Peluang Pendanaan dari Program Penurunan Emisi di Kalimantan Timur
Upaya penurunan emisi di Kalimantan Timur berpeluang mendapat pembayaran berbasis hasil. Persiapan untuk menekan emisi tersebut terus dilakukan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Indonesia berpeluang menerima pembayaran berbasis hasil atau results based payment hingga 110 juta dolar AS untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbon dioksida di Kalimantan Timur. Berbagai persiapan telah dilakukan dengan mengintegrasikan sejumlah rencana pembangunan daerah di Kalimantan dengan program kemitraan karbon hutan.
Peluang pembayaran tersebut dapat diterima melalui implementasi program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, Forest Carbon Partnership Facilities-Carbon Fund (FCPF-CF) Bank Dunia. Program FCPF telah berlangsung sejak tahun 2011 dan baru pada 2016 secara khusus memilih Kalimantan Timur sebagai proyek percontohan pembiayaan karbon.
Kepala Bagian Produksi Daerah Biro Perekonomian Sekretaris Daerah Kalimantan Timur Muhammad Arnain dalam jumpa pers secara daring, Selasa (15/12/2020) menuturkan, Pemerintah Provinsi Kaltim menyiapkan kelembagaan untuk mengawal penerapan program FCPF hingga 2025.
Pemprov Kaltim juga membentuk empat kelompok kerja (pokja) yang akan bergerak sesuai tugas dan pelaksanaannya. Dalam menjalankan tugasnya, tiap pokja berpedoman pada surat keputusan dari gubernur sehingga memiliki payung hukum. Selama ini, pokja tersebut tetap bekerja berdasarkan tugas, pokok, dan fungsi di tingkat nasional.
Selain itu, kata Arnain, pihaknya telah mengintegrasikan program penurunan emisi FCPF dengan program pembangunan di Kaltim. Bahkan, integrasi penurunan emisi dengan program pembangunan sudah dilakukan jauh sebelum adanya program FCPF.
“Penurunan emisi di Kaltim tidak bicara pada tahun 2020, tetapi sudah 15-20 tahun lalu program ini dijalankan. Gubernur-gubernur sebelumnya dan saat ini menetapkan program penurunan emisi dalam visi misinya. Program penurunan emisi juga ada di beberapa dinas seperti Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta maupun Dinas Pertambangan dan Perkebunan,” ujarnya.
Penurunan emisi di Kaltim tidak bicara pada tahun 2020, tetapi sudah 15-20 tahun lalu program ini dijalankan.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) Choirul Akhmad menyampaikan, hingga 2020, berbagai tahapan amat ketat juga telah dilakukan pemprov Kaltim sebagai persyaratan dari Bank Dunia. Penerapan program penurunan emisi memakai pendekatan nasional dan implementasi di tingkat sub-nasional.
“Saat ini telah banyak capaian dan kesiapan di tingkat nasional dan di Provinsi Kaltim selama fase FCPF Readiness Fund untuk melaksanakan fase implementasi FCPF Carbon Fund 2020-2024. Capaian-capaian berbasis yurisdiksi Kaltim ini nantinya dapat dijadikan role model bagi provinsi-provinsi lainnya di Indonesia,” katanya.
Sesuai target
Selama fase FCPF Readiness Fund, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beserta pemprov Kaltim menyerahkan dokumen program penurunan emisi (ERPD) dan mendapat persetujuan pada Februari 2019. Pembayaran akan diterima bertahap sesuai target penurunan emisi yang berhasil dicapai.
Dari dokumen yang ditetapkan target penurunan emisi pada 2021 sebesar 5 juta ton setara karbon dioksida atau 25 juta dolar AS. Sementara pada 2023, target yang ditetapkan sebesar 8 juta ton setara karbon dioksida atau 40 juta dolar AS. Adapun tahun 2025 ditetapkan sebesar 9 juta ton setara karbon dioksida atau 45 juta dolar AS sehingga total mencapai 110 dolar AS.
Project Management Unit FCPF, I Wayan Susi Dharmawan, berharap, kesepakatan ini dapat memberikan insentif kepada para pelaksana di Kaltim. Mereka akan dinilai berdasarkan agregasi prestasi atau kerja sama tim satu provinsi dari unsur pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi, dan mitra pembangunan.