Keberadaan aksara Jawa mesti terus dilestarikan agar tidak berada di ambang kepunahan. Upaya menghidupkan aksara tersebut dalam kehidupan sehari-hari bisa dilakukan melalui digitalisasi.
Oleh
Tri Agung Kristanto
·2 menit baca
Aksara Jawa sudah mendapat pengakuan dunia. Pengakuan internasional tersebut perlu diikuti dengan upaya pelestarian bahasa dan aksara Jawa. Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah program digitalisasi.
Pengahageng Kawedanan Hageng Punakawan Purwabudaya (Pimpinan Pelestari Budaya) Keraton Yogyakarta Keraton Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi mengingatkan pentingnya melestarikan bahasa dan aksara Jawa serta bahasa dan aksara daerah lainnya, termasuk melalui program digitalisasi.
GKR Mangkubumi menyampaikan hal itu saat membuka seri webinar tentang perspektif budaya Yogyakarta dalam menghadapi tantangan masa depan, yang diprakarsai Lembaga Javanologi Yogyakarta, Sabtu (17/10/2020).
Seminar secara dalam jaringan (daring) yang dipandu Bambang Widodo dari Badan Musyawarah Museum (Barahmus) DI Yogyakarta itu menampilkan pembicara Ki Prijo Dwiarso dari Perguruan Taman Siswa dan Dalang Mas Rio Cermo Kondowijoyo.
Menurut GKR Mangkubumi, ada pembicaraan antara Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X serta Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di Yogyakarta, pekan lalu, untuk memulai pengarsipan dan digitalisasi aksara Jawa dan aksara daerah lain, seperti aksara Bali dan Bugis.
Dengan digitalisasi itu, bahasa dan aksara daerah diharapkan tidak kehilangan penutur asli dan bisa berkembang. Saat ini di wilayah Yogyakarta, aksara Jawa—Ha na ca ra ka—ditampilkan di nama-nama jalan, bersamaan dengan aksara latin.
Sebenarnya sejak 2 Oktober 2009, aksara Jawa sudah diakui dunia sehingga dapat dipakai untuk komputer, seperti aksara lainnya. Pengakuan itu dikeluarkan Unicode, lembaga yang menangani standar kode aksara pada komputer di dunia, yang berada dalam naungan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (Unesco).
Ki Prijo Dwiarso dan Cermo Kondowijoyo pun mendukung digitalisasi aksara Jawa dan aksara daerah, itu untuk pelestarian bagian budaya Nusantara. Bahkan, agar tak hilang penuturnya, bahasa dan aksara Jawa perlu diajarkan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Bahasa dan aksara Jawa menjadi salah satu puncak dari budaya Nusantara serta perlu dikembangkan dengan konsep Catur Purusa, yakni sawiji (menyatu), greget (bergairah), sengguh (percaya diri), dan ora mingkuh (bertanggung jawab).