Regulasi Pengelolaan Zakat Dinilai Belum Sesuai Ekspektasi
Regulasi pengelolaan zakat dinilai belum sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Sebagian kalangan menilai sistem pengelolaan zakat Indonesia adalah yang terbaik karena melibatkan warga.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Regulasi pengelolaan zakat di Indonesia yang berlaku saat ini dinilai belum sesuai dengan ekspektasi. Sementara Badan Amil Zakat Nasional menilai sistem pengelolaan zakat Indonesia adalah yang terbaik karena melibatkan masyarakat.
Ketua Bidang II Forum Zakat Nasional Arif R Haryono menilai, ada beberapa catatan kritis dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pertama, undang-undang ini secara tidak langsung telah memaksa pola penyaluran zakat di kalangan masyarakat.
”Dulu, banyak masyarakat yang menyalurkan zakat kepada orang-orang kepercayaan mereka, seperti ustaz, kyai, atau lainnya. Sekarang, mereka harus menyalurkan kepada lembaga yang diakui pemerintah,” katanya dalam webinar Arsitektur Gerakan Zakat Nasional oleh Forum Zakat Nasional, Rabu (19/8/2020).
Dalam hal ini, Arif menganggap bahwa eksistensi lembaga zakat tradisional yang berbasis komunitas atau pesantren kini cenderung dikesampingkan. Mereka kesulitan mengikuti alur persyaratan dalam perundang-undangan.
Misalnya, dalam hal menyusun laporan keuangan yang akuntabilitas. Lembaga berbasis komunitas tentunya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi hal ini. ”Undang-undang ini mungkin cukup bisa diikuti oleh lembaga-lembaga yang sudah matang,” katanya.
Catatan selanjutnya, menurut Arif, adalah terkait dibentuknya Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Menurut dia, unit ini hanya memiliki kewenangan untuk mengumpulkan zakat, bukan mengelolanya. Akibatnya, mereka tidak bisa mendistribusikan zakat kepada masyarakat sekitar.
Dalam hal ini, Arif menyoroti kinerja Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sebagai lembaga pemerintahan struktural yang menjalankan fungsi sebagai badan pengelola zakat nasional. Menurut dia, Baznas hanya fokus untuk mengembangkan UPZ ketimbang Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Padahal, baik LAZ maupun BAZ dapat membantu mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang membutuhkan di daerah. ”Dari Januari-Juni 2020, Baznas sudah mengumpulkan Rp 240 miliar zakat, yang 34,6 persennya berasal dari UPZ,” ujarnya.
Menurut Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Baznas Irfan Syauqi Beik, pada prinsipnya Baznas menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Menurut dia, dengan sistem pengelolaan zakat saat ini, Indonesia menjadi negara yang paling banyak melibatkan masyarakat.
Pola pengelolaan zakat tersebut menurut dia adalah pola yang baik karena ada keterlibatan dari LAZ. ”Kalau kita melihat negara yang pengelolaan zakatnya mencapai ratusan triliun, seperti Arab Saudi dan Malaysia, itu semua dikelola oleh lembaga negara. Tidak ada ruang untuk publik,” katanya.
Irfan juga menyampaikan bahwa dibentuknya UPZ bukan untuk membatasi peran masyarakat untuk mengelola zakat. Justru, dengan adanya UPZ, masyarakat bisa diajarkan mengenai pola pengelolaan zakat yang baik dan benar.
”Kita justru mengajarkan kepada masyarakat bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik dengan menjamin akuntabilitas. Faktanya, pemahaman masyarakat tentang hal ini masih pada level menengah,” katanya.
Menurut pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Qurrata Ayuni, ke depan perlu adanya mekanisme keberatan zakat, baik bagi amil maupun muzaki. Hal ini akan menjamin kebebasan beragama dalam pengelolaan zakat.
”Harus dirumuskan juga apakah perkara zakat ini perlu dimasukkan dalam pengadilan agama atau hanya PTUN saja,” katanya.
Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriyani G, mengingatkan bahwa salah satu tujuan diberlakukannya UU No 23/2011 adalah untuk mendorong sistem pengelolaan zakat yang jelas dan baik. Jelas; artinya sistem pengelolaannya memiliki payung hukum agar kepercayaan masyarakat tumbuh. Baik; artinya dapat memberikan azas kebermanfaatan.
”Karakter gotong royong yang kuat di kalangan masyarakat dapat menjadi keunggulan dalam pengelolaan zakat,” katanya.
Menurut Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI HM Fuad Nasar, semua pemangku kepentingan dalam perzakatan harus sepakat dengan tujuan gerakan zakat ke depan. Baik Baznas, Forum Zakat, dan lembaga terkait lainnya harus bersama-sama merumuskan hal tersebut.
”Tak ada lagi pertentangan antara siapa regulator, siapa operator. Jelas, pemerintah adalah regulator, sedangkan Baznas adalah koordinator dan operator terbatas,” katanya.