JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Sensor Film mendorong agar festival film yang digelar di Indonesia turut melakukan sensor mandiri. Hal tersebut dilakukan karena masih ada penayangan film yang belum disensor dalam festival film, sehingga tidak terkontrolnya penonton sesuai usia.
Sensor mandiri merupakan gerakan memilih dan memilah film, tayangan atau konten yang akan ditonton dengan menaati klasifikasi usia. Selain penonton, industri perfilman juga diharapkan melakukan hal yang sama dalam menyajikan konten berupa gambar, kata-kata, maupun tulisan.
"Dinamika dan perkembangan industri perfilman, menuntut adanya kesepahaman tentang penyensoran. Aspek dialogis yang dikedepankan, sehingga perlu untuk saling memahami antara lembaga dan industri," kata Ahmad Yani Basuki, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Kamis (25/10/2018) di Jakarta.
Dalam penyelenggaraan festival film, masih ada penyelenggara yang belum melakukan sensor mandiri pada film yang ikut serta. Hal ini menyebabkan tidak adanya klasifikasi usia. Ketiadaan itu, membuat penonton terpapar sebagian konten yang belum dipahami karena tidak sesuai usia.
Lembaga Sensor Film berkoordinasi dengan instansi dan industri perfilman untuk membangun kesepahaman tentang kewajiban sensor dan klasifikasi usia. Selain itu, juga berupaya mendorong penyelenggaran festival film untuk melakukan sensor mandiri.
Multidimensi Festival Film
Festival film memiliki beragam jenis berdasarkan konten film yang ditampilkan. Ada festival yang menampilkan film fiksi, film dokumenter, film kritik, hingga film pendek. Hal tersebut menimbulkan cara pandang yang berbeda-beda tentang film. Ada yang mengganggap film sebagai seni, ekspresi diri, maupun hiburan.
"Film itu luas, isinya berupa gagasan, ekspresi, dan makna yang ditata dalam bentuk tertentu (jenis film). Tentunya ada estetika di dalamnya," ucap Marselli Sumarno, Penulis, Pengajar, dan Pembuat Film.
Seluruh pemangku kepentingan perlu duduk bersama, untuk membahas dan memahami peran lembaga maupun pembuat konten. Melalui kesepahaman akan meningkatkan kualitas perfilman maupun menguntungkan industri.
"Tantangannya adalah mengapresiasi semua karya film yang ada dengan membuat aturan yang lebih jelas tentang batasan-batasan dalam film. Perlu mendefinisikan secara baik unsur-unsur yang dilarang termuat dalam film," ujarnya.