JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengeluh kekurangan armada kapal untuk keperluan penelitian. Dari dua kapal yang dimiliki, satu kapal dalam kondisi tidak layak digunakan sehingga harus segera ditarik. Tinggal satu kapal untuk menopang kegiatan riset yang sangat beragam.
”LIPI sudah mengajukan permohonan penambahan satu kapal untuk menggantikan kapal yang tidak layak ke Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Namun, hingga kini belum ada persetujuan,” ujar Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto, Jumat (23/3).
Kapal yang akan dibeli harus lebih canggih daripada kapal riset yang ada saat ini. Alasannya, kapal itu tidak hanya digunakan oleh peneliti di LIPI, tetapi juga peneliti di perguruan tinggi.
Saat ini, LIPI memiliki kapal riset Baruna Jaya VIII, sedangkan kapal riset Baruna Jaya VII akan ditarik. Kapal Baruna Jaya VII diproduksi pada 1998 oleh perusahaan galangan PT PAL Indonesia Surabaya. Kapal berbobot mati 771 ton ini berpangkalan di Ambon.
Adapun kapal riset Baruna Jaya VIII diproduksi pada 1998 oleh galangan Mjelm dan Karlsen, Norwegia. Kapal berbobot mati 1.300 ton ini merupakan kapal oseanografi termodern di kelasnya. Kapal memiliki satu nakhoda dan 23 awak kapal.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir berjanji akan memfasilitasi peningkatan sarana dan prasarana untuk mendukung penelitian, termasuk merevitalisasi kapal riset.
Kapal riset ini digunakan antara lain untuk ekspedisi penelitian laut dalam di selatan Jawa selama 14 hari mulai Jumat (23/3) hingga 5 April 2018. Ini merupakan eksplorasi biologis laut dalam terpadu yang pertama kali dilakukan di bagian laut Indonesia yang sebagian besar belum dijelajahi.
Ekspedisi ini merupakan kolaborasi ilmiah yang dilakukan 31 peneliti, yakni 17 peneliti Indonesia dan 14 peneliti Singapura. Kerja sama di bidang penelitian ini sekaligus menandai 50 tahun hubungan diplomatik bangsa Indonesia dan Singapura.
Kapal riset Baruna Jaya VIII juga telah digunakan untuk penelitian tentang Samudra Hindia sejak 2015 dalam ekspedisi Widya Nusantara di Mentawai, Enggano, dan Aceh.