Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak semua kalangan membangun Islam moderat yang relevan dengan situasi bangsa yang majemuk.
Oleh
FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak semua umat Islam di Indonesia untuk menghayati Islam yang moderat. Ini relevan dengan situasi bangsa Indonesia yang masyarakatnya majemuk.
”Umat yang akan dibangun oleh Rasulullah adalah umat yang moderat sesuai dengan penegasan Allah SWT dalam Al Quran Surat Al Baqarah Ayat 103 yang menyatakan bahwa umat Islam adalah ”ummatan wasathan”. Dengan demikian, umat Islam harus menjadi umat yang moderat dalam segala hal, baik cara berfikir, bersikap, maupun bertindak, baik dalam hal ibadah maupun muamalah,” kata Ma’ruf dalam pidato peringatan Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW yang digelar Kementerian Agama di Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Islam moderat relevan dengan situasi bangsa Indonesia yang majemuk.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Ma’ruf melanjutkan, sikap moderat ini sangat relevan dan harus menjadi pedoman. Sebab, Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Atas dasar kondisi majemuk itulah, para pendiri bangsa bersepakat mendirikan negara bersama sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam perspektif Islam, Indonesia adalah negara kesepakatan.
Oleh sebab itu, tepat sekali ketika para ulama mengembangkan prinsip persaudaraan sebangsa di samping persaudaraan sesama Muslim dan persaudaraan kemanusiaan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu, Ma’ruf mengajak bangsa Indonesia bekerja keras dan bergotong royong mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera dengan banyak berbuat kebajikan.
”Sampai saat ini negara dan bangsa ini masih menghadapi pandemi Covid-19. Untuk itu, marilah kita bersama-sama bermohon kepada Allah agar pandemi ini segera berakhir. Seiring dengan itu, mari kita tetap melakukan ikhtiar bersama untuk menghilangkan pandemi ini melalui vaksinasi Covid-19 untuk membentuk kekebalan komunitas (herd immunity). Saya juga mengajak semua masyarakat untuk tetap mematuhi pelaksanaan protokol kesehatan,” kata Ma’ruf.
Ustad Das’ad Latif, dalam ceramahnya, memaparkan, peristiwa Isra dan Miraj mengajarkan tiga hal. Pertama adalah keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara hubungan manusia dan manusia serta hubungan manusia dan Tuhan.
Kedua adalah tentang musyawarah. Prinsip dalam bermusyawarah adalah mencari kebenaran dan keadilan, bukan mencari kemenangan. Musyawarah untuk mencari kemenangan hanya akan menghasilkan debat kusir yang berujung pada saling hina dan saling menyebarkan kebencian.
Acap kali, persatuan hanya terjadi di masjid. Namun, semangat ini tidak dalam kehidupan sehari-hari.
Ajaran ketiga adalah persatuan. Aca pkali, persatuan hanya terjadi di masjid. Namun, semangat ini tidak dalam kehidupan sehari-hari. Contoh paling nyata adalah perpecahan masyarakat gara-gara beda dukungan pada pemilihan umum presiden yang dampaknya masih terbawa sampai saat ini.
”Isra dan Miraj jangan hanya seremonial semata, tapi jadikan nilai-nilai beragama. Apabila Islam mampu kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, insya Allah, Allah akan menurunkan keberkahan,” kata Das’ad.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, membangun moderasi beragama di Indonesia sebagaimana semangat Isra dan Miraj sangat cocok dengan kondisi Indonesia. Ini termasuk tema yang harus mendapat perhatian serius, tidak hanya melalui jalur kebijakan pemerintah, tetapi juga dari para ustadz yang selalu berhadapan dengan masyarakat.
”Keseimbangan, keberkahan, musyawarah, dan persatuan tidak lain adalah spirit yang dibutuhkan oleh negara ini. Seharusnya spirit-spirit tersebut dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai landasan untuk membangun kehidupan harmonis di tengah-tengah keberagaman latar belakang suku dan agama untuk sampai pada cita-cita luhur kita, yaitu bangsa yang utuh yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila,” kata Yaqut.