Petugas mengecek panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 600 KWP di Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kamis (29/3/2018). Pembangkit listrik yang memanfaatkan cahaya matahari tersebut turut menunjang pasokan listrik kepada 2.314 pelanggan di salah satu pulau terluar tersebut. KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
SINGAPURA, KOMPAS—Indonesia terlibat aktif dalam kampanye pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Keterlibatan itu salah satunya dilakukan dengan menurunkan emisi karbon, menciptakan peluang energi baru, dan mengelola sumber daya alam dengan lebih bijak.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan hal itu, dalam Singapore Dialogue on Sustainable World Resources (SDSWR), Jumat (18/5/2018), di Singapura. Dialog itu diselenggarakan Singapore Institute of International Affairs (SIIA).
Dialog itu mengambil tema "Aksi Peduli Iklim: Menyemai Pertumbuhan Adaptif dan Ramah Lingkungan di ASEAN". Acara itu diikuti 350 perusahaan, pimpinan korporasi, dan pengambil kebijakan dari negara-negara anggota ASEAN.
Pada 2015 kebakaran hutan jadi penyumbang terbesar emisi karbon. Dua tahun terakhir, peristiwa kebakaran hutan berkurang. Kini Indonesia fokus pada pengurangan karbon sektor energi dan transportasi.
Energi terbarukan
Di sektor energi, Indonesia kini mengembangkan energi terbarukan, termasuk panas bumi dan tenaga air. Dua sumber energi ini bertahap akan menggantikan minyak bumi dan batu bara. “Kami ingin tahun 2025, porsi pemanfaatan energi terbarukan dalam bauran energi mencapai 23 persen,” kata Bambang.
Kami ingin pada tahun 2025, porsi pemanfaatan energi terbarukan 23 persen.
Penggunaan bahan bakar minyak akan dikurangi. Selama ini BBM digunakan untuk menghasilkan listrik di daerah terpencil di Indonesia.
Singapura telah menerapkan kebijakan ramah lingkungan. Menurut Menteri Lingkungan dan Sumber daya Air Singapura Masagos Zulkifli, kebijakan itu diterapkan sejak Singapura merdeka dan kini menikmati manfaatnya. “Pada 2015, Produk Domestik Bruto dari sektor air 2,25 miliar dollar AS, dan kami membuka 14.000 lapangan kerja,” ujarnya.
Singapura juga tidak tergantung pada energi fosil karena mengembangkan energi surya. Pada 2020, energi surya diharapkan bisa menghasilkan listrik hingga mencapai 1 gigawatt.
Selain itu, negara tersebut mengembangkan sistem transportasi umum dengan baik, sehingga warga mudah mengakses semua kawasan dengan cepat dan mudah. Menurut Masagos, apa yang dinikmati warga Singapura saat ini adalah hasil dari tiga faktor yakni kebijakan, kerja sama, dan semangat.
Senator Filipina, Loren Legarda memaparkan, negaranya terdampak perubahan iklim. Angin topan, kenaikan level air laut, dan perubahan suhu dirasakan warga negara itu. Pada 2014, angin topan melanda Manila dan menewaskan 10 orang.
Untuk itu negara-negara di ASEAN berkomitmen pada ekonomi berkelanjutan yakni pertumbuhan ekonomi mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Isu lingkungan tak terbatas pada hutan, tapi juga sosial masyarakatnya.
Ketua Singapore Institute of International Affair, Simon Tay mengatakan kesimpulan yang bisa diambil dalam dialog itu adalah adanya kerja bersama. Dengan demikian, perlu ada keterlibatan semua pihak, termasuk negara, perusahaan, dan warga dalam mengatasi persoalan perubahan iklim.