Masyarakat Diminta Membeli Masker dengan Izin Edar
Maraknya peredaran masker palsu membahayakan kesehatan tenaga kesehatan dan masyarakat. Warga diminta berhati-hati dan membeli masker yang telah mengantongi izin edar Kementerian Kesehatan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tenaga kesehatan ataupun masyarakat secara umum diminta untuk membeli masker medis yang telah memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan yang tercantum pada kemasan. Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan masker medis palsu yang berkualitas rendah serta membahayakan pemakainya.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Arianti Anaya menyebutkan, pada awal pandemi, masker medis sempat langka karena permintaan yang sangat tinggi. Namun, kini Indonesia telah mampu mengisi kebutuhan masker dalam negeri dengan total 996 masker medis telah mendapat izin edar Kemenkes, terdiri dari masker bedah, N95, dan KN95.
”Masker medis harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan manfaat untuk mendapatkan izin edar dari Kemenkes. Persyaratan tersebut didapat dengan lulus uji bacterial filtration efficiency, particle filtration efficiency, dan breathing resistance. Semua uji tersebut untuk mencegah masuknya droplet atau virus (penyebab) Covid-19,” ujarnya dalam acara temu media secara daring, Minggu (4/4/2021).
Arianti menjelaskan, selain memberikan izin edar, Kemenkes juga melakukan pengawasan kepatuhan terhadap mutu produk dengan melakukan pengujian ulang secara reguler. Hal ini dilakukan untuk memastikan produk yang beredar tetap terjaga dari segi keamanan, kualitas, dan efikasinya.
Ia mengakui, masker jenis N95 atau KN95 untuk kebutuhan medis dan nonmedis secara fisik sulit dibedakan. Perbedaan baru bisa diketahui melalui sejumlah pengujian. Namun, masker nonmedis tidak memiliki izin edar dari Kemenkes karena tidak memenuhi standar uji sebagai alat kesehatan.
”Untuk menghindari kesalahan pemilihan masker medis, tenaga kesehatan dan masyarakat agar membeli masker medis yang sudah memiliki izin edar alat kesehatan dari Kementerian Kesehatan. Izin edar ini tercantum dalam kemasannya atau jika ingin memastikan juga dapat diakses di Infoalkes.kemkes.go.id,” tuturnya.
Selain itu, Arianti juga meminta masyarakat untuk melaporkan penemuan masker yang dicurigai tidak memenuhi standar melalui situs E-watch.alkes.kemkes.go.id atau nomor 1500567. Ia menegaskan, Kemenkes turut bekerja sama dengan aparat hukum guna menindaklanjuti peredaran masker ilegal dan tidak sesuai peruntukan.
”Yang disebut tidak sesuai peruntukan misalnya masker tersebut sebenarnya bukan masker alat kesehatan, tetapi diklaim sebagai masker alat kesehatan. Ini akan ditindaklanjuti karena akan menyesatkan masyarakat,” ucapnya.
Perkembangan vaksinasi
Pada kesempatan yang sama, juru bicara vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menyampaikan, hingga Minggu (4/4/2021), vaksinasi yang telah dilakukan mencapai 12,5 juta dosis. Cakupan dosis pertama mencapai 8,1 juta orang atau 21,33 persen dari target 40 juta sasaran. Angka cakupan ini dinilai lebih baik dari negara-begara Eropa.
”Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), rata-rata cakupan vaksinasi negara-negara di Eropa masih kurang, di bawah 10 persen. Ke depan, kita akan terus meningkatkan kapasitas vaksinasi ini sehingga kita dapat mencapai kekebalan kelompok bagi 181,5 juta rakyat Indonesia,” ujarnya.
Nadia pun mendorong semua lapisan masyarakat untuk ikut menyosialisasikan pentingnya vaksinasi Covid-19, khususnya kepada kelompok lansia. Sebab, sampai saat ini cakupan vaksinasi untuk kelompok rentan ini masih minim, yakni baru sekitar 8 persen. Sejumlah kendala terkait minimnya vaksinasi untuk warga lansia adalah masih adanya rasa takut untuk beraktivitas di luar rumah, keterbatasan fisik, dan keterbatasan akses pendaftaran secara elektronik.
”Kami memahami, tidak mudah mengajak orang tua untuk mendapatkan vaksinasi. Dengan menyampaikan secara baik tentang perlunya menjaga kesehatan orang tua, kita perlu mendorong mereka untuk segera mendapatkan vaksinasi,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) Hindra Irawan Satari menyatakan, sampai saat ini KIPI yang paling banyak dilaporkan adalah sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, dan pusing. Dilaporkan juga semua KIPI tersebut sudah hilang setelah satu hingga dua hari pasca-imunisasi.
Menurut Hindra, imunisasi menimbulkan reaksi lokal dan menyeluruh. Reaksi lokal terjadi pada daerah suntikan, seperti bengkak, pegal, atau kemerahan. Namun, jika terdapat bengkak, tetapi tidak di daerah suntikan, dapat disimpulkan bahwa hal tersebut tidak berkaitan dengan pemberian vaksin.