Saat Pernyataan Ketua MK Tak Cukup Membalikkan Kekhawatiran Publik
Ketua MK Anwar Usman dan MK telah berulang menegaskan pernikahan Anwar dengan adik Presiden Jokowi tak akan mengoyak independensi MK. Namun, hal itu tak cukup. Suara tuntutan agar Anwar mundur terus muncul.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Siaran langsung pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan adik Presiden Joko Widodo, Idayati, dari depan Gedung Graha Sabha Buana, Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (26/5/2022).
Kekhawatiran bahwa Mahkamah Konstitusi atau MK tak lagi independen dan imparsial setelah Ketua MK Anwar Usman menikah dengan adik kandung Presiden Joko Widodo, Idayati, terus membayangi. Meski Anwar Usman dan MK telah berulang kali menegaskan MK akan tetap independen, kekhawatiran tersebut tak lantas sirna.
Salah satunya bisa terlihat dari munculnya petisi daring di laman change.org. Petisi itu mendesak agar Ketua MK segera mundur dari jabatannya, pasca-pernikahannya dengan adik Presiden Joko Widodo, Idayati, Kamis (26/5/2022). Alasannya, selain dianggap melanggar aturan etik kehakiman, berpotensi pula konflik kepentingan saat MK menangani perkara yang berhubungan dengan Presiden sebagai kakak iparnya.
Petisi itu diluncurkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) seminggu setelah pernikahan Anwar Usman. Hingga Minggu (5/6/2022), sudah hampir 500 orang menandatangani petisi daring tersebut.
Ketua Badan Pengurus Nasional (BPN) PBHI Julius Ibrani mengatakan, petisi dibuat karena pihaknya ragu Usman bisa obyektif dalam memeriksa perkara. Selama ini, dalam perkara pengujian undang-undang (UU) oleh MK, posisi presiden adalah sebagai pihak tergugat sama dengan DPR. Sebab, UU merupakan produk politik presiden dan DPR.
Presiden Joko Widodo menjadi wali dalam akad nikah adiknya, Idayati, dengan Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi, di Gedung Graha Saba Buana, Surakarta, Kamis (26/5/2022). Wakil Presiden Maruf Amin dan Nyonya Wury ikut hadir. Wapres Amin bersama Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga menjadi saksi dalam akad nikah.
Selain itu, presiden sebagai eksekutif juga pelaksana UU. Dalam setiap pengujian UU, keterangan presiden selalu mempertahankan atau menolak pembatalan. Artinya, dari segi kepentingan dapat dianggap berlawanan dengan pemohon yang mengalami kerugian konstitusional atas hak dan atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945.
Sejak MK berdiri pada 2003, ada 1.514 perkara pengujian undang-undang yang artinya rata-rata per tahun adalah 79 perkara. Untuk 2022, tercatat ada 35 putusan, 50 perkara yang masih diproses, dan 30 perkara yang sedang diuji.
Konflik kepentingan lain yang dipandang oleh Julius adalah jika ada perselisihan terhadap hasil pemilihan umum, yakni Pilkada Solo atau Medan, yang dimenangkan anak dan menantu Presiden Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution. Perselisihan hasil pilkada itu tentu akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan akan ditangani oleh Anwar Usman.
”Hubungan semenda ini tentu bermasalah baik dari segi etika profesi dan perilaku hakim, substansi perkara yang diperiksa di MK dan kaitannya dengan jabatan presiden. Termasuk ’status’ negarawan yang menjadi syarat bagi hakim konstitusi,” ujar Julius melalui keterangan tertulis, Kamis.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani dalam diskusi publik ”Mencari sosok Hakim Adhoc Tipikor yang Berintegritas”, Rabu (2/3/2022).
Imparsialitas hakim MK, ditekankannya, menjadi sangat penting untuk menghindari benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest). Hal itu telah diatur pula dalam Pasal 17 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal itu menegaskan bahwa ketua majelis, hakim anggota, jaksa atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.
Aturan lain soal menghindari potensi konflik kepentingan itu juga jelas diatur dalam Peraturan MK Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi terkait prinsip independensi.
Di aturan itu disebutkan bahwa proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara terkait erat dengan independensi mahkamah sebagai institusi peradilan yang berwibawa, bermartabat, dan tepercaya. Independensi hakim konstitusi dan pengadilan terwujud dalam kemandirian dan kemerdekaan hakim konstitusi, baik sendiri-sendiri maupun sebagai institusi, dari pelbagai pengaruh.
Kemudian dalam prinsip imparsialitas di Pasal 5, hakim konstitusi disebutkan harus mengundurkan diri dari pemeriksaan suatu perkara apabila hakim tersebut tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap tak berpihak karena alasan di antaranya mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak, dan atau hakim konstitusi itu atau anggota keluarganya memiliki kepentingan langsung terhadap putusan.
KOMPAS/KELVIN HIANUSA
Ketua MK Anwar Usman saat memimpin sidang di Gedung MK, Jakarta.
Julius juga menegaskan, posisi hakim konstitusi berbeda dengan hakim-hakim lainnya. Sesuai Pasal 33 huruf (c) UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 15 huruf (c) UU No 24/2003 tentang MK disebutkan bahwa hakim konstitusi harus memenuhi syarat negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
”Bagaimana bisa disebut sebagai negarawan jika melanggar ketentuan hukum, etika profesi, dan perilaku hakim konstitusi, serta berpotensi terjadi konflik kepentingan kekuasaan politik. Padahal, jelas, sebagai penjaga konstitusi (guardian of constitution) sekaligus seorang negarawan harusnya mengedepankan kepentingan negara dan hak kewenangan konstitusionalitas warga negara. Oleh karena itu, Anwar Usman harus mundur dari jabatan hakim konstitusi dan Ketua MK,” kata Julius.
Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih saat dikonfirmasi, Jumat (3/6), mengatakan, dirinya belum bisa berkomentar terkait petisi daring yang dibuat oleh PBHI. Dirinya harus berkoordinasi dengan delapan hakim konstitusi lainnya untuk menyampaikan sikap MK secara kelembagaan.
”Saya harus berkoordinasi dengan hakim lainnya,” ujar Enny singkat.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Sembilan hakim kontitusi dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) dalam salah satu sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Namun, dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Anwar Usman dan MK tetap pada posisinya. Pernikahan Anwar diyakinkan tak akan menggerus independensi hakim MK dalam memutus perkara apa pun.
Saat konferensi nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Bali, Kamis (19/5), misalnya, Anwar Usman menepis kekhawatiran publik terkait dengan pernikahannya. Anwar mengklaim konflik kepentingan bisa dihindari karena, dalam memutus perkara di MK, ada delapan hakim konstitusi lainnya. MK tetap independen dan tidak memihak dalam memutus perkara.
”Seperti yang pernah dikatakan Prof Enny Nurbaningsih beberapa waktu lalu. Faktanya bahwa kami tidak tunduk kepada salah satu hakim konstitusi, termasuk ketua. Jadi, putusan atau pendapat ketua tidak harus diikuti. Kami masih independen, masing-masing merdeka untuk menyampaikan pendapat. Jadi, keliru kalau ada pendapat dari siapa pun kalau ketua bisa memengaruhi putusan. Itu tidak mungkin,” kata Anwar.
Meski demikian, Ketua Forum Rektor Indonesia Panut Mulyono menilai, penegasan itu belum cukup untuk meyakinkan publik.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Rektor UGM Panut Mulyono.
”Hal semacam itu memang untuk ukuran publik itu sulit. Walaupun dirinya punya integritas yang tidak diragukan, publik belum tentu bisa menerima. Jadi, ini, menurut saya, memang hal sulit. Ketua MK pasti di dalam dirinya memastikan berbuat sesuai dengan regulasi tanpa terpengaruh posisi beliau. Tetapi, bagi masyarakat sulit untuk mengukur itu sebelum ada praktik semacam itu,” kata Panut.
Yang jelas, pernikahan Anwar Usman, akan menjadi ujian integritas bagi Ketua MK, dan MK secara kelembagaan. MK harus dapat memastikan bahwa dalam penanganan perkara tidak terjadi konflik kepentingan.
Mundur dari perkara
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie berpendapat senada. Untuk membalikkan kekhawatiran publik, MK dituntut untuk menjaga sense of ethics. MK tidak hanya harus menjaga independensinya melalui perkataan, tetapi harus benar-benar terlihat independen saat memeriksa perkara. Demikian pula dengan prinsip imparsialitas saat memeriksa perkara. Selain berkomitmen untuk selalu imparsial, MK juga harus terlihat imparsial saat memeriksa perkara.
Selain itu, untuk mencegah orang mengaitkan MK dengan posisi Anwar Usman sebagai ipar Presiden, Ketua MK bisa saja mundur dari perkara atau nonaktif sementara ketika menghadapi perkara yang berpotensi konflik kepentingan.
Jimly menegaskan, penegakan sistem etika dengan meningkatkan rasa etika itu sangat penting karena posisi MK yang dekat dengan politik. MK berwenang menguji konstitusionalitas UU, mengadili sengketa hasil pemilu, hingga pembubaran partai politik.
Oleh karena itu, dalam penanganan perkara ke depan, kepercayaan dan ekspektasi publik harus dijaga. Terutama dengan menegakkan rule of ethics unjuk menjaga demokrasi.
Karena itu, Jimly juga meminta agar dewan etik di MK dipertahankan. Ini penting untuk mengawal penegakan aturan etik di MK.