Berbagai bencana hidrometeorologi mengancam sejumlah wilayah di Tanah Air hingga akhir tahun ini. Situasi itu menuntut upaya mitigasi dengan melibatkan semua pihak terkait.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman berbagai bencana hidrometeorologi mesti diwaspadai. Hujan lebat yang disertai dengan angin kencang dan sambaran petir diperkirakan terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia sepekan mendatang. Di sisi lain, beberapa wilayah di Indonesia timur tak terpengaruh fenomena La Nina dan berpotensi mengalami kekeringan.
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab menyampaikan, hingga seminggu ke depan masih ada potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di beberapa wilayah Indonesia. Intensitas hujan sedang dapat mencapai 20-50 milimeter per hari, sedangkan hujan lebat lebih dari 50 milimeter per hari.
”Puncak musim hujan diperkirakan terjadi antara Januari hingga Februari 2021,” ujarnya di Jakarta, Senin (19/10/2020).
Meningkatnya intensitas hujan lebat disertai angin kencang dan petir terjadi karena fenomena La Nina di Samudra Pasifik dengan intensitas sedang. Pemantauan BMKG terhadap indikator laut dan atmosfer menunjukkan suhu permukaan laut mendingin minus 0,5 hingga minus 1,5 derajat celsius selama 70 hari terakhir, diikuti dominasi aliran zonal angin timuran yang menunjukkan penguatan angin pasat.
Selain itu, meningkatnya curah hujan di Indonesia dipengaruhi penjalaran gelombang atmosfer ekuator dari barat ke timur berupa gelombang madden julian oscillation (MJO) dan Kelvin atau dari timur ke barat berupa gelombang Rossby. Dari hasil analisis BMKG, kondisi dinamika atmosfer terkini menunjukkan ada aktivitas MJO di atas wilayah Indonesia yang merupakan kumpulan awan berpotensi hujan.
Adanya fenomena La Nina dan aktivitas MJO pada saat bersamaan ini dapat berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia. BMKG memprediksi, pada 18-24 Oktober 2020 dampak MJO berpotensi terjadi di semua provinsi di Indonesia, kecuali Kepulauan Riau, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
Meningkatnya intensitas hujan lebat disertai angin kencang dan petir terjadi karena fenomena La Nina di Samudra Pasifik dengan intensitas sedang.
Curah hujan tinggi dan cuaca ekstrem akibat La Nina berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor. BMKG mencatat, dari semua wilayah di Indonesia, Papua menjadi daerah dengan potensi tinggi terjadi banjir pada bulan Oktober, terutama di Kabupaten Deiyai, Dogiyai, Mambero Tengah, Mimika, Nabire, dan Paniai.
Sementara berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 99 persen bencana yang terjadi saat ini merupakan bencana hidrometeorologi dan diperkirakan menjadi ancaman hingga akhir 2020. Bencana alam yang paling sering terjadi meliputi banjir dengan 829 kejadian, disusul puting beliung (640) dan tanah longsor (416). Dari sebaran lokasinya, kejadian bencana terbanyak terjadi di Jawa Barat (426), Jawa Tengah (390), Jawa Timur (328), Aceh (224), dan Sulawesi Selatan (105).
Secara keseluruhan, data BNPB menyebutkan, sejak 1 Januari hingga 18 Oktober 2020 terjadi 2.281 peristiwa bencana alam. Bencana tersebut menyebabkan 307 orang meninggal dunia, 469 orang luka-luka, 25 orang hilang, dan jutaan orang mengungsi. Ribuan rumah dan fasilitas umum juga rusak terdampak bencana.
Kekeringan meteorologis
Meski mayoritas curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia meningkat, terdapat juga beberapa wilayah yang tidak terdampak fenomena La Nina dan berpotensi terjadi kekeringan meteorologis. Hal ini disebabkan tingkat curah hujan suatu daerah di bawah normal.
Menurut peta peringatan dini bencana BMKG, sebagian wilayah di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Maluku diprediksi mengalami kekeringan meteorologis dengan status Siaga dan Awas. Bahkan, sejumlah wilayah di NTT dan NTB tercatat 60 hari berturut-turut tanpa hari hujan dan masuk status Awas.
Daerah dengan status Awas di NTT, antara lain, adalah Kabupaten Alor, Belu, Flores Timur, Kupang, Sikka, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Kota Kupang. Sementara daerah status Awas kekeringan meteorologis di NTB ialah Kabupaten Bima dan Sumbawa.
Terkait dengan potensi kekeringan ini, Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan menyatakan telah meminta agar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di empat provinsi tersebut menyiapkan upaya kesiapsiagaan dan mitigasi jika nantinya terjadi kondisi kedaruratan.
Sejumlah upaya yang dilakukan, di antaranya, ialah menyiapkan perlengkapan logistik dan peralatan, seperti tangki air bersih hingga pompa air di tiap kecamatan yang teridentifikasi mengalami kekeringan. Upaya penguatan lainnya berupa kampanye hemat air dengan memanen air hujan dan memanfaatkan air limbah rumah tangga yang relatif bersih.
Tidak adanya hari hujan di sejumlah wilayah di empat provinsi tersebut juga berpotensi menyebabkan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Oleh sebab itu, kata Lilik, BPBD diharapkan memantau sistem peringatan dini karhutla sekaligus melakukan pengecekan lapangan bersama dengan dinas terkait.
”BPBD diharapkan memperkuat kesiapsiagaan masyarakat melalui sosialisasi dan edukasi di media elektronik serta informasi lainnya, termasuk memasang papan informasi pelarangan membakar hutan dan hukumannya,” ungkapnya.