan pers di Indonesia terjadi selama periode 2015-2020. Bahkan, kasus pada 2020 meningkat 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya dengan total mencapai 117 kasus. Sementara pada 2019, tindakan yang mengancam kebebasan pers tercatat sebanyak 79 kasus.
Kasus atau ancaman kebebasan pers yang terekam selama lima tahun, antara lain, berupa penganiayaan, teror, penghalang-halangan, perampasan atau perusakan alat kerja, intimidasi, kriminalisasi, penyerangan kantor media, serangan siber, dan gugatan perdata.
”Kasus terbaru, wartawan Merahputih.com dan pers mahasiswa ditangkap pada saat meliput penolakan omnibus law. Pada saat kami dampingi, wartawan tersebut mengatakan sudah mengeluarkan kartu identitas, tetapi tetap ditangkap karena dituduh memprovokasi. Ternyata, dalam berita acara pemeriksaan, dia dijerat Pasal 28 Ayat 2 (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik),” ujarnya.
Ahmad menyatakan, saat mendampingi sejumlah wartawan, kasus kekerasan yang dilaporkan memang rata-rata diterima oleh polisi. Akan tetapi, mayoritas kasus tersebut tidak jelas kelanjutannya atau berhenti di tengah jalan. Bahkan, surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) juga tidak disampaikan polisi.
”Ketika pihak kepolisian membuat SP2HP, artinya notifikasi kasus yang dilaporkan sudah diatensi pihak kejaksaan. Sebab, ada batas waktu tertentu dari kepolisian untuk menyelesaikan perkara itu. Selama SP2HP tidak keluar, kejaksaan juga tidak mengetahui kapan perkara tersebut selesai,” tuturnya.
Dari data global, kebebasan pers di Indonesia juga belum dikategorikan baik. Data Indeks Kebebasan Pers (IKP) Dunia 2020 dari Reporters without Borders (RSF) menunjukkan, skor kebebasan pers di Indonesia dengan nilai 36,82 berada di peringkat ke-119 dari total 180 negara. Peringkat Indonesia masih tertinggal jauh dari Timor Leste yang berada di peringkat ke-78.
Sementara hasil survei IKP Dunia pada 2021, Indonesia mengalami peningkatan menjadi peringkat ke-113 dari 180 negara.
Meski peringkat IKP tahun 2021 meningkat, Indonesia termasuk negara yang masih memblokir jurnalisme. Laporan IKP Dunia 2021 yang dipublikasi pada Selasa menyebutkan, Indonesia termasuk negara yang mengadopsi undang-undang dan peraturan yang mengkriminalisasi wartawan/media ketika mengkritik pemerintah.
Salah satu jurnalis yang mengalami tindakan kekerasan adalah jurnalis Kompas.com, Nibras Nada Nailufar. Ia sempat dihalang-halangi saat tengah meliput aksi penolakan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2019 lalu.
Ketika pihak kepolisian membuat SP2HP, artinya notifikasi kasus yang dilaporkan sudah diatensi pihak kejaksaan. Sebab, ada batas waktu tertentu dari kepolisian untuk menyelesaikan perkara itu. Selama SP2HP tidak keluar, kejaksaan juga tidak mengetahui kapan perkara tersebut selesai.
Nibras menceritakan, ponsel miliknya sempat akan direbut oleh oknum aparat saat dirinya tengah mendokumentasikan demonstrasi. Tindakan menghalang-halangi jurnalis dalam meliput ini sempat dilaporkan Nibras ke Polda Metro Jaya. Namun, alih-alih diperlancar, laporan dari Nibras sempat dipersulit karena berbagai macam alasan.
”Laporan diterima Oktober 2019 dan baru ada perkembangan tahun lalu saat pandemi. Perkembangannya hanya sampai pemeriksaan saksi. Tetapi, di situ juga tertulis kasus sudah SP3 atau dihentikan. Sampai saat ini, saya tidak tahu sampai mana perkembangan kasusnya dan teman wartawan lain yang menanyakan juga tidak ada jawaban,” katanya.