Penggunaan standar emisi kendaraan Euro 6 mencegah terjadinya polusi udara lebih parah dan membuka peluang pasar otomotif.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Gas buangan atau emisi pada kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab utama pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta. Guna mengurangi pencemaran udara ini, sejumlah pihak perlu menyiapkan standar emisi kendaraan Euro 6 sekaligus menyederhanakan varian bahan bakar minyak yang beroktan tinggi dan ramah lingkungan.
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin, Sabtu (27/6/2020) menyampaikan, berdasarkan kajian inventarisasi emisi dari KPBB pada 2019 lalu, sebesar 84 persen partikel karbon monoksida yang melayang di udara di wilayah Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Sedangkan 12 persen lainnya berasal dari domestik dan empat persen dari industri.
Kendaraan bermotor juga menjadi penyebab utama penyebaran partikel PM 2,5 (debu halus berukuran kurang dari 2,5 mikron), PM 10, asam belerang, dan nitrogen dioksida. Bila melebihi baku mutu, senyawa tersebut dapat menyebabkan pencemaran atau polusi udara.
Menurut Ahmad, tidak kunjung membaiknya kualitas udara di Jakarta diproyeksikan akan membuat pencemaran udara semakin meningkat setiap tahun. Bahkan, pada 2030 pencemaran udara cenderung akan naik dua hingga tiga kali lipat dari level pencemaran sebelumnya.
“Sekitar akhir Maret sampai awal April kemarin ada gambaran kualitas udara di Jakarta membaik. Tetapi kemudian memburuk kembali seiring dengan tidak patuhnya masyarakat terhadap protokol Covid-19 selama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar),” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk “Dampak Sosial Ekonomi Polusi Udara di Jakarta.”
Berkaca dari kondisi tersebut, Ahmad menegaskan perlunya mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan. Selain itu, sejumlah pihak khususnya pemerintah juga perlu menyiapkan penerapan aturan standar Euro 6 untuk semua jenis kendaraan bermotor di Indonesia. Aturan ini bertujuan untuk membatasi emisi yang dihasilkan kendaran bermotor.
Pada aturan standar Euro 6 yang ditetapkan Uni Eropa pada 2014 lalu, setiap kendaraan bermesin bensin dan diesel harus menggunakan bahan bakar dengan nilai oktan yang tinggi dan tanpa timbal. Adapun batas emisi partikel PM yang dikeluarkan untuk dua jenis kendaraan tersebut yakni 0,005 gram per kilometer.
Saat ini, Indonesia baru menerapkan aturan standar Euro 4 pada kendaraan bermesin bensin. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O yang dikeluarkan 2017 lalu.
Sementara penerapan standar Euro 4 untuk kendaraan bermesin diesel pada peraturan Menteri KLHK tersebut baru akan diterapkan pada 2021 mendatang. Aturan ini membuat kendaraan bermotor harus menggunakan BBM dengan minimal angka oktan 91 untuk bensin dan cetan 51 untuk solar. Namun, pada praktiknya pelaksanaan aturan ini belum efektif karena masih banyak kendaraan yang menggunakan BBM dengan oktan dan cetan rendah.
“Tidak ada salahnya kita ancang-ancang menerapkan standar Euro 6 pada 2023," kata Ahmad Safrudin atau biasa disapa Puput. Langkah persiapan ancang-ancang itu tidak hanya terkait upaya Indonesia menurunkan pencemaran udara tetapi juga membuka pasar bagi industri bahan bakar minyak (BBM) dan otomotif nasional.
Dalam mendukung persiapan penerapan standar Euro 6 ini, Ahmad menilai pemerintah juga perlu menyederhanakan BBM dengan jenis yang ramah lingkungan. Sementara jenis BBM yang tidak ramah lingkungan harus dihentikan produksi dan pemasarannya.
Kendala ekspor
Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Dasrul Chaniago mengatakan, penerapan standar Euro 4 membuat mobil dengan standar Euro 2 yang diproduksi di Indonesia harus diekspor ke luar negeri. Namun, ekspor sulit dilakukan karena mayoritas negara lain sudah menerapkan standar Euro 4. Hal inilah yang membuat mobil standar Euro 4 kebawah masih beredar di Indonesia.
Sementara untuk mesin diesel harusnya berlakunya mulai 7 April 2021. Tetapi karena adanya pandemi Covid-19 membuat kebijakan ini direlaksasi satu tahun
“Mulai September 2018, mobil yang diproduksi sejak saat itu sudah menerapkan standar Euro 4 khusus untuk mesin bensin. Sementara untuk mesin diesel harusnya berlakunya mulai 7 April 2021. Tetapi karena adanya pandemi Covid-19 membuat kebijakan ini direlaksasi satu tahun,” ujarnya.
Pemerintah juga menargetkan penerapan standar Euro 5 pada tahun 2023 untuk kendaraan dengan bahan bakar bensin dan tahun 2027 untuk mesin diesel. Sementara standar Euro 6 baru akan diterapkan pada 2028 untuk kendaraan dengan bahan bakar bensin dan tahun 2030 untuk mesin diesel.
“Melihat perkembangan ke depan standar Euro 5 harus dilompati karena jika tidak kita akan terus ketinggalan dengan negara lain. Ini juga akan membuat ekspor mobil dari Indonesia tidak diterima negara lain,” katanya.
Penerapan di Jakarta
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyatakan, pemerintah provinsi DKI Jakarta telah membuat sejumlah kebijakan untuk mengendalikan kualitas udara. Kebijakan tersebut tertuang dalam Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.
Tujuh hal yang diatur untuk mengendalikan kualitas udara dalam instruksi gubernur tersebut antara lain pembatasan dan peremajaan kendaraan angkutan umum, pemberlakukan ganjil genap dan tarif parkir tinggi, uji emisi kendaraan kendaraan umum dan pribadi, serta peningkatan aksesibilitas transportasi umum dan pejalan kaki.
Selain itu, kebijakan lainnya yakni mengatur sumber penghasil polutan tidak bergerak; menambah ruang terbuka hijau dan gedung ramah lingkungan; serta mendorong rintisan energi terbarukan atau solar panel.