Anggota Mujahidin Indonesia Timur Disinyalir Terus Bertambah
Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur disinyalir mulai merekrut anggota dari luar wilayah Poso. Polri perlu terus mencegah agar kelompok ini tidak semakin membesar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers, Selasa (17/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Penangkapan 24 tersangka tindak pidana terorisme di tiga provinsi berbeda dinilai menjadi salah satu sinyalemen bahwa Mujahidin Indonesia Timur atau MIT masih berkembang. Bahkan, kelompok teroris ini disinyalir telah bersikap terbuka terhadap perekrutan anggota dari wilayah lain.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, dalam keterangan pers, Selasa (17/5/2022), mengatakan, pada 14 Mei, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap 24 tersangka tindak pidana terorisme yang merupakan bagian dari kelompok MIT. Sebanyak 22 orang ditangkap di Sulawesi Tengah, seorang di Kalimantan Timur dan seorang lagi di Bekasi, Jawa Barat.
Adapun inisial 24 tersangka tersebut adalah MIR, BSS, ETO, MB, IS, FM, TT, SH, H, AWS, DRM, TL, AMW, MR, EA, DM, IS, RK, LY, RK, ISR, MAM, K, dan FS. Densus 88 Antiteror Polri juga melakukan penggeledahan di kediaman para tersangka tersebut. ”Kedua puluh empat tersangka ini tergabung dalam kelompok MIT Poso danbeberapa di antara mereka sebagai pendukung ISIS. Sebagian dari mereka sudah melakukan baiatterhadap ISIS dengan membaca teks yang dikirim melalui grup Whatsapp.Baiatnya dilakukan mandiri,” tutur Ahmad.
Baiat tersebut dilakukan kepada pemimpin atau amirul mukminin ISIS atau Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang baru, yakni Abu al Hassan al Hashemi al Quraishi.Dari penggeledahan, Densus 88 menemukan barang bukti, antara lain 8 senapan angin PCP (pre-charged pneumatic air rifle) beserta peredam dan penyangga, 1 senapan angin PCPmerah-hitam, 1 pistol revolver, 2 magazine M16, 244butir amunisi kaliber 5,56 mm, serta 10 butir amunisi kaliber 38 special. Selain itu, petugas juga menemukan 1 panah, 6 anak panah, 22 parang,4 badik, 1 pisau lipat, dan 26 telepon genggam.
Menurut Ahmad, 24 tersangka terorisme itu ditangkap karena mereka telah mengikuti pelatihan. Selain sebagian telah berbaiat kepada NIIS, mereka juga berencana bergabung dengan kelompok MIT Poso yang saat ini tersisa dua orang. Mereka juga disebutkan memberikan dukungan kepada kelompok MIT di Poso. ”Membantu penyiapan logistik, termasuk logistik amunisi dan menyembunyikan informasi-informasi terkaitkegiatan MIT Poso itu sendiri,” ujar Ahmad.
Secara terpisah, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, Al Chaidar, berpandangan, penangkapan 24 tersangka yang tergabung dengan kelompok MIT menunjukkan kelompok tersebut masih bergerak dan belum habis. Itu berarti pula bahwa, selama 22 tahun, kelompok MIT yang merupakan kelompok teroris berbasis teritori dan organik itu masih bertahan.
Menurut Al Chaidar, selama ini kelompok MIT merekrut anggota dari mereka yang berada di Poso atau jaringan kelompok primordial berupa jaringan keluarga yang berasal dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jika kemudian terdapat anggota dari tempat lain, seperti Bekasi atau Kalimantan Timur, hal itu menunjukkan MIT telah membuka diri bagi pihak lain.
Menurut dia, jika dirunut ke belakang, dulu kelompok MIT didukung oleh Jamaah Islamiyah (JI). Namun, setelah MIT menyatakan dukungan dan bergabung dengan NIIS sekitar tahun 2014-2015, JI kemudian melepaskan dukungannya. Dengan bergabung ke NIIS, MIT diharuskan menerima orang-orang yang direkrut dari wilayah lain, termasuk mereka yang berasal dari Mindanao di Filipina dan Uighur, China. Meski demikian, MIT tetap tidak mau menerima anggota dari luar hingga sekitar tahun 2020.
DOKUMENTASI PUSPEN TNI
Medan yang harus dihadapi aparat gabungan TNI-Polri dalam mengejar teroris anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Sulawesi Tengah.
Di sisi lain, kata dia, MIT selama ini mendapatkan senjata api biasanya dari Mindanao. Selain itu, mereka juga sering beraksi di Kota Poso dalam rangka merebut senjata aparat. ”MIT ini sudah hampir habis, hanya tersisa dua orang. Harusnya tidak dibiarkan berkembang dan menyebarke lokasi lain. Sebab, dikhawatirkan menjadi gerakan yang lebih besar,” kata Al Chaidar.
Meski demikian, lanjut Al Chaidar, ketika menerima banyak anggota, MIT akan menjadi kelompok yang gemuk. Akibatnya, mereka akan semakin mudah dilacak oleh aparat.