Ratusan Perempuan Ngada Hijaukan Anakan Bambu di Lahan Kritis
Sebanyak 296 perempuan di Ngada dan Manggarai, Nusa Tenggara Timur terlibat dalam penghijauan lahan kritis dan kawasan rawan bencana longsor di wilayah itu dengan 126.449 anakan bambu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Ketua Kelompok pembibitan bambu Ngada Emilia Mao (kaus putih) bersama beberapa anggota kelompok di Desa Were IV Ngada. Dokumen Yayasan Bambu Lestari.
BAJAWA, KOMPAS — Sebanyak 196 perempuan di Ngada dan Manggarai, Nusa Tenggara Timur berpartisipasi dalam penghijauan lahan kritis dan kawasan rawan bencana longsor di wilayah itu dengan 126.449 anakan bambu. Penghijauan Bambu dinilai sangat cocok menyuburkan tanah, dan mengatasi bencana longsor. Penghijauan serupa dilakukan di Sumba Timur dan Manggarai Barat, dengan jenis anakan berbeda.
Asisten Sekretaris Yayasan Bambu Lestari (YBL) Gustra Adnyana, yang dihubungi saat di Bajawa, Ngada, Sabtu (20/2/2021), mengatakan, ke-196 perempuan ini terdiri dari ibu rumah tangga, ketua PKK desa, dan kelompok perempuan remaja yang tidak memiliki pekerjaan tetap di desa. Mereka tersebar di 19 desa di Ngada dan Manggarai, terlibat langsung melestarikan lingkungan dengan budidaya anakan bambu.
Kegiatan persiapan anakan bambu dimulai November-Desember 2020. Memasuki Januari-Februari 2021 dilanjutkan dengan penanaman terhadap 126.449 anak bambu yang sudah disiapkan di lahan kritis, dan daerah rawan longsor di wilayah Ngada dan Manggarai. ”Perempuan dilibatkan dengan harapan pemberdayaan sekaligus mereka bisa berproduksi,” kata Gustra.
Kegiatan itu merupakan bagian dari program 1.000 desa bambu yang diselanggarakan YBL di Ngada dan Manggarai. Jumlah 126.449 anakan bambu yang tengah dikembangkan di Ngada tersebar di 19 desa di Ngada dan lima desa di Manggarai.
Lebih dari itu, YBL ingin agar bambu yang ditanami, suatu saat bisa diambil, kemudian dibelah, lalu bilah-bilah bambu diawetkan, kemudian dikirim ke industri bambu yang ada di Flores dan di luar Flores seperti Denpasar, Surabaya, dan Yogyakarta. (Gustra Adnyana)
Desa-desa yang dipilih sesuai kondisi lahan kritis dan kawasan ancaman bencana longsor seperti daerah tebing (jurang), dan terutama yang berdampingan dengan permukiman dan lahan pertanian warga.
Pembibitan yang dilakukan November 2020 disamping rumpun bambu induk.
Program ini berkelanjutan dengan sasaran kaum perempuan desa. Perempuan dipilih agar lebih peduli terhadap bibit, dan tanaman serta memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkontribusi bagi ekonomi keluarga sekaligus lingkungan sekitar dalam jangka panjang.
Tahap awal, semua anakan yang disiapkan difokuskan untuk pelestarian lingkungan. Setelah itu fokus pada penjualan anakan secara daring dan luring. Satu anakan bambu di wilayah Ngada dan Manggarai dihargai Rp 10.000, di Kupang Rp 25.000–Rp 30.000 per anakan.
”Lebih dari itu, YBL ingin agar bambu yang ditanami, suatu saat bisa diambil, kemudian dibelah, lalu bilah-bilah bambu diawetkan, kemudian dikirim ke industri bambu yang ada di Flores dan di luar Flores, seperti Denpasar, Surabaya, dan Yogyakarta,” ujarnya.
Bambu yang ditanami saat ini, 5 tahun kemudian bisa dipotong untuk dijual bilahannya, setelah diawetkan untuk industri kreatif. Akan tetapi, proses pemotongan harus melalui seleksi sehingga bambu yang diambil benar-benar berkualitas.
Bambu yang dikembangkan di Ngada dan Manggarai, antara lain, petung atau Dendrocalamus asper, bambu tali atau Gigantochloa apus, bambu pering atau Gigantochloa atter, bambu aura atau Bambusa vulgaris, dan bambu duri atau Bambusa bambos. Bambu-bambu ini sudah dikenal masyarakat karena sudah lama tumbuh dan berkembang di tengah mereka.
Potensi
Ia mengatakan, Ngada memiliki potensi bambu cukup banyak, tetapi selama ini hanya digunakan sebagai material untuk membangun rumah, membuat kandang ternak, dan sebagai saluran pipa air. Akan tetapi, untuk pembangunan rumah pun sudah berkurang karena kebanyakan warga menginginkan rumah berdinding tembok dengan atap seng.
Seorang biarawati Katolik di Lembata mengajak ibu-ibu melakukan penghijauan di samping permukiman mereka di Waikomo, Lembata, NTT.
Seorang biarawati Katolik di Lembata mengajak ibu-ibu melakukan penghijauan di samping permukiman mereka di Waikomo, Lembata, NTT.
Kristina Dhiu (48), warga desa Beiwali Kecamatan Bajawa, Ngada, mengaku, tidak terlibat dalam kegiatan budidaya bambu oleh YBL. Namun, jika ada upaya budidaya bambu, mestinya disiapkan pula untuk pemasaran bambu ke depan. Belum ada industri kerajinan yang memanfaatkan bambu di Ngada.
”Bambu banyak tetapi tidak dimanfaatkan petani meningkatkan kesejahteraan hidup, itu juga tidak baik. Kalau sudah ada kegiatan LSM dalam budidaya bambu ini, ke depan bambu Ngada bisa dimanfaatkan untuk industri kerajinan,” kata Dhiu.
Ketua Kelompok pembibitan bambu di desa Were IV, Ngada Emilia Mao mengatakan, bambu ini untuk memperbaiki kualitas lahan kritis, meningkatkan kesuburan tanah, menambah cadangan air tanah, dan meningkatkan fungsi lingkungan secara keseluruhan.
Selain itu juga mendorong keterlibatan perempuan penggerak PKK di desa. Ketua PKK desa biasanya istri kepala desa, mengajak ibu-ibu dalam desa termasuk perempuan muda untuk terlibat dalam pembibitan dan penghijaun lingkungan.
Pelatihan pembibitan bambu dilakukan melalui Sekolah Lapang Bambu. YBL, dan Yayasan Kehati-PT CIMB Niaga Tbk terlibat mendukung pembibitan dan mendampingi langsung selama proses itu berlangsung. Proses pembibitan ini merupakan pertama bagi para ibu sehingga meningkatkan kepercayaan mereka, dan memberi pemahaman lebih luas soal bambu kepada kaum perempuan setempat.
Bupati Sumba Tengah Paulus Limu sedang menanam anakan kopi super secara simbolis. Sebanyak 40.000 anakan kopi ditanami di lahan seluas 24 hektar di Sumba Tengah.
Bupati Sumba Tengah Paulus Limu mengatakan, meluncurkan penanaman 40.000 anakan kopi super unggul di Desa Waimanu dan Desa Maradesa Selatan Kecamatan Katikutana Sumba Tengah. Ini sebagai bagian dari pengembangan desa mandiri perkebunan.
”Luas lahan yang ditanami kopi super ini mencapai 24 hektar. Jumlah 40.000 anakan kopi ini sudah ditanami. Tahun ini hujan curah hujan cukup banyak, diharapkan semua tanaman kopi itu bisa tumbuh dengan baik sampai berproduksi. Kalau semuanya bisa tumbuh, itu keuntungan besar bagi petani setempat,” kata Limu.
Sumba Tengah sangat cocok dikembangkan tanaman perkebunan seperti kopi, kemiri, coklat, dan tanaman lain karena berada sekitar 80 meter dari permukaan laut. Tanaman perkebunan sangat membantu petani dalam mengatasi krisis pangan yang selama ini dialami masyarakat, terutama pada musim puncak kemarau.
Jika 5.000 anakan flamboyan ini dirawat baik dan berhasil tumbuh, Labuan Bajo bakal lebih asri, indah, dan memesona setiap pengunjung. (Sukandar)
Sementara di Labuan Bajo Manggarai Barat Wakapolres setempat, Komisaris Polisi Sukandar memimpin penanaman 5.000 anakan tanaman flamboyant di sisi jalan sebagai bagian dari usaha mempercantik dan memperindah jalan-jalan di daerah destinasi wisata super premium itu. Kegiatan ini melibatkan Pemda Manggarai Barat, dan anggota Polres Manggarai Barat, dan sejumlah elemen masyarakat.
”Jika 5.000 anakan flamboyan ini dirawat baik dan berhasil tumbuh, Labuan Bajo bakal lebih asri, indah, dan memesona setiap pengunjung. Wisatawan yang datang tidak hanya terpesona dengan binatang Komodo, tetapi juga lingkungan alam yang indah, rimbun, sarana prasarana, dan masyarakat yang ramah, tertib, dan menjaga keamanan bersama,” kata Sukandar.
Ia mengatakan, Polri terlibat aktif mendukung gerakan melestarikan lingkungan, apalagi Labuan Bajo yang sedang dikembangkan pariwisata super premium di dalamnya. Paling penting, masyarakat pengguna jalan tetap menjaga dan merawat setiap tanaman di sisi jalan agar bisa tumbuh dan berkembang sesuai harapan bersama.
Air terjun Oehala di desa Oehala Kecamatan Molo Selatan, Timor Tengah Selatan, Oktober 2019. Air terjun ini tetap terawat karena kegiatan penghijauan di bagian hulu sungai oleh pemda dan masyarakat sekitar.