Misteri Abadi UFO
Piring terbang atau UFO untuk menyebut pesawat berteknologi tinggi yang dikendarai alien, makhluk luar angkasa yang mampir ke Bumi, masih terus menjadi perbincangan yang tak pernah lekang oleh zaman.
Kumpulan informasi terkait piring terbang atau UFO itu dikumpulkan CIA sejak 1980-an dan bisa diakses melalui situs The Black Vault, gudang informasi daring terkait UFO yang dikelola John Greenewald Jr. Dokumen setebal 2.700 halaman itu diperoleh atas tuntutan sejumlah pihak selama 25 tahun terakhir berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Informasi (FOIA) AS.
Dokumen yang disimpan dalam keping cakram berjudul UFO Collection itu berisi lusinan peristiwa yang disebut sebagai fenomena terbang tak teridentifikasi (UAP). Fenomena itu terentang dari ledakan misterius di kota kecil Rusia saat tengah malam hingga pejabat pemerintah yang diutus menemui UFO pada 1976.
”Meski CIA mengklaim data ini adalah seluruh koleksi yang mereka miliki, sulit untuk bisa memverifikasi kebenarannya,” kata Greenewald, seperti dikutip dari Space, Kamis (14/1/2021). Karena itu, The Black Vault masih akan mempelajari kemungkinan adanya data lain tentang UFO yang tidak tercakup dalam dokumen tersebut.
Fakta adanya proyek-proyek rahasia Pemerintah AS terkait piring terbang makin menguatkan keyakinan kelompok yang memercayai UFO dan menilai pemerintah sengaja menutupi informasi tersebut.
Meskipun informasi ini akan sedikit melegakan sebagian orang yang penasaran atau meyakini keberadaan UFO dan makhluk cerdas dari luar angkasa, dokumen itu diyakini tidak mampu membuktikan keberadaan kawan manusia dalam berbagi semesta. Tidak menutup kemungkinan UFO akan menjadi misteri abadi.
Hasrat manusia
Selama beberapa dekade terakhir, UFO telah memesona sekaligus membingungkan jutaan manusia. Kesaksian melihat UFO bermunculan dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Namun, tidak ada satu pun bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah mampu memberi jawaban atas keberadaan makhluk berteknologi lebih maju dari manusia tersebut.
Keinginan manusia mencari kehidupan di luar Bumi itu sudah ada sejak berkembangnya peradaban manusia. Pada ribuan tahun lalu, manusia menganggap benda-benda langit sebagai bentuk kehidupan yang berbeda, seperti planet yang dianggap sebagai dewa-dewi dalam mitologi Romawi dan Yunani hingga kisah Batara Kala memakan Dewa Surya atau Dewi Candra saat gerhana Matahari dan gerhana Bulan dalam mitologi Jawa.
Sekitar abad ke-19, seperti ditulis Benjamin Radford di Space, 21 Desember 2017, manusia mulai menganggap cahaya dan benda langit yang jarang terlihat, seperti meteor atau komet, menjadi kendaraan pengunjung Bumi dari planet lain. Sejak itu pula, pandangan modern tentang UFO yang ketika itu dinamai ”kapal udara” sebagai wahana makhluk luar angkasa berkembang.
Publikasi karya-karya fiksi ilmiah tentang perjalanan dan kehidupan dunia lain, seperti karya Jules Verne (1828-1905), makin membuat minat masyarakat tentang makhluk asing menguat. Dari situ pula muncul banyak kesaksian melihat ”kapal udara” walaupun semuanya sulit dibuktikan.
Istilah piring terbang baru muncul pada 1947 saat pilot Kennet Arnold melihat sembilan obyek mirip bumerang di langit dan bergerak seperti piring yang dilempar ke permukaan air hingga memunculkan istilah piring terbang. Namun, penyelidikan menyimpulkan piring terbang itu hanyalah rombongan burung pelikan yang sayapnya membentuk huruf V.
Kesaksian tentang piring terbang atau UFO terus meningkat seiring perang dingin antara AS dan Uni Soviet setelah Perang Dunia II. Kesaksian itu bukan hanya soal terlihatnya UFO, tetapi juga jatuhnya UFO hingga penculikan atau pengambilan sumber daya Bumi oleh UFO. Banyaknya laporan itu membuat Pemerintah AS waspada karena benda-benda terbang itu bisa jadi pesawat mata-mata asing.
Investigasi Angkatan Udara AS terhadap banyak laporan kesaksian melihat obyek terbang pada tahun 1947-1969 menunjukkan sebagian besar penampakan UFO itu hanyalah bias cahaya awan, ilusi optik, atau cahaya pesawat konvensional dan pesawat mata-mata. Hanya sebagian kecil laporan tidak bisa dijelaskan akibat tidak lengkapnya data.
Baca juga : Kemajuan Pencarian Cerdas di Luar Bumi
Sementara penyidikan atas kesaksian baru atau foto dan video yang diduga UFO dan beredar di internet pada 2007-2012 menunjukkan obyek yang dikira UFO itu sejatinya adalah balon helium, suar merah, cahaya Venus, cahaya pesawat jet, tetesan air di jendela pesawat, hingga penipuan menggunakan perangkat lunak untuk mengedit video.
Meski demikian, hasil investigasi itu tidak membuat keyakinan masyarakat tentang UFO kendur, apalagi mati. Jajak pendapat Gallup pada 2005 menunjukkan 24 persen warga AS, 21 persen orang Kanada, dan 19 penduduk Inggris percaya bahwa kehidupan cerdas luar angkasa pernah mengunjungi Bumi pada satu masa di zaman lalu.
Selain itu, fakta adanya proyek-proyek rahasia Pemerintah AS terkait piring terbang makin menguatkan keyakinan kelompok yang memercayai UFO dan menilai pemerintah sengaja menutupi informasi tersebut.
Dikutip dari Live Science, 4 Januari 2017, salah satu program terkait UFO itu adalah Proyek 1794 pada 1950-an untuk membuat pesawat berbentuk cakram, mirip piring terbang, yang mampu melesat dengan kecepatan supersonik. Proyek pesawat AS untuk menembak pesawat pengebom Uni Soviet itu dibubarkan pada 1961 karena secara aerodinamis pesawat berbentuk piring terbang tidak stabil dan sulit dikendalikan pada kecepatan tinggi.
Data CIA yang dipublikasikan pada Juli 2013 juga mengakui adanya Area 51 sebagai Pangkalan Angkatan Udara Edwards. Tempat ini tertutup karena menjadi tempat uji sejumlah pesawat mata-mata AS. Namun, mereka yang meyakini UFO justru memercayai Area 51 yang ada di tengah gurun dekat Danau Groom, Nevada, AS, adalah tempat UFO dan makhluk asing disembunyikan.
Di luar proyek itu, Pemerintah AS juga terus mendanai sejumlah proyek riset terkait keberadaan makhluk luar angkasa meskipun hasilnya tidak jelas. Namun, seperti dikutip Radford dari The New York Times, insentif keuangan itu diberikan untuk mendanai sejumlah proyek bayangan. Menduanya sikap pemerintah itu justru menguatkan keyakinan semu para pencinta UFO.
Persepsi pikiran
Rasa ingin tahu yang besar, kumpulan informasi yang tak selaras itu, serta keterbatasan pikiran manusia membuat keyakinan akan UFO tetap bertahan meskipun zaman semakin maju.
Banyaknya kesaksian melihat UFO adalah hal wajar mengingat luasnya definisi UFO, yaitu benda terbang apa pun yang tidak teridentifikasi oleh siapa pun yang melihatnya. Di sisi lain, Bumi bagian atas adalah tempat yang ramai akan berbagai teknologi manusia, mulai dari pesawat, satelit, pesawat tak berawak (drone), hingga aneka teknologi manusia lainnya. Belum lagi cahaya alam, baik meteor, komet, planet, bintang, ataupun hanya bias cahaya di awan.
Padahal , manusia memiliki keterbatasan persepsi saat mengamati obyek apa pun, terutama obyek di langit pada malam hari. Untuk bisa mempersepsi sebuah benda dan tidak terjebak pada ilusi optik, manusia perlu memprediksi jarak benda tersebut. Saat perkiraan jarak diketahui, ukuran dan kecepatan benda bisa diterka. Masalahnya, mengetahui jarak benda di langit yang luas tidaklah mudah.
Baca juga : Tanda Kehidupan di Bintang Kejora
Gambaran sederhana dari ilusi optik adalah ukuran Bulan yang menjadi lebih besar saat berada di ufuk atau horizon dibandingkan saat Bulan berada di atas kepala. Meskipun sejatinya ukuran Bulan tetap, Bulan saat terbit atau terbenam akan terlihat lebih besar karena manusia secara tidak sengaja membandingkan Bulan dengan benda yang ada di depannya, baik gedung maupun gunung.
Di sisi lain, pikiran manusia cenderung menghubungkan informasi yang hilang dari rangkaian informasi yang ada. Proses ini berpeluang menyesatkan. Sebagai gambaran, saat muncul tiga titik cahaya di langit, otak mempersepsikannya sebagai segitiga. Padahal, benda aslinya belum tentu berbentuk segitiga.
Ketertarikan atau keyakinan manusia akan adanya kehidupan di luar Bumi sejatinya bulanlah hal yang salah dan sangat wajar. Terlebih, dalam astronomi, Bumi bukanlah titik yang istimewa di alam semesta. Jika kehidupan bisa berkembang dan berevolusi di Bumi, proses serupa bisa terjadi di planet, satelit atau tempat lain, baik yang ada di Tata Surya maupun sistem bintang lain serta yang ada di galaksi Bimasakti ataupun galaksi lain yang jumlahnya sulit dipastikan.
”Kegagalan fundamental dari pemikiran kritis itu sangat mudah dicegah dengan mengingat bahwa ketidaktahuan bukanlah bukti,” tulis Guy P Harison di Psychology Today, 6 Februari 2020.
Selain itu, bukti yang dipercaya sangat berbeda dengan kesaksian dari orang yang dapat dipercaya atau orang yang kompeten sekalipun. Hal ini bukan berarti kita tidak percaya kepada kesaksian atau integritas mereka, melainkan kemungkinan pikiran manusia salah dalam mempersepsikan atau mengingat sesuatu perlu diwaspadai.
Mata manusia menerima cahaya yang dipantulkan benda-benda di sekitarnya. Informasi itu kemudian diolah otak dan otak akan menerjemahkan serta merekonstruksinya hingga menghasilkan informasi yang dipersepsikan pikiran manusia. Persoalannya, penilaian informasi oleh pikiran manusia itu tidak bisa dilepaskan dari pengalaman masa lalu ataupun keyakinan seseorang hingga siapa pun bisa dengan mudah melakukan kesalahan dalam menafsirkan sesuatu.
Karena itu, sebelum ada bukti ilmiah tentang eksistensi UFO dan peradaban maju di luar Bumi, Harison menilai sikap skeptis, kritis, dan apresiasi terhadap proses ilmiah perlu terus dijaga. Ketertarikan pada misteri luar angkasa, termasuk kemungkinan adanya kehidupan di luar Bumi, seharusnya tidak membuat kita menyerahkan pikiran dan nalar kita.
”Dorongan untuk memercayai atau tidak memercayai adanya UFO seharusnya tidak membebani tanggung jawab kita untuk terus berpikir,” tulisnya.