BOGOR, KOMPAS – Masyarakat didorong untuk semakin terlibat dalam pembangunan hutan Indonesia melalui program perhutanan sosial. Program tersebut dinilai akan memberikan kontribusi untuk pengentasan kemiskinan, perbaikan ekologi, dan pengurangan konflik.
Program perhutanan sosial menjadi topik yang dibahas dalam Seminar Nasional Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Kamis (6/9/2018) di Bogor. Seminar tersebut mengusung tema "Kelestarian Hutan dan Kekayaan Nusantara, Potret Pelibatan Masyarakat Dalam Pembangunan Hutan Indonesia".
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Supriyanto memaparkan, perhutanan sosial dilarbelakangi adanya ketidakadilan akses untuk masyarakat atau konflik tenurial.
Berdasarkan data KLHK, pemanfaatan hutan sebelum dan sesudah reforma agraria dan perhutanan sosial sampai dengan tahun 2017, menunjukkan peningkatan signifikan. Pemanfaatan hutan setelah perhutanan sosial oleh masyarakat sebesar 28-31 persen dari sebelumnya hanya 2 persen dan selebihnya dikuasai oleh swasta atau perusahaan.
“Kedudukan masyarakat sangat penting, mereka adalah subyek untuk menjaga kelestarian hutan dengan kearifan lokalnya,” kata Bambang.
Kedudukan masyarakat sangat penting, mereka adalah subyek untuk menjaga kelestarian hutan dengan kearifan lokalnya.
Masyarakat akan diikutsertakan dan meningkatkan perluasan lahan perhutanan sosial dari 400.000 hektar menjadi 12,7 kita hektar. Jadi masyarakat menjadi subyek yang bisa mengolah hutan dan mendapatkan manfaat. Pelibatan warga dalam perhutanan sosial berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, perbaikan ekologi, dan pengurangan konflik.
Terkait kebijakan pemerataan ekonomi, program perhutanan sosial berdasarkan Nawacita. Menurut Bambang, sasarannya adalah menurunkan frekuensi dan luasan penebangan liar. Kebijakan yang diambil ialah peningkatan keterlibatan warga dalam pengamanan hutan melalui kemitraan, termasuk pengembangan hukum adat.
Sasaran selanjutnya yang paling penting adalah peningkatan hasil hutan. Masyakarat bisa merasakan nilai ekonomis dari keanekaragaman flora dan fauna.
Bambang memaparkan, perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat. Masyarakat Sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan masyarakat, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hukum adat, dan Kemitraan kehutanan.
Transformasi sosial
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia KLHK Helmi Basalamah mengungkapkan, perhutanan sosial dalam memaknai mengelola hutan di tingkat tapak adalah untuk mentransformasikan keberadaan masyarakat, utamanya di dalam dan sekitar hutan secara legal dalam perekonomian nasional.
Masyarakat merupakan garda terdepan untuk menjaga kelestarian hutan sekaligus bisa menciptakan tambahan kesejahteraan warga. Pemerintah akan membentuk kelompok kerja daerah yang bakal bertugas melakukan pendampingan dan pembinaan bagi masyarakat yang ingin mengajukan diri dalam program perhutanan sosial.
Kepala Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum Arief Mahmud menegaskan, kebijakan pemerintah tidak lagi berpihak pada kooperasi perusahaan untuk mengelola hutan. Pemerintah memberikan akses dalam keterlibatan masyarakat mengelola hutan baik dalam hutan produksi, hutan lindung, termasuk hutan konservasi.
Keterlibatan masyarakat dalam mengelola hutan tidak lepas dari keberadaan masyarakat yang sudah tinggal secara turun menurun di Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Masyarakat setempat sangat mengantungkan hidupnya terhadap kelestarian hutan.
Ia menambahkan, pemerintah memberikan banyak izin hutan desa di Kalimantan Barat. Masyarakat dapat mengakses dan mengelola hutan seluas lebih kurang 42.000 hektar.Selain memanfaatkan hasil hutan, warga Kapuas Hulu membudidayakan madu hutan.
“Hampir 83 persen di Danau Sentarum adalah zona tradisional, pemerintah tidak hanya memberikan akses namun juga memberikan bantuan mengembangkan usaha masyarakat melalui pemberian modal sebesar 1,4 miliar kepada kelompok tani yang mengelola usaha budidaya madu,” kata Arief.
Arif mengatakan, di kawasan Danau Sentarum dan sekitarnya masyarakat dapat menghasilkan madu hutan sebanyak 1 ton per tahun. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan sangat tinggi karena manfaat hutan yang sangat besar untuk kehidupan. (AGUIDO ADRI)