Geliat Semangat Literasi
Geliat gerakan literasi dari masyarakat untuk negeri terus menyebar. Awalnya, memang fokus untuk memastikan akses pada buku-buku berkualitas dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat dari kota hingga pelosok desa. Belakangan, gerakan literasi yang lahir dari inisiatif masyarakat mulai bertransformasi pada makna yang lebih luas lagi.
Semangat kerelawanan masyarakat dalam menggerakan literasi bagi negeri, dihadirkan dalam peringatan Hari Buku Sedunia (23 April) yang ditetapkan UNESCO.
Namun, sejatinya, bagi pegiat literasi masyarakat yang terhimpun dalam Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM), gelora literasi sebenarnya juga ada dalam peringatan Hari Kartini (21 April) dan Hari Pendidikan Nasional (2 Mei). Ketiga peringatan yang penting dalam skala dunia dan nasional tersebut sesungguhnya memiliki benang merah dalam mengukuhkan pentingnya literasi bagi umat manusia. Ketiga peringatan yang di dalamnya punya semangat literasi tersebut dirayakan Forum TBM dengan menggelar acara bertajuk Literasi Bagi Negeri di Rumah Baca Dunia di Kota Serang, Banten, yang dibuka pada Sabtu (21/4/2018).
Banyak pegiat TBM dari yang hadir di Rumah Dunia yang digagas Gola Gong, salah satu penulis ternama. Kegiatan ini pun bersinergi dengan berbagai institusi pemerintah daerah di bidang pendidikan hingga sekolah dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi. Banyak relawan yang bergiat di bidang literasi, mulai dari yang membuka TBM, mobil keliling perpustakaan, hingga motor literasi hadir di Rumah Dunia.
Ketua Umum Forum TBM Firman Venayaksa mengatakan geliat literasi sudah semarak dilakukan pegiat literasi lewat TBM secara sukarela, jauh sebelum dikuatkannya kembali gerakan literasi sekolah dan gerakan literasi nasional. "Kehadiran ribuan TBM yang ada di kota hingga pelosok, seaungguhnya jadi kekuatan di masyarakat yang bisa bersinergi dengan pemerintah dan pihak lain untuk memperkuat literasi nasional. Minat baca masyarakat yang dituding rendah, jadi pelecut bagi pegiat literasi untuk mendekatkan buku ke masyarakat," kata Firman.
Firman meyakini bukan minat baca yang jadi masalah, namun akses pada bahan bacaan yang membuat literasi dasar, yakni membaca dan menulis, tidak tumbuh dengan baik. "Demi mendekatkan akses buku ke masyarakat, ada pegiat yang bawa motor ke kampung-kampung. Ternyata, ketika ada yang menggerakan literasi, masyarakat tertular. Inilah yang membuat gerakan literasi dari masyarakat menjalar, mulai dari yang sederhana yakni menyediakan buku bacaan," tutur Firman.
Bagi Forum TBM peringatan Hari Buku Sedunia selalu dirayakan dengan beragam kegiatan. Namun, sekarang ditemukan benang merahnya dengan peringatan Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional.
"Kartini bukan hanya tokoh emansipasi perempuan. Dia jadi terkenal karena mengajarkan membaca dan menulis, khususnya bagi perempuan. Dan dia pun meninggalkan banyak pemikiran dalam tulisan. Kartini merupakan ibu literasi bangsa," kata Firman.
Literasi pun menjadi bagian penting dari pendidikan. Semangat pendidikan dalam Hardiknas membuat literasi tidak lagi hanya sekadar baca, tulis, dan hitung, namun yang fungsional untuk memberdayakan masyarakat. Tak heran, literasi dalam semua hal kini jadi kebutuhan dalam era informasi ini.
Firman mengatakan gerakan literasi kini juga jadi ajakan kepedulian untuk berbagi. Lewat pengiriman buku secara gratis di kantor pos pada tanggal 17 tiap bulannya, ada kepedulian untuk membagikan buku-buku ke daerah.
"Kami menyambut baik kebijakan pemerintah untuk pengiriman buku gratis. Akses buku kini semakin terbuka. Bagi pegiat literasi yang sempat gelisah karena harga buku yang dikirim tak sebanding dengan biaya pengiriman yang tinggi, kini sudah dapat jalan keluar," kata Firman.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menghadiri kegiatan Forum TBM mengatakan rendahnya kemampuan literasi siswa Indonesia merupakan cerminan rendahnya budaya literasi di masyarakat. Mendikbud mengajak semua pihak agar bergerak bersama meningkatkan budaya baca generasi muda.
“Literasi itu tidak cukup dengan membaca 15 menit saja,” kata Muhadjir.
Menurut Muhadjir, literasi tidak hanya digerakkan melalui sekolah, tak kalah penting juga di keluarga, dan masyarakat. Kebiasaan membaca buku bersama dengan anak, atau mendongeng merupakan wujud konkret yang bisa dilakukan orang tua untuk menumbuhkan budaya literasi.
“Jangan sampai anak-anak bisa baca, tapi tidak tahu, tidak paham apa yang dibacanya,” kata Muhadjir
Peran pegiat Forum TBM serta pustakawan dipandang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan literasi generasi muda. Mendikbud berpesan agar para pegiat dan pustakawan tidak hanya memberikan pelayanan dalam mengantar buku bacaan ke anak-anak.
"Bantu juga agar anak-anak untuk paham dengan yang dibaca. Mereka juga dapat memberikan fasilitasi untuk diskusi yang mendorong pemahaman lebih mendalam," kata Muhadjir.
Motor literasi
Memastikan akses buku tersedia bagi masyarakat, jadi dorongan lahirnya motor literasi (Moli) yang diresmikan di peringatan Hari Buku Sedunia di Banten pada 2017. Genap setahun Moli diluncurkan, geliatnya telah menyebar ke berbagai komunitas motor di berbagai daerah.
Motor pribadi disulap jadi "perpustakaan" berjalan. Ada yang dengan menaruhkan tas berkantong di bagian belakang, ada pula yang membuat kotak kayu yang bisa diisi hingga memuat 100 buku bacaan. Ada yang bergerak sendiri, ada pula yang berombongan.
Wahyu Al-jawi (37), sehari-hari bekerja sebagai office boy di institusi pemerintah daerah. Namun, tiaophari Minggu pagi, dia membawa motornya yang disulap jadi Moli untuk membuat gelaran buku di alun-alun Kota Serang. "Takbsekadar sediain buku bacaan, saya juga memberikan edukasi ke orangtua agar mau membaca dengan anak. Bagi yang tertarik menulis, saya juga bersedia memberikan masukan," kisah ayah tiga anak ini.
Wahyu yang hobi membaca dan bermimpi jadi penulis setelah ikut pelatihan menulis di Rumah Dunia, merasa ingin berbuat aksi nyata dalam menggerakan literasi masyarakat. Dia juga ingin membuktikan bahwa pekerja seperti dirinya pun tetap bisa jadi seorang penulis.
"Sudah ada dua antalogi puisi yang terbit. Saya terpikir untuk buat buku office boy yang jadi penulis," kata Wahyu.
Bagi Andri Fagundes (25), pekerja di institusi pendidikan di Banten, terbentuknya Moli dapat mengubah citra beragam komunitas motor yang lebih sering dipandang sebagai pembuat resah di masyarakat. Komunitas motor banyak yang juga aktif sebagai Moli sebagai kontribusi ke masyarakat. (ELN)