Penetapan empat tersangka, yang salah satunya adalah pejabat eselon I Kementerian Perdagangan, tidak serta-merta menyelesaikan masalah langka dan mahalnya minyak goreng. Diduga ada faktor lain yang lebih berperan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Motif pemberian fasilitas ekspor oleh pejabat terkait dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya dinilai merupakan unsur penting dalam kasus tersebut. Penyidik Kejaksaan Agung diharapkan dapat mengungkapkan tidak hanya demi kasus itu saja, tetapi juga agar kejadian harga minyak goreng yang mahal dan langka tidak terjadi lagi.
Penyidik telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya. Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW); Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor (MPT); Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) Stanley MA (SMA); dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang (PT).
Pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, Senin (16/5/2022), berpandangan, secara hukum formil, dugaan gratifikasi terhadap tersangka pejabat tersebut tidak harus dibuktikan. Sebab, unsur adanya kerugian negara dan unsur menguntungkan orang atau pihak lain sudah terpenuhi. Selain itu, tersangka pejabat Kemendag tersebut diduga melakukan pelanggaran hukum dengan memberikan persetujuan ekspor meskipun tidak memenuhi syarat.
Meskipun demikian, penyidik tetap harus mendalami kemungkinan adanya pemberian tidak dalam bentuk materiil, tetapi imateriil. Bahkan, pemberian janji sudah merupakan unsur pidana. Sebaliknya, jika unsur penerimaan gratifikasi atau suap tidak dapat dibuktikan, kasus itu menjadi aneh. Sebab, ada pihak atau perusahaan mendapat keuntungan yang luar biasa dari kebijakan itu, sementara pengambil kebijakan tidak mendapat apa-apa.
Harus dicari tahu kenapa pemberian ekspor itudilakukan? Atau jangan-jangan itu sudah menjadi praktik sejak dulu bahwa pemberian fasilitas ekspor diberi terlebih dahulu, sementara pemenuhan syaratekspornya dipenuhi belakangan. Jadi, tersangka dirjen itu hanya meneruskan kebijakan yang selama ini berjalan.
”Tetap harus dicari tahu kenapa pemberian ekspor itudilakukan? Atau jangan-jangan itu sudah menjadi praktik sejak dulu bahwa pemberian fasilitas ekspor diberi terlebih dahulu, sementara pemenuhan syaratekspornya dipenuhi belakangan. Jadi, tersangka dirjen itu hanya meneruskan kebijakan yang selama ini berjalan,” kata Agustinus.
Di sisi lain, menurut Agustinus, seharusnya kejadian langka dan mahalnya minyak goreng akan segera mereda atau selesai ketika para tersangka diungkapkan kepada publik. Sebab, tindakan itu merupakan salah satu langkah korektif terhadap masalah langka dan mahalnya harga minyak goreng.
Namun, kenyataannya, fenomena minyak goreng langka dan mahal tetap terjadi sehingga akhirnya Presiden memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa masalah belum selesai dan masih ada hal atau faktor lain yang menjadi penyebab mahal dan langkanya minyak goreng.
Kalaupun tersangka dirjen itu tidak punya motif untukmemberikan keuntungan kepada orang lain, maka sekalipununsur-unsurnya terpenuhi, hukum pidana mensyaratkan adanya kesalahan. J adi, harus dibuktikan secara substansial bahwa kesalahan ini layak dibebankan kepadanya.
”Kalaupun tersangka dirjen itu tidak punya motif untukmemberikan keuntungan kepada orang lain, maka sekalipununsur-unsurnya terpenuhi, hukum pidana mensyaratkan adanya kesalahan. Jadi, harus dibuktikan secara substansial bahwa kesalahan ini layak dibebankankepadanya,” tutur Agustinus.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman berpandangan, pihaknya berharap penyidik mendalami motif tersangka pejabat negara yang diduga memberikan persetujuan ekspor meski tidak memenuhi syarat. Menurut Boyamin, bisa saja pemberian itu baru berupa janji.
”Jadi, harus dicari semuanya karena belum tentu pemberian, melainkan baru janji untuk memberikan nanti. Namun, kita serahkan semua ke Kejaksaan Agung meski kalau tidak ketemu (motifnya), tetap fokus saja pada dugaan menyalahgunakan wewenang,” tutur Boyamin.
Menurut Boyamin, pengungkapan motif pemberian fasilitas ekspor itu tetap penting. Dengan demikian, adanya motif tersebut akan melengkapi dugaan penyalahgunaan wewenang yang melawan hukum dalam perkara itu.
Secara terpisah, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melalui keterangan tertulis menyampaikan, penanganan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan turunannya masih berlangsung. Saat ini, tim penyidik telah melakukan perpanjangan penahanan terhadap keempat tersangka untuk 40 hari ke depan.
”Selain itu, penyidik juga terus memperkuat pembuktian dan upaya mencari aset para tersangka untuk pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara yang terjadi,” ujar Burhanuddin.