Indonesia Dapat Dianggap Mendukung Perdagangan Limbah Plastik Ilegal
Perdagangan limbah plastik yang diduga ilegal menurut Konvensi Basel terjadi di Indonesia. Pemerintah dan aparat penegak hukum agar memproses kejadian ini sebagai bentuk keseriusan mengikuti perjanjian internasional itu.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dapat dianggap mendukung perdagangan ilegal jika tidak ada upaya serius dalam menanggapi kasus tiga peti kemas berisi limbah plastik yang dikirim dari California, Amerika Serikat, ke Pelabuhan Belawan, Medan. Indonesia pun didorong lebih terbuka kepada publik dan segera meratifikasi aturan amandemen Konvensi Basel terkait perdagangan limbah plastik.
Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati mengemukakan, impor limbah plastik dari AS ke Pelabuhan Belawan menjadi kasus pertama perdagangan limbah plastik ilegal yang terdeteksi sejak berlakunya aturan amandemen Konvensi Basel pada Januari 2021.
”Akan ada tren kasus ke depan jika kita tidak bereaksi dan pemerintah tidak melakukan sesuatu dalam kasus Belawan. Kita akan dianggap berkolusi dengan perdagangan ilegal,” ujarnya dalam diskusi daring, Jumat (26/3/2021) malam.
Apabila ada warga negara atau korporasi yang melakukan perpindahan limbah yang diatur di Konvensi Basel itu harus dianggap sebagai perpindahan yang ilegal dan tindak kriminal. Di Indonesia juga sudah masuk ketentuan pidana dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah serta Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (Fajri Fadhillah)
Yuyun menegaskan, sebagai anggota Konvensi Basel, Indonesia wajib mengembalikan limbah plastik ilegal ketika menerima impor dari negara non-anggota. Biaya pengembalian limbah plastik ke negara asal juga wajib ditanggung oleh importir.
”Di Indonesia, Bea Cukai dan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) wajib memproses lebih lanjut sebagai urusan pengadilan atau harus dibawa ke ranah hukum. Sebab, impor limbah plastik ini merupakan bentuk pelanggaran dan ilegal. Jadi harus dilaporkan ke Sekretariat Basel dan Indonesia berkirim surat ke AS sehingga yang menjadi tersangka itu importir,” katanya.
Sebelumnya Yuyun juga menyebut telah mendapat informasi dari Bea Cukai terkait pemeriksaan tiga peti kemas berisi limbah plastik di Pelabuhan Belawan. Bea Cukai juga telah meminta KLHK memeriksa kontaminan limbah tersebut. Hasil pemeriksaan Bea Cukai menunjukkan, surat-surat izin impor hingga rekomendasi tiga peti kemas tersebut dari Kementerian Perindustrian telah memenuhi unsur kelengkapan.
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Lembaga Kajian Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Fajri Fadhillah mengatakan, Konvensi Basel mendorong agar negara-negara anggota dapat meratifikasi amandemen terkait ketentuan limbah plastik dan perdagangannya. Indonesia tercatat telah meratifikasi Konvensi Basel ke dalam peraturan presiden ataupun aturan turunannya.
Salah satu aturan ratifikasi Konvensi Basel adalah Peraturan Presiden Nomor 47/2005 tentang Pengesahan Amandemen atas Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya. Namun, amandemen Konvensi Basel pada 2019 lalu khususnya yang mengatur perdagangan limbah plastik antara negara anggota dan non-anggota.
”Apabila ada warga negara atau korporasi yang melakukan perpindahan limbah yang diatur di Konvensi Basel itu harus dianggap sebagai perpindahan yang ilegal dan tindak kriminal. Di Indonesia juga sudah masuk ketentuan pidana dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah serta Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ucapnya.
Menurut Fajri, ketentuan perdagangan limbah plastik di dalam negeri, khususnya pada level peraturan menteri mengalami perubahan yang cukup cepat. Hal ini dinilai Fajri akan menjadi tantangan tersendiri bagi para pengawas atau petugas di pelabuhan memahami peraturan yang kerap berubah. Bahkan, tidak menutup kemungkinan perdagangan limbah ilegal bisa lolos di pintu masuk pebuhan dengan petugas yang lalai.
Hingga kini, para pejabat KLHK tidak kunjung memberikan respons untuk menanggapi kasus limbah plastik di Pelabuhan Belawan ini. Focal point Indonesia untuk Konvensi Basel yaitu Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati tak bisa dikontak.