Vaksinasi tidak bisa menggantikan perlindungan yang didapatkan dari kepatuhan menjalankan protokol kesehatan. Penularan tetap bisa terjadi sekalipun risikonya menjadi lebih kecil dibandingkan yang tidak divaksinasi.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gencarnya program vaksinasi Covid-19 yang digalakkan pemerintah seakan membuat para warga terlena. Padahal, angka kematian karena Covid-19 masih cenderung tinggi.
Angka kematian akibat Covid-19 kembali meningkat dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tanggal 21 April 2021, tercatat ada 230 korban meninggal karena Covid-19. Jumlah ini naik dibandingkan sehari sebelumnya, dengan jumlah pasien meninggal tercatat 210 orang. Sementara pada 19 April 2021, pasien meninggal 143 orang.
Padahal, pada saat bersamaan pemerintah terus menggencarkan vaksinasi Covid-19. Hingga 21 April 2021, tercatat ada 11.269.213 orang yang sudah menerima vaksin dosis pertama dan 6.322.003 orang yang menerima vaksin dosis kedua.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Ridwan Amiruddin, euforia warga terhadap vaksin dapat membuat mereka abai terhadap protokol kesehatan. Hal ini terjadi karena rendahnya literasi mengenai vaksinasi.
Untuk itu, Ridwan menekankan pentingnya komunikasi krisis, edukasi, dan literasi mengenai Covid-19 di samping protokol kesehatan. ”Sangat memungkinkan jika literasi terhadap vaksin rendah. Dianggap setelah divaksin otomatis kebal terhadap Covid-19,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Di sisi lain, Ridwan menekankan agar warga tidak terlena dengan penurunan jumlah kasus Covid-19 yang terjadi di Indonesia sejak akhir Januari 2021. Dia mengingatkan kondisi yang melanda India. Setelah mengalami penurunan kasus pada Februari 2021, pelonggaran-pelonggaran dilakukan di sana. Akibatnya, dalam beberapa pekan kasus di India kembali melonjak hingga 100.000-200.000 kasus per hari.
Longgarnya kewaspadaan terhadap Covid-19 juga terpantau di kawasan Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (21/4/2021) siang. Beberapa pedagang terlihat leluasa tidak memakai masker. Pada Februari 2021, para pedagang Pasar Tanah Abang telah menjalani vaksinasi Covid-19.
Siang itu, suasana di Blok B Pasar Tanah Abang juga relatif ramai. Beberapa kios dipadati oleh para pembeli. Meskipun para pembeli terlihat taat mengenakan masker, kerumunan di antara mereka juga sulit dihindarkan.
Hal ini membuat Rere (35), salah satu pembeli di Pasar Tanah Abang, was-was. Ibu rumah tangga asal Depok, Jawa Barat, yang datang bersama temannya itu harus rela berdesak-desakan dengan pembeli lain.
”Kalau ini ramai, sih. Mungkin karena mau Lebaran jadi banyak yang belanja,” katanya.
Rere juga mengatakan masih kerap menjumpai pedagang yang tidak mengenakan masker. Beberapa pedagang mengenakan masker dengan salah. Misalnya menurunkannya hingga ke dagu.
”Kalau sudah nemu yang kayak gitu mending pilih pedagang lain,” ujar perempuan yang hendak berbelanja baju Lebaran tersebut.
Novita (40), warga Jakarta Timur, sengaja menghindari akhir pekan untuk berbelanja di Pasar Tanah Abang. Dia berniat menghindari keramaian pada akhir pekan. Sayangnya anggapannya salah. Pasar tetap ramai pada hari kerja.
Sama halnya dengan Rere, Novita berniat untuk berbelanja kebutuhan Lebaran di Pasar Tanah Abang siang itu. Dia mengaku kurang leluasa siang itu karena khawatir berlama-lama di dalam pasar.
”Tadi aja ada yang enggak pakai masker sambil batuk-batuk. Udah di-liatin banyak orang tetap enggak tahu diri,” ujarnya.
Ramainya kawasan Pasar Tanah Abang turut berimbas pada kemacetan lalu lintas di Jalan KH Mas Mansyur yang berbatasan langsung dengan pasar. Kemacetan tersebut dipicu oleh banyaknya sepeda motor yang parkir di bahu jalan Blok B Pasar Tanah Abang.
Tanpa sadar
Aditya (30), warga Jepara, Jawa Tengah, tidak memungkiri bahwa vaksinasi membuatnya kerap lupa pada situasi pandemi. Dia yang sudah menerima vaksin dosis kedua kerap tanpa sadar lupa membawa masker saat keluar rumah.
”Kalau pas ke warung sebelah rumah suka kelupaan (pakai masker). Biasanya istri yang sering ngingetin,” tambahnya.
Aditya menyadari bahwa vaksinasi tidak sepenuhnya melindungi dirinya dari penularan Covid-19. Apalagi dia memiliki putri yang masih berusia balita. Dia khawatir kelalaiannya memakai masker dapat membahayakan putrinya tersebut.
”Bahaya, nih, kalau sampai lengah. Sebab, banyak juga yang masih kena (Covid-19) meskipun sudah vaksin,” katanya.
Selain itu, Aditya juga mengamati ada pelonggaran protokol kesehatan warga ketika sedang menjalankan ibadah shalat Tarawih. Dia mengamati banyak jemaah shalat Tarawih di masjid dekat rumahnya yang tidak lagi memakai masker. Jarak antarjemaah dalam saf juga mulai merekat. ”Apalagi pas awal-awal Ramadhan jemaahnya penuh,” ujarnya.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menyampaikan, vaksin tidak bisa menggantikan perlindungan yang didapatkan dari kepatuhan menjalankan protokol kesehatan. Penularan tetap bisa terjadi sekalipun risikonya menjadi lebih kecil dibandingkan yang tidak divaksinasi.
”Kenapa kita tetap harus menjalankan protokol kesehatan setelah divaksinasi? Itu karena kita bisa saja sudah terpapar virus sebelum divaksinasi, tetapi gejalanya belum muncul. Selain itu, penularan masih bisa terjadi karena antibodi yang terbentuk belum optimal. Jadi, vaksinasi tidak bisa menggantikan prinsip 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak fisik),” tuturnya (Kompas, 18 Maret 2021).