Penggunaan dan Pengembangan Kendaraan Listrik Terus Didorong
Emisi gas rumah kaca dari transportasi terus meningkat. Solusi mengedepankan mobil listrik dan membangun sarana prasarana serta kebijakan yang berpihak perlu terus dibangun. Juga dekarbonisasi pembangkit listrik.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan dan penggunaan kendaraan listrik terus didorong sebagai upaya menurunkan penggunaan bahan bakar minyak demi penurunan emisi gas rumah kaca. Transformasi dari kendaraan berbasis energi fosil ini agar juga diikuti dekarbonisasi pada pembangkit listrik yang saat ini masih didominasi dari sumber batubara yang kotor dan tak ramah lingkungan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, konsumsi energi di sektor transportasi terus meningkat dan menyumbang 32 persen dari total konsumsi energi di dunia. Kondisi ini menyebabkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor transportasi mencapai 25 persen dan sebagian besar berasal dari transportasi darat.
Strategi yang dibuat pemerintah untuk mengganti bahan bakar minyak (BBM) saat ini dengan mengembangkan bahan bakar alternatif, yaitu biofuel atau biodiesel yang sudah mencapai 30 persen. Namun, pada praktiknya strategi tersebut belum optimal karena sampai saat ini transportasi di Indonesia masih banyak yang menggunakan BBM dari fosil.
”Apabila tidak didukung dengan kebijakan insentif fiskal ataupun nonfiskal serta penyediaan infrastruktur charging, maka adopsi kendaraan listrik akan semakin sulit. Dari permodelan kami, sampai 2050 penetrasi kendaraan listrik kami proyeksikan hanya di bawah lima persen dari total populasi kendaraan,” ujarnya dalam webinar, Jumat (28/8/2020).
Untuk memastikan penetrasi kendaraan listrik ini memberikan manfaat terhadap penurunan emisi GRK, perlu diikuti dengan dekarbonisasi juga pada pembangkit listrik serta perencanaan infrastruktur penambah daya (charging) yang antisipatif terhadap perkembangan teknologi. Faktor peralihan industri juga harus diperhatikan pemerintah dengan menyiapkan pelatihan tenaga kerja untuk mengantisipasi penurunan aktivitas industri otomotif dan bahan bakar konvensional.
Sementara bagi moda transportasi yang belum dielektrifikasi, riset dan pengembangan bahan bakar alternatif seperti biofuel masih sangat diperlukan. Pengembangan kilang biofuel juga perlu mengantisipasi perkembangan kendaraan listrik dan teknologi bahan bakar alternatif di jangka panjang agar nantinya tidak menjadi aset terlantar.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Wilayah Jakarta Damantoro mengatakan, urbanisasi dan pemekaran kota menyebabkan populasi bertambah dan perjalanan semakin panjang. Pada akhirnya hal ini akan berimbas pada naiknya emisi karbon.
Upaya dekarbonisasi, menurut Damantoro, dapat dilakukan dengan konsolidasi pergerakan individu sehingga dapat diketahui dan diturunkan emisi karbon per kapita. Selain itu, perlu juga melakukan integrasi layanan transportasi sehingga membuat perjalanan atau pergerakan jauh lebih efisien.
Efisiensi diciptakan oleh agregasi layanan yang sangat fleksibel dalam memenuhi semua jenis kebutuhan transportasi. (Damantoro)
”Efisiensi diciptakan oleh agregasi layanan yang sangat fleksibel dalam memenuhi semua jenis kebutuhan transportasi. Teknologi informasi sangat berperan dalam membuat konsolidasi sumber daya individu, utilisasi idle capacity, dan agregasi layanan yang berujung pada efisiensi biaya dan waktu,” katanya.
Namun, pemanfaatan teknologi dalam dekarbonasi sektor transportasi juga memiliki tantangan, seperti perlu meningkatkan kerja sama antara operator transportasi dan aplikasi. Hal lain yang perlu menjadi perhatian dalam pemanfaatan teknologi di sektor transportasi adalah penentuan pihak-pihak yang menjamin akses sosial dan pemantauan dampak lingkungan.
Program KBH2
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengungkapkan, pemerintah sudah melakukan sejumlah upaya terkait dekarbonisasi di sektor transportasi. Di antaranya, program kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2).
”Kami sudah mengenalkan program ini sejak 2013 dan market share saat ini sudah mencapai lebih dari 20 persen. Kendaraan ini juga bisa menghemat 50 persen bahan bakar untuk jarak yang sama dengan kendaraan sejenis lainnya,” ungkapnya.
Kemenperin menargetkan produksi kendaraan emisi rendah karbon tahun ini mencapai 10 persen atau 1,5 juta unit. Selama lima tahun ke depan, produksi ditargetkan terus naik hingga mencapai 4 juta unit pada 2035.
Kepala Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan Kementerian Perhubungan Firdaus Komarno mengatakan, Kemenhub tengah mengembangkan transportasi umum tenaga listrik. Rencana Aksi yang dilakukan ke depan adalah dengan melengkapi sarana dan prasarana tambahan khusus untuk kendaraan bermotor listrik serta menyusun spesifikasi teknis alat uji.
Selain itu, pemerintah juga terus menyediakan dan mengembangkan transportasi umum massal untuk mengurangi penggunaan transportasi pribadi. Selain sejumlah transportasi berbasis kereta yang telah dibangun, Kemenhub juga akan mengembangkan program bus dengan sistem membeli pelayanan yang nantinya diterapkan di Palembang, Surakarta, Medan, Yogyakarta, dan Denpasar.