Pencemaran udara di kota-kota besar terus terjadi. Hal itu terutama dipicu tingginya penggunaan bahan bakar kotor dan beremisi tinggi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bahan bakar kotor dan beremisi tinggi pada kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab utama pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia. Perlu adanya upaya untuk menekan pencemaran ini dengan cara menghapus jenis bahan bakar beremisi tinggi dan membuat harga lebih terjangkau.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin, berdasarkan data yang diolah KPBB, pada 2019 terdapat 146 juta kendaraan yang digunakan masyarakat Indonesia. Dari jumlah tersebut, 120 juta di antaranya merupakan sepeda motor, mobil penumpang 16 juta unit, truk 8,2 juta unit, dan bus 985.000 unit.
Banyaknya jumlah sepeda motor ini turut memengaruhi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. KPBB mencatat, 37 persen BBM nasional dikonsumsi oleh sepeda motor, disusul truk (26 persen), bus (14 persen), mobil penumpang bensin (13 persen), dan mobil penumpang diesel (10 persen).
”Jika dibedah jenis BBM-nya, 74 persen bensin disedot oleh sepeda motor. Jadi jika ingin efisiensi BBM, kita harus memainkan hal yang strategis, yaitu sepeda motor,” dalam diskusi daring bertajuk ”Manfaat Ekonomi Pengendalian Emisi Kendaraan”, Selasa (2/2/2021).
Berdasarkan kajian inventarisasi emisi dari KPBB pada 2019 lalu, sebesar 84 persen partikel karbon monoksida yang melayang di udara di wilayah Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Sementara 12 persen lainnya berasal dari domestik dan 4 persen dari industri.
Jika dibedah jenis BBM-nya, 74 persen bensin disedot oleh sepeda motor. Jadi jika ingin efisiensi BBM, kita harus memainkan hal yang strategis, yaitu sepeda motor.
Kendaraan bermotor juga menjadi penyebab utama penyebaran partikel PM 2,5, PM 10, asam belerang, dan nitrogen dioksida. Adanya senyawa tersebut yang melebihi baku mutu dapat menyebabkan pencemaran atau polusi udara.
Menurut Ahmad, salah satu hal yang perlu dilakukan untuk menekan emisi dari gas kendaraan ialah menghapus empat jenis BBM kotor yang masih digunakan di Indonesia, yakni premium88, pertalite90, solar 48, dan dexlite51. Selain belum ramah lingkungan, penghapusan penting karena empat jenis BBM tersebut tidak sesuai dengan standar emisi kendaraan Euro 2 yang telah diadopsi Indonesia.
Di sisi lain, saat ini Indonesia Indonesia juga telah menerapkan aturan standar Euro 4 pada kendaraan bermesin bensin dengan minimal angka oktan 91. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O yang dikeluarkan 2017 lalu.
”Ke depan, perusahaan BBM di Indonesia cukup memproduksi dua jenis bahan bakar masing-masing untuk bensin dan solar. Perlu juga mereformasi kebijakan harga BBM secara transparan agar terjangkau oleh masyarakat,” katanya.
Anggota Unit Kualitas Udara dan Mobilitas Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) Bert Fabian menyatakan, penerapan standar emisi yang lebih ketat dan adanya kebijakan fiskal yang akan kuat mendorong produksi kendaraan lebih bersih dan efisien.
Langit biru
Kepala Subdirektorat Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ratna Kartikasari menyampaikan, KLHK memang belum memformulasikan kebijakan zero emission atau kendaraan bebas emisi. Namun, upaya membuat kebijakan bebas emisi sudah mulai direncakan melalui program langit biru yang merupakan program untuk mengendalikan pencemaran udara, khususnya yang bersumber dari sektor transportasi.
”Salah satu variabel penliaian program langit biru itu adalah apakah ada zona zero emission di kota tersebut atau tidak. Memang hal ini baru sebatas wacana, tetapi mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa diterapkan,” ujarnya.
Sementara skema kendaraan lama yang berpotensi merusak lingkungan karena emisi gas buang, menurut Ratna, akan dikontrol melalui skema pajak sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Retribusi Pajak. Pajak lebih tinggi akan ditetapkan untuk kendaraan keluaran tahun lama yang juga memiliki emisi gas buang tinggi.