Pendidikan Kesehatan Reproduksi Cegah Kekerasan Seksual Remaja
Remaja kerap tidak memahami bentuk-bentuk dari pelecehan seksual. Pendidikan kesehatan reproduksi bisa menjadi jalan bagi remaja untuk memahami kekerasan seksual terhadap dirinya sehingga mereka bisa mencegahnya.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Peserta aksi membawa tulisan tentang untuk menghentikan kekerasan seksual saat bersama buruh perempuan dari berbagai kelompok menggelar aksi memperingati Hari Perempuan Internasional di Taman Aspirasi, seberang Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (8/3/2020). Dalam aksinya, mereka menyuarakan sejumlah hal terkait penyetaraan hak perempuan, terutama penghapusan kekerasan dan pelecehan berbasis jender di dunia kerja.
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan kesehatan reproduksi dianggap sebagai salah satu ujung tombak dalam memerangi kasus kekerasan seksual yang makin marak di kalangan remaja. Apalagi, banyak pelaku kekerasan seksual berasal dari kalangan remaja.
Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja yang disusun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2018, satu dari dua anak perempuan mengaku pernah mengalami kekerasan emosional. Sementara satu dari tiga anak perempuan juga pernah mengalami kekerasan fisik. Tiga dari empat anak mengakui pelakunya adalah teman atau sebayanya.
Di sisi lain, satu dari 11 anak perempuan di Indonesia juga mengaku pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya. Hal serupa juga dialami oleh satu dari 17 anak laki-laki. Pelakunya, 47-73 persen juga merupakan teman atau sebaya.
”Berarti remaja saat ini bukan hanya sebagai korban kekerasan seksual, melainkan juga pelaku,” kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Maya Trisiswati, dalam Webinar Pendidikan Kesehatan Reproduksi sebagai Salah Satu Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Remaja di Jakarta, Sabtu (5/12/2020).
KOMPAS/Tangkapan Layar
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Maya Trisiswati, dalam webinar Pendidikan Kesehatan Reproduksi sebagai Salah Satu Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Remaja di Jakarta, Sabtu (5/12/2020).
Sering kali remaja tidak memahami tentang bentuk-bentuk dari pelecehan seksual, mulai dari siulan, main mata, hingga gerakan atau isyarat yang bersifat seksual. Ketidakpahaman ini kerap diremehkan oleh korban sehingga mereka enggan melaporkan. Sementara bagi pelaku, hal ini seakan menjadi lampu hijau karena mereka tidak pernah mendapatkan efek jera.
Maya menilai, pemahaman tentang pengetahuan kesehatan reproduksi menjadi salah satu pintu masuk dalam memerangi kasus kekerasan seksual pada remaja. Terlebih, saat ini masih banyak remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan. Padahal, mereka mengaku tidak berniat melakukan hubungan seksual tersebut.
”Remaja tidak memiliki sensitivitas terhadap perilaku seksual yang mengancam. Korban juga sering kali diam ketika mendapatkan rayuan. Padahal, diam bukan berarti mengiyakan. Tapi mereka tidak tahu cara menolak,” katanya.
KOMPAS/INSAN ALFAJRI
Peserta aksi yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil (Gemas) untuk Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menggelar aksi, Selasa (17/9/2019), di gerbang DPR, Senayan, Jakarta. Mereka meminta DPR segera mengesahkan RUU PKS.
Beberapa hal yang dipelajari dari pendidikan kesehatan reproduksi, misalnya alat reproduksi dan fungsinya, otoritas tubuh, permasalahan remaja, kecakapan hidup, kekerasan seksual hingga ketahanan keluarga. Dengan materi-materi ini, remaja dapat mengenali dirinya secara biologis, seksual, sosial, dan normatif. Remaja juga bisa mengenali kesehatan dan penyakit yang ada di sekitarnya.
Remaja tidak memiliki sensitivitas terhadap perilaku seksual yang mengancam. Korban juga sering kali diam ketika mendapatkan rayuan. Padahal, diam bukan berarti mengiyakan. Tapi mereka tidak tahu cara menolak.
Pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif juga dapat mencegah tindakan aborsi bagi remaja yang telanjur mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Dari data yang dihimpun oleh Maya, setiap tahun setidaknya ada 2 juta-2,5 juta aborsi yang dilakukan di Indonesia.
”Remaja juga bisa mencegah kawin muda yang minim perencanaan. Remaja juga dapat memahami tentang penyakit menular seksual dan pemicunya,” ujarnya.
Sayangnya, selama pandemi ini penyampaian pendidikan kesehatan reproduksi dari sekolah kepada para siswa menjadi terhambat. Guru Bimbingan Konseling (BK) SMP Negeri 111 Jakarta, Rita Tresnawati, menuturkan, selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), penyampaian materi kesehatan produksi kurang berjalan optimal. Sebab, komunikasi antara siswa dan dirinya kurang terjalin secara intensif.
”Biasanya materi yang diajarkan di kelas, kan, terbatas ya. Biasanya, setelah itu siswi-siswi yang penasaran datang ke ruangan saya untuk bertanya lebih dalam. Sekarang sulit,” katanya.
Kompas/Raditya Helabumi
Beragam sepatu diletakkan di depan gerbang Gedung DPR, Senayan, Jakarta, dalam aksi 500 Langkah Awal Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), Rabu (25/11/2020). Aksi tersebut merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.
Menurut Wakil Kepala SMP Negeri 229 Jakarta Bidang Kesiswaan Saul Tanjung, selain memberikan pendidikan kesehatan reproduksi melalui guru BK dan guru mata pelajaran Biologi, sekolah biasanya juga mengundang perwakilan puskesmas atau tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan setidaknya satu tahun sekali.
”Selama pandemi ini, penyuluhan semacam ini belum bisa diselenggarakan,” katanya.
Tips atasi kekerasan
Dosen Fakultas Psikologi Universitas YARSI, Chandradewi Kusristanti, menyebutkan, setidaknya ada 15 bentuk kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan, mulai dari pemerkosaan, intimidasi seksual, pemaksaan kehamilan, hingga kontrol seksual.
Pengaruhnya bisa muncul dari individu maupun lingkungan. Dari sisi individu, kekerasan seksual biasanya dilakukan oleh orang dengan agresivitas yang tinggi. Mereka menganggap, kekerasan menjadi jalan keluar bagi sebuah permasalahan.
”Dari segi lingkungan, pelaku biasanya berasal dari keluarga yang tidak hangat dan cenderung tertutup. Pengaruh juga bisa muncul dari teman-teman yang sering mengobyektifikasi perempuan,” ungkapnya.
KOMPAS/Tangkapan layar
Dosen Fakultas Psikologi Universitas YARSI, Chandradewi Kusristanti, dalam webinar Pendidikan Kesehatan Reproduksi sebagai Salah Satu Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Remaja di Jakarta, Sabtu (5/12/2020).
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan remaja untuk mencegah kasus kekerasan seksual. Remaja harus memahami bahwa diam bukan berarti mengiyakan. Remaja juga harus berani mengatakan tidak ketika menerima pemaksaan. Hindari juga hal-hal yang bermuatan seksis, seperti candaan dengan unsur obyektifikasi perempuan.
Bagi remaja yang menjadi korban kekerasan seksual, segera prioritaskan keamanan diri dengan menjauhi pelaku. Selanjutnya, ceritakan kasus ini kepada orang yang dipercaya.
Selain itu, periksakan diri ke layanan kesehatan atau mental health. Jangan lupa untuk mengumpulkan barang-barang yang bisa menjadi alat bukti.
”Alat bukti ini penting jika yang bersangkutan ingin melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwajib,” katanya.
Bagi yang melihat atau mendengarkan laporan tentang kasus kekerasan ini, berempatilah. Jangan melakukan victim blaming atau menyalahkan korban. Sebab, tidak ada seorang pun yang ingin menjadi korban kekerasan seksual di muka bumi ini.
Kompas/Priyombodo
Peserta aksi mencoret tubuhnya dalam aksi damai memperingati Hari Perempuan Internasional bersama Aliansi Gerakan Perempuan Anti-Kekerasan (Gerak Perempuan) di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2020). Aksi tersebut menuntut pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat, serta ratifikasi konvensi ILO 190 tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan dunia kerja.
Selain itu, jaga privasinya dengan tidak menyebarluaskan kejadian tersebut secara luas karena belum tentu korban menyetujui. Berikan juga saran kepada korban untuk mengakses layanan-layanan kesehatan dan pengaduan.
Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta Tuty Kusumawati menjelaskan, pendidikan kesehatan reproduksi ini sangat penting dibekalkan pada remaja di Jakarta. Saat ini Jakarta sedang memperoleh bonus demografi, di mana penduduk usia produktifnya lebih banyak.
KOMPAS/Tangkapan layar
Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta Tuty Kusumawati dalam webinar Pendidikan Kesehatan Reproduksi sebagai Salah Satu Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Remaja di Jakarta, Sabtu (5/12/2020).
”Para remaja harus dijauhkan dari tindakan kekerasan agar dapat berkembang secara produktif. Untuk itu, kita perlu mendorong keluarga-keluarga di Jakarta untuk menghentikan kekerasan,” katanya.