Di tengah pandemi Covid-19, umat Buddha merayakan Waisak. Ibadah disiarkan secara daring dan diikuti umat Buddha dari rumah masing-masing.
Oleh
FAI/RON
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membuat umat Buddha di Indonesia merayakan Hari Trisuci Waisak 2564 dari rumah masing-masing, Kamis (7/5/2020). Ibadah disiarkan secara daring.
Hari Trisuci Waisak untuk mengingat tiga peristiwa suci dalam kehidupan Buddha Gautama, yaitu kelahiran, pencerahan sempurna, dan kemangkatannya. Tiga peristiwa itu terjadi pada hari yang sama, hari purnama raya, bulan Waisak.
Tahun ini, tema Waisak yang diangkat Majelis Buddhayana Indonesia adalah ”Mawas Diri dan Toleransi, Jaga Keharmonisan Bangsa”. Tema itu merupakan bagian dari upaya mengoreksi diri di tengah pandemi Covid-19.
Marilah kita bergotong royong satu padu menghadapi dan mengatasi musibah itu.
Di Bogor, Jawa Barat, Bhante Nyanagupta memimpin rangkaian ibadah puncak peringatan Hari Trisuci Waisak dari Ruang Dhammasala di Vihara Dhanagun. Ibadah ini disiarkan secara daring melalui sejumlah kanal di media sosial.
Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia Bhikkhu Sri Subhapannyo Mahathera menerangkan, kepercayaan adalah asas kerja sama dalam masyarakat. Tolong-menolong dan saling percaya diterapkan sebagai perilaku gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Gotong royong saat bahagia dan susah.
”Tatkala kita bersama menghadapi musibah, baik musibah bencana alam maupun musibah lain, seperti wabah penyakit menular, marilah kita bergotong royong satu padu menghadapi dan mengatasi musibah itu,” tulis Mahathera dalam artikel bertajuk ”Persaudaraan Sejati, Dasar Keutuhan Bangsa” yang dimuat Kompas, Rabu (6/5).
Berpikir jernih
Koordinator Pengembangan Sumber Daya Manusia Forum Komunikasi Pemuda Buddhis Sumatera Barat Suyadi mengatakan, pandemi Covid-19 telah membawa dampak sosial yang besar. Di Padang, Sumatera Barat, lanjutnya, sudah lebih dari sebulan wihara tak menggelar kebaktian secara langsung. Umat mengikuti kebaktian melalui kanal-kanal di media sosial.
Dalam kondisi seperti ini, menurut Suyadi, umat diajak berpikir jernih. Tuhan memang sudah mengatur semuanya. Umat juga harus menjaga diri di tengah pandemi. ”Meski sudah berdoa, jika tak waspada dan mengabaikan imbauan jaga jarak dan di rumah saja, sama saja bohong. Kita tetap harus jaga diri,” tuturnya.
Sebagai bagian dari kontribusi untuk ikut mengatasi Covid-19, Suyadi dan kawan-kawan menggalang dana. Uang yang didapat dari kegiatan itu dipakai untuk membeli masker dan bahan pokok yang dibagikan selama Ramadhan.
Linda Sugianto (23), warga Jakarta Utara, menuturkan, guna mengantisipasi penularan Covid-19, tahun ini perayaan Waisak nasional ditiadakan.
”Jadi, untuk saat ini saya hanya bisa beribadah dari rumah, ikut kebaktian online,” ujarnya. Linda biasanya menjadi sukarelawan saat perayaan Waisak nasional. Tahun lalu, ia menjadi sukarelawan dalam perayaan Waisak di Senayan, Jakarta. Sebelumnya, ia menjadi sukarelawan dalam perayaan Waisak nasional di Candi Borobudur, Jawa Tengah.
Bagi Linda, menjadi sukarelawan adalah bagian dari caranya merayakan Waisak. Lewat kegiatan itu, ia memberikan kontribusi pada komunitasnya.
Pandemi Covid-19 telah membuat sejumlah hari besar keagamaan dirayakan berbeda dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dirayakan lebih sederhana atau ibadah dilakukan di rumah. Ini, misalnya, terjadi pada peringatan Isra Miraj dan hari raya Nyepi pada Maret serta perayaan Paskah pada April.