Berbagai kelompok masyarakat di Tanah Air tergerak membantu para tenaga kesehatan itu dengan beragam cara. Solidaritas itu semakin meneguhkan perjuangan bersama mengatasi pandemi COVID-19.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH/RENY SRI AYU/AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
Kisah para dokter dan perawat yang sakit dan bahkan meninggal akibat tertular virus korona baru saat menangani pasien Covid-19 telah menyentuh hati publik. Berbagai kelompok masyarakat di Tanah Air tergerak membantu para tenaga kesehatan itu dengan beragam cara. Solidaritas itu semakin meneguhkan perjuangan bersama mengatasi pandemi ini.
Gerakan kelompok sukarelawan Fakultas Teknik Industri (FTI) Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu contoh. Awalnya, mereka melihat para petugas kesehatan di puskesmas di kota itu yang mengenakan baju pelindung seadanya, jas hujan, bahkan tanpa alat pelindung diri (APD). Padahal, saat melayani pemeriksaan awal Covid-19, mereka rentan terinfeksi virus korona baru. Para sukarelawan memotret kondisi itu, lalu membagikan fotonya di media sosial.
Unggahan itu direspons positif. Tak berapa lama terkumpul bantuan 1.000 lembar kain untuk membuat baju hazmat, baju khusus pelindung tenaga medis. Ada juga bantuan untuk menjahit. Bahkan, dana yang terkumpul berlebih. ”Kelebihannya kami pakai membuat 500 pelindung wajah dan 1.000 masker kain, juga pembuatan pembersih tangan dan disinfektan.
Produksi oleh para mahasiswa di kampus,” kata Zakir Sabara, Dekan FTI UMI, pekan lalu. Gerakan mahasiswa itu kian membesar karena didukung para pejabat, masyarakat, juga wartawan. Para wartawan di kota itu membentuk forum Jurnalis Peduli Kemanusiaan (JPK). ”Tak adil rasanya membiarkan tenaga medis berjuang sendiri,” kata A Ahmar, salah seorang penggerak JPK.
Solidaritas serupa juga tumbuh di Sidoarjo, Jawa Timur. Asri Wijayanti (24), pendiri Jahitin.com, usaha rintisan penghubung penjahit rumahan dengan pelanggan, terpanggil untuk memproduksi masker, khususnya bagi tenaga kesehatan Covid-19. Awalnya, dia membuka penggalangan dana pembuatan masker kain lewat situs Kitabisa.com.
Dia membuat pula gerakan #sayaambilperan #100jutamaskerchallenge melalui media sosial untuk mengoptimalkan jejaring penjahit sekaligus membuka kemitraan dengan sukarelawan. Hasilnya, ada 500 sukarelawan dari 95 kabupaten/kota di Indonesia yang bergabung. Mereka terdiri dari penjahit, donatur kain, dan donatur dana. Masker pun diproduksi besar-besaran.
Pengiriman masker untuk sukarelawan dan mitra memakai bantuan perusahaan ekspedisi barang. Selain untuk tenaga kesehatan, masker juga dijual, tetapi dengan paket bantuan. Pembeli membayar Rp 50.000 untuk lima masker kain, tetapi hanya mendapat tiga buah. Adapun dua masker lagi disumbangkan untuk tim medis atau kelompok yang memerlukan. ”Buy one help one, beli satu beri satu bagi yang membutuhkan,” ujar Asri.
Gerakan ini disambut hangat. Dormis, penjahit asal Kodaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, misalnya, bergabung dan mendapat pelatihan di Jahitin.com. ”Masker dari pola Jahitin.com lebih sulit dibuat, tetapi bagus sekali dan disukai. Dalam sehari, saya bisa membuat 50-80 masker kain bersama anak saya,” ujarnya. Atas jasa jahit, dia mendapat upah dari pemerintah daerah atau donatur kain.
Bantuan penginapan
Di Purwokerto, Jawa Tengah, tumbuh pula solidaritas untuk tenaga kesehatan. Brili Agung (29), seorang pengusaha, dimintai tolong temannya, perawat di ruang isolasi Covid-19 di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo, Purwokerto, yang tidak bisa pulang ke rumah kos karena dilarang pemilik rumah kos. Terenyuh oleh keadaan itu, dia langsung menyediakan dua kamar di Aksara Homestay miliknya secara gratis.
”Mereka garda terdepan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Jika mereka tidak bisa istirahat, lantas sakit, siapa yang akan menangani pasien?” katanya. Kini, semua kamar—24 kamar—di penginapan itu disediakan gratis untuk perawat RSUD Margono Soekarjo. Tak hanya itu, disediakan pula makan tiga kali sehari, yakni pagi, siang, dan petang atau malam. Ada juga tambahan asupan, seperti vitamin dan madu.
Selama melayani para tenaga kesehatan, karyawan penginapan menerapkan protokol kesehatan. Mereka mengenakan masker, selalu jaga jarak, dan rajin cuci tangan. Di sana selalu tersedia cairan pembersih tangan dan disinfektan. Brili tak sendirian. Beberapa temannya juga ambil langkah serupa lewat Cozy Home Care, program penginapan gratis untuk tenaga kesehatan ataupun tenaga medis perawat pasien Covid-19. Penggagasnya adalah Muliandy Nasution, rekan bisnis Brili.
Kami mengajak rekan-rekan lain turun membantu. Toh, ini untuk kepentingan kita bersama.
Saat ini ada empat penginapan kelas losmen atau homestay yang terlibat. Dua di DKI Jakarta, satu di Bandung (Jawa Barat), dan satu di Purwokerto. Ada juga empat hotel berbintang, yaitu tiga di DKI Jakarta dan satu di Bandung. Awalnya, akibat wabah Covid-19, tingkat hunian banyak penginapan anjlok, bahkan sebagian tutup. Demi kemanusiaan, sebagian penginapan diserahkan sementara untuk para tenaga medis.
”Kami mengajak rekan-rekan lain turun membantu. Toh, ini untuk kepentingan kita bersama. Kalau wabah terus berlanjut, kita terdampak, termasuk sektor perekonomian,” kata Muliandy.