Kementerian Komunikasi dan Informatika mengimbau kaum milenial agar memanfaatkan frekuensi secara tepat. Pasalnya, penyalahgunaan frekuensi dapat menimbulkan kekhawatiran dan membahayakan keselamatan manusia.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika mengimbau kaum milenial agar dapat memanfaatkan frekuensi secara tepat. Pasalnya, penyalahgunaan frekuensi dapat menimbulkan kekhawatiran serta membahayakan keselamatan manusia.
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail dalam acara sosialisasi tentang penggunaan frekuensi, Kamis (16/5/2019), di Universitas Lampung, Bandar Lampung. Acara tersebut dihadiri sekitar 200 peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan masyarakat umum.
”Kami ingin memberikan penjelasan tentang frekuensi karena masih banyak yang belum memahaminya,” kata Ismail.
Menurut dia, manusia erat hubungannya dengan frekuensi. Telepon pintar merupakan salah satu alat yang bekerja dengan frekuensi. Alat itu merupakan alat penting untuk berkomunikasi yang menggunakan frekuensi radio.
Kami ingin memberikan penjelasan tentang frekuensi karena masih banyak yang belum memahaminya.
Hanya tingkat kesadaran manusia untuk menggunakan frekuensi masih rendah. Penumpang pesawat di wilayah Indonesia, misalnya, kerap tidak mematikan gawai saat naik pesawat.
Padahal, hal itu dapat mengganggu komunikasi antara pilot dan petugas menara di bandara. Hal ini tentu dapat membahayakan keselamatan penumpang.
”Pilot baru bisa mendarat jika petugas di menara bandara menyatakan oke bisa mendarat. Kalau komunikasi terganggu, bagaimana pilot bisa mendaratkan pesawat,” katanya.
Untuk itu, pemerintah mengimbau agar kaum milenial mematuhi peraturan penerbangan. Selain itu, mahasiswa juga dilarang membuat radio yang tidak dilengkapi izin pemakaian frekuensi.
Menjaga konten
Selain itu, Ismail juga menekankan agar mahasiswa menjaga konten yang akan disebarluaskan di media sosial. Sebelum membagikan pesan berantai melalui gawai, misalnya, setiap orang bertanggung jawab untuk memastikan informasi itu benar.
Menurut dia, kabar bohong yang banyak menyebar melalui aplikasi perpesanan dan media sosial, seperti Whats App dan Facebook, kian meresahkan. Informasi soal akan terjadi gempa di wilayah Sumatera, misalnya, membuat masyarakat cemas.
Wakil Rektor III Universitas Lampung Karomani menuturkan, pada tahun politik seperti sekarang ini, penyebaran kabar bohong melalui gawai semakin sering. Untuk itulah, dia mengapresiasi upaya pemerintah yang ingin mendorong agar mahasiswa dan masyarakat ikut serta memanfaatkan frekuensi pabrik secara tepat.