JAKARTA, KOMPAS – Setelah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma\'ruf Amin menegaskan imunisai wajib dilakukan. oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak ragu lagi untuk melakukan imunisasi.
Menurut Amin, imunisasi harus dilakukan jika menimbulkan ancaman, penyakit, atau kecacatan yang berkelanjutan. “Bukan hanya boleh, bahkan wajib karena menghindari bahaya itu,” katanya di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Amin menambahkan, rubela sangat berbahaya serta berdampak pada generasi muda, akibatnya bangsa menjadi lemah. Dalam kondisi darurat, vaksin tidak dilarang, yang tidak halal menjadi boleh.
Amin mengatakan prihatin dengan capaian vaksin MR yang hanya 48 persen. Oleh karena itu, harus ada upaya maksimal dari berbagai pihak. “Sekarang MUI siap terjun mensukseskan imunisasi MR,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, Indonesia termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah kasus campak terbesar di dunia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat jumlah kasus campak dan rubela tahun 2014 hingga Juli 2018 sebanyak 57.056 kasus, sebanyak 8.964 di antaranya positif campak dan 5.737 positif rubela. Lebih dari 75 persen dari total kasus yang dilaporkan diderita oleh anak usia di bawah 15 tahun.
Tingginya angka campak dan rubela dan masih banyak masyarakat yang menolak imunisasi MR, membuat Kementerian Kesehatan mengajukan permohonan kesempatan untuk kegiatan imunisasi MR tahap ke-2 ke Majelis Ulama Indonesia.
Imunisasi dilakukan pada Agustus dan September 2018 di 28 Provinsi di luar Jawa. Hal ini menindaklanjuti Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi dan rekomendasi MUI pada 37 Juli 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi MR tahun 2017 dan 2018.
Amin mengatakan, ada dua hal yang menjadi perhatian yaitu, hukum imunisasi dan kehalalan vaksin. Amin menuturkan, sudah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa para ulama bersepakat untuk membolehkan (mubah) penggunaan vaksin Measles Rubella (MR).
Keputusan tersebut didasarkan pada tiga hal yaitu, memenuhi ketentuan darurat syariah, belum adanya alternatif vaksin yang halal dan suci, dan adanya keterangan ahli yang berkompeten tentang bahaya yang ditimbulkan. Namun, kebolehan penggunaan vaksin MR tidak berlaku jika di kemudian hari ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
Dari Fatwa MUI dan penegasan dari Ma\'ruf Amin diharapkan, masyarakat tidak lagi bertanya terkait kehalalan vaksin sehingga tidak ragu lagi mengikuti imunisasi MR dari pemerintahan. Dengan begitu anak-anak di Indonesia terhindar dari resiko penyakit campak dan rubela yang berdampak pada kecacatan dan kematian.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek menjelaskan, imunisasi merupakan langkah pencegahan, sekaligus perlindungan bagi anak-anak dan ibu hamil dari penyakit berbahaya.
Infeksi rubela pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau dikenal dengan Congenital Runella Syndrome (CRS). Dampak lainnya adalah gangguan penglihatan bahkan kebutaan, hingga kelainan jantung dan otak mengecil.
“Hingga saat ini belum ada satupun pengobatan yang ditemukan yang dapat mematikan virus Rubella. Kasus CRS pada 2017 sebanyak 960 kasus,” katanya.
“Hingga saat ini belum ada satupun pengobatan yang ditemukan yang dapat mematikan virus Rubella. Kasus CRS 2017 sebanyak 960 kasus,” katanya.
Target
Hingga kini, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk menurunkan angka campak dan rubela. Nila menuturkan, pada 2020 diharapkan dapat mengeliminasi kasus ini.
Secara nasional, sampai dengan 17 September 2018 rata-rata cakupan pemberian imunisasi MR mencapai 49,07 persen, masih jauh di bawah target yang diharapkan per tanggal tersebut yaitu 83,98 persen. Hingga 17 September, hanya Papua Barat yang mencapai angka tersebut.
Beberapa provinsi yang belum mencapai rata-rata nasional diantaranya, Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Untuk memutus mata rantai penularan maka diperlukan cakupan imunisasi minimal 95 persen di seluruh tingkat wilayah agar terbentuk kekebalan kelompok. Nila mengatakan, pemerintah akan membiayai program vaksin secara gratis.
Ia menambahkan, dampak lain dari campak dan rubela adalah kerugian ekonomi. Nila memberikan gambaran, operasi pasien campak tanpa komplikasi menelan sekitar Rp 2,7 juta. Sedangkan operasi untuk anak yang terkena campak rubela dengan komplikasi sekitar Rp 12 juta. E20