Jumlah perokok pemula dan beban kesehatan akibat konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat. Pemerintah diharapkan lebih agresif mengendalikan produk tembakau.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi untuk mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia masih lemah. Akibatnya, jumlah perokok pemula dan beban kesehatan akibat konsumsi rokok terus meningkat. Pemerintah diharapkan lebih agresif mengendalikan produk tembakau, di antaranya dengan menaikkan tarif cukai secara signifikan dan menyederhanakan struktur tarif cukai yang berlaku.
Penasihat proyek untuk pengendalian tembakau dari Pusat Inisiatif Strategis untuk Pembangunan (CISDI), Nurul Luntungan, mengatakan, tarif cukai rokok yang berlaku di Indonesia saat ini sebesar 44,7 persen. Tarif ini jauh lebih rendah dari standar global yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada angka 70 persen. Bahkan, tarif cukai ini belum mencapai batas maksimal dalam Undang-Undang Cukai sebesar 57 persen.
”Indonesia memiliki Undang-Undang Cukai. Namun, dalam praktiknya, ada banyak tarik ulur kepentingan yang memperlambat kenaikan harga rokok melalui kenaikan cukai tembakau yang lebih tinggi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Selain itu, struktur cukai tembakau yang kompleks juga menjadi persoalan dalam upaya menaikkan tarif cukai rokok di Indonesia. Tarif cukai rokok di Indonesia dibedakan menjadi 10 golongan, bergantung pada besarnya perusahaan dan jenis tembakau yang digunakan. Akibatnya, harga rokok di pasaran bervariasi. Sejumlah rokok masih ditemui dengan harga terjangkau, Rp 1.137 per batang.
Perokok pemula
Menurut Nurul, harga rokok yang terjangkau ini membuat target penurunan jumlah perokok di Indonesia sulit dicapai. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, jumlah perokok pemula cenderung meningkat. Pada tahun 2013, prevalensi perokok pemula usia 10-18 tahun sebesar 7,20 persen. Ini meningkat menjadi 9,10 persen pada 2018.
Ada banyak tarik ulur kepentingan yang memperlambat kenaikan harga rokok melalui kenaikan cukai tembakau yang lebih tinggi.
”Perjalanan Indonesia untuk menaikkan cukai tembakau masih melewati jalan berliku. Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi FCTC (Framework Convention for Tobacco Control) sejak terlibat aktif dalam perumusannya pada tahun 2003,” tuturnya.
Koordinator Program dari Pusat Informasi Alkohol dan Narkotika Sri Lanka, Sasanka Dharmasena, menyampaikan, persoalan pengendalian produk tembakau juga dialami Sri Lanka, antara lain, promosi dari perusahaan rokok yang masif dan penjualan rokok secara eceran.
Meski begitu, komitmen pemerintah ditunjukkan dalam upaya pengendalian produk tembakau. Hal ini didasari tingginya jumlah kematian terkait dengan konsumsi rokok. Setidaknya satu dari 10 orang dewasa meninggal akibat rokok.
”Sri Lanka telah meratifikasi FCTC sejak tahun 2003. Hal ini menjadikan Sri Lanka negara di wilayah Asia Tenggara pertama yang mengupayakan pengendalian tembakau melalui proses legislasi. Pengendalian cukai rokok sendiri diatur oleh Tobacco Tax Act. Produksi rokok pun sudah berkurang hingga 31 persen,” ucap Sasanka.
Komitmen serupa ditunjukkan Filipina. Asisten Eksekutif untuk Kementerian Kesehatan Filipina Lindsay M Orsolino menyampaikan, kenaikan cukai sudah diberlakukan secara bertahap sejak 2012. Tujuannya agar produk tembakau tidak lagi bisa dijangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat usia muda.
”Dalam delapan tahun terakhir, Pemerintah Filipina delapan kali menaikkan tarif cukai rokok. Ini akan dilanjutkan di tahun berikutnya, yakni dari 45 peso Filipina pada 2020 menjadi 55 peso Filipina pada tahun 2022 dan 60 peso pada 2023,” katanya.
Analisis Kebijakan Badan Koordinasi Fiskal Kementerian Keuangan Febri Pangestu mengatakan, di tengah berbagai tantangan yang terjadi, pemerintah tetap berkomitmen menurunkan konsumsi produk tembakau, terutama konsumsi pada usia muda. Tarif cukai tetap dinaikkan secara bertahap meski diakui belum maksimal.
”Kenaikan cukai rokok terbukti efektif mengurangi produksi rokok. Pasalnya, pada tahun 2019 ketika cukai rokok tidak dinaikkan, produksi rokok mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya,” ucapnya.