JAKARTA, KOMPAS – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN akan menggenjot kinerjanya untuk bisa merealisasikan seluruh sasaran strategis yang ditetapkan saat masa kerja 2015-2019. Pencapaian seluruh sasaran itu penting untuk menjawab isu-isu kependudukan di masa depan, seperti mengentaskan kemiskinan, mengatasi kesenjangan sosial, dan menghadapi bonus demografi di 2030.
Sejauh ini, dari enam sasaran strategis BKKBN, baru dua yang tercapai. Keduanya, penurunan angka putus pakai alat kontrasepsi dan peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
Sekretaris Utama BKKBN Nofrijal saat acara penandatangan perjanjian kinerja BKKBN pusat dengan provinsi untuk Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) 2019, di Jakarta, Senin (14/1/2019), mengatakan, untuk penggunaan MKJP, terjadi peningkatan penggunaan sebesar 23,1 persen dari target di 2018, 22,3 persen.
Adapun untuk penurunan angka putus pakai alat kontrasepsi pada 2018, dari target 25 persen, tercapai sepenuhnya.
"Walaupun capaiannya 100 persen, tapi kami tidak puas. Sebab, angka putus pakai ini akan mengganggu CPR (pemakaian kontrasepsi)," katanya.
Menurutnya, angka CPR kini, 57,2 persen. Sementara target CPR di 2019 sekitar 61,2 persen. “Padahal, berdasarkan kemampuan, kita paling kuat (bisa menaikkan persentasenya) hanya satu persen per tahun,” katanya.
Untuk itu, BKKBN berupaya untuk meminimalkan kasus drop out atau masyarakat yang menghentikan penggunaan alat kontrasepsi.
Menurut Nofrijal, hal ini terkendala oleh pelaksanaan program keluarga berencana (KB) yang ada dalam masa transisi. Pelayanan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kini menjadi induk bagi program KB. Akibatnya, data peserta KB dan pola pelayanan KB harus disesuaikan lagi. Masa transisi ini sudah berlangsung sejak 2014.
“Kendala lain untuk menurunkan angka drop out adalah karena banyaknya peserta KB non-MJKP, yaitu yang menggunakan suntik, pil, dan kondom. Kontrol yang diberikan kepada peserta harus ekstra. Kader KB harus aktif memantau peserta KB. Semoga kita tidak dihadapkan pada stock out kontrasepsi,” katanya.
1) penurunan angka kelahiran total menjadi 2,38 per WUS usia 15-49 tahun dari target tahun 2018 sebesar 2,31 (persentase capaian sebesar 97,1%),
Akan tetapi, masih terdapat 3 (tiga) hal yang perlu menjadi perhatian yaitu (1) penurunan LPP yang mencapai 1,39% dari target tahun 2018 1,23%, (2) penggunaan kontrasepsi modern yang mencapai 57% dari target tahun 2018 sebesar 61,1% dan (3) unmet need yang mencapai 12.4% dari target tahun 2018 sebesar 10,14%.
Empat sasaran
Sementara empat sasaran strategis BKKBN yang belum tercapai, adalah penurunan angka kelahiran total, menurunkan laju pertumbuhan penduduk, meningkatkan penggunaan kontrasepsi modern, dan menurunkan jumlah kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi (unmet need).
Menurut data BKKBN, dari target penurunan angka kelahiran total di 2018, sebesar 2,31 per wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun, yang tercapai baru sebesar 2,38 persen. Sementara laju pertumbuhan penduduk yang ditargetkan di 2018 sebesar, 1,23 persen yang tercapai baru 1,39 persen. Adapun angka penggunaan kontrasepsi modern sebesar 57 persen dari target di 2018, 61,1 persen. Terakhir, unmet need yang mencapai 12.4 persen dari target di 2018, 10,14 persen.
Saat dihubungi terpisah, Anggota Ombudsman Ahmad Su’adi mengatakan, capaian kerja BKKBN tergolong wajar untuk sebuah lembaga negara. Pasalnya, BKKBN juga menghadapi sejumlah kendala untuk mencapai semua sasarannya.
“Walaupun ada yang belum tercapai, saya pikir capaian kerja BKKBN itu wajar. Tapi tetap harus ditingkatkan (kinerjanya),” kata Ahmad.
Menurutnya, BKKBN butuh dukungan dari lembaga lain untuk mencapai sasarannya. Dukungan infrastruktur pun dinilai penting untuk memperlancar distribusi alat kontrasepsi dan pembinaan masyarakat di daerah terpencil.
Keberhasilan capaian kerja BKKBN saat ini, dia melanjutkan, akan berpengaruh pada keberhasilan menghadapi tantangan kependudukan di masa depan. “Dengan adanya bonus demografi di 2030, kita harus memerhatikan potensi kemiskinan dan kesenjangan sosial yang akan terjadi. Pada kasus ini, kontribusi BKKBN sangat penting,” katanya. (SEKAR GANDHAWANGI)