Presiden Jokowi Akan Memperpanjang Masa Kerja Badan Restorasi Gambut
Selain akan memperpanjang masa kerja Badan Restorasi Gambut, Presiden Joko Widodo meminta badan yang dibentuk tahun 2016 itu untuk fokus memulihkan ekosistem gambut di Riau dan Kalimantan Tengah.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo disebutkan akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut untuk memperpanjang masa kerja Badan Restorasi Gambut.
Dalam aturan itu, masa kerja badan yang tugas utamanya memulihkan ekosistem gambut tersebut akan berakhir pada akhir tahun ini.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Fuad menyampaikan hal tersebut seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/2/2020). Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup selama sekitar 30 menit itu, BRG melaporkan kemajuan dan tantangan dalam penanganan lahan gambut sejak 2016. Saat pertemuan, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Selain meminta BRG melanjutkan kerjanya merestorasi gambut, Presiden juga meminta BRG untuk memulihkan ekosistem gambut yang berada di Riau dan Kalimantan Tengah.
”Presiden memerintahkan kami untuk membuat fokus besar di Riau dan Kalimantan Tengah, selain untuk pembasahan gambut dan tata kelola air, juga membantu (penanganan) sosial ekonomi dengan tanaman budidaya sagu di lahan gambut,” katanya.
Di Riau dan Kalimantan Tengah, lahan gambut yang sudah terbakar atau sudah terbuka diharapkan bisa diolah menjadi sawah atau kebun sagu. Menurut Nazir, gambut tipis yang dekat sungai bisa diolah menjadi sawah. Adapun lahan gambut yang tebal lebih cocok untuk ditanami sagu.
”Uji coba kami di tanah-tanah gambut tipis yang dekat sungai, untuk sawah, menjanjikan sekali. Makanya beliau (Presiden) mendorong supaya uji coba dilakukan di lahan yang lebih luas,” lanjut Nazir.
Adapun untuk budidaya sagu, uji coba sudah dilakukan di Riau. Hasilnya cukup baik. Namun, diakui bahwa hanya 40 persen bagian tanaman sagu yang dapat digunakan untuk membuat sagu, sedangkan hampir 60 persen lainnya terbuang. Oleh karena itu, sisa tual sagu yang terbuang diupayakan agar bisa diolah dan digunakan sebagai pakan ternak sehingga dapat membantu peternak.
Budidaya sagu dan padi akan dilakukan BRG bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta pemerintah daerah, yakni Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah.
Khusus sagu, penanaman akan dilakukan di lahan gambut seluas 100.000 hektar di Pulang Pisau. Persemaian sagu dan percontohan yang lebih luas ini diharapkan bisa direplikasi di wilayah lain.
Presiden juga meminta BRG memetakan wilayah lain yang bisa digunakan untuk penanaman sagu dan padi, baik di Riau maupun di Kalimantan Tengah. Sebab, dengan membuat lahan ini produktif, masyarakat diharapkan terdorong untuk turut menjaga ekosistem gambut.
Sementara itu, terkait upaya mencegah kebakaran lahan gambut, pembasahan gambut dengan sekat kanal, embung penyimpan air, dan kubah gambut terus dilakukan oleh BRG. Deteksi dini juga terus ditingkatkan sembari membasahi lahan gambut sebelum puncak musim kemarau tiba.
Sebelum puncak musim kemarau tiba, modifikasi hujan masih bisa dilakukan melalui penaburan garam. Untuk itu, BRG bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BRG akan mengawal kondisi lahan gambut bersama BMKG yang memantau cuaca. Ketika gambut mulai kering dan BMKG menilai masih ada bibit hujan, BPPT didukung BNPB akan menaburkan garam supaya hujan terbentuk di lahan gambut yang perlu dibasahi.
”Beliau (Presiden) sangat tertarik untuk melihat itu diaplikasikan,” kata Nazir.
Secara terpisah, Guru Besar Bidang Ekologi Sumber Daya Lahan Universitas Tanjungpura Gusti Zakaria Anshari menilai, budidaya padi di lahan gambut tipis dan dekat sungai bisa dilakukan, tetapi tentu diperlukan teknik pengaturan air dan pemupukan yang baik. Sebab, budidaya padi memerlukan unsur hara tinggi untuk menghasilkan panen yang baik.
Penanaman sagu di rawa bergambut juga bisa saja dilakukan. Namun, perlu dipikirkan nilai tambah sagu dan skala keekonomiannya untuk masyarakat. Sebab, tanaman sagu membutuhkan 11 tahun untuk bisa dipanen.
”Mungkin ini bisa jadi salah satu alternatif solusi, tetapi banyak hal yang harus dipertimbangkan, termasuk menjaga ekosistem gambut,” ucap Gusti yang saat dihubungi pada Senin sore berada di Pontianak.
Selain sagu dan padi, bisa juga dikembangkan perikanan air tawar seperti lele atau peternakan itik dan bebek. Hal terpenting, diperlukan pertimbangan yang komprehensif dan ada perencanaan yang berbasis pasar, tetap menjaga keseimbangan ekosistem gambut, serta memperhatikan karakteristik lokal.