Wali Kota Ambon Diduga Terima Suap Rp 500 Juta untuk Izin Pembangunan 20 Gerai Ritel
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy diduga menerima imbalan sebesar Rp 500 juta untuk penerbitan izin prinsip pembangunan 20 gerai ritel. Imbalan itu diberikan oleh Amri, seorang karyawan usaha ritel.
Oleh
MADINA NUSRAT
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy dan orang kepercayaannya, anggota staf Tata Usaha Pimpinan Pemerintah Kota Ambon Andrew Erin Hehanussa, sebagai tersangka penerimaan imbalan untuk izin prinsip pembangunan geral ritel di Kota Ambon, Maluku, pada 2020. Untuk penerbitan izin itu, Richard diduga menerima suap tak kurang dari Rp 500 juta dari karyawan usaha ritel, Amri, untuk pembangunan 20 gerai ritel di Kota Ambon.
Baik Richard maupun Andrew dijemput secara paksa oleh penyidik KPK, di Jakarta, Jumat (13/5/2022). Adapun Amri masih buron. Sama halnya dengan Richard dan Andrew, Amri juga ditetapkan sebagai tersangka.
Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat malam, menyampaikan, KPK menaruh keprihatinan terhadap perilaku kepala daerah dan penyelenggara negara yang kerap terjerat kasus suap. Ia mengungkapkan, dari 30 jenis dan rupa tindak pidana korupsi, yang paling menonjol dan kerap ditangani KPK ialah tindak pidana penyuapan. Jumlahnya mencapai 791 perkara atau 64 persen dari 1.231 perkara yang ditangani KPK.
”Pada (Jumat) malam ini, kami sampaikan tindak pidana penerimaan hadiah terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang usaha ritel tahun 2020 di Kota Ambon,” ucapnya.
Dugaan pemberian suap terhadap Richard ini, menurut Firli, telah diselidiki KPK sejak beberapa waktu lalu hingga akhirnya ditingkatkan ke penyidikan pada April setelah diperoleh bukti permulaan yang cukup. Namun, saat dilanjutkan ke pemeriksaan, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2011-2016 dan 2017-2022 ini mengajukan penundaan pemeriksaan dengan alasan sedang menjalani perawatan medis.
Penyidik kemudian berinisiatif untuk mengonfirmasi dan mengecek pemeriksaan kesehatan yang dilakukan Richard. Dari hasil pengamatan dan pengecekan, tim penyidik mendapatkan bahwa Richard dalam kondisi sehat dan dapat memenuhi panggilan pemeriksaan. Oleh karena itu, tim penyidik melakukan upaya paksa menangkap Richard di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta Barat dan membawanya ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk diperiksa.
”Tim penyidik selanjutnya membawa RL (Richard Louhenapessy) ke Gedung Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ucap Firli.
Saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Richard mengaku, kakinya sakit. Ia pun membantah dijemput paksa oleh penyidik KPK. ”Saya sakit kaki,” katanya.
Untuk setiap dokumen perizinan yang diterbitkan itu, Richard meminta imbalan Rp 25 juta dengan ditransfer lewat rekening bank milik Andrew, orang kepercayaannya.
Meminta imbalan
Berdasarkan penyidikan KPK sementara ini, menurut Firli, Richard diduga menyanggupi keinginan Amri agar ia segera menerbitkan izin pembangunan gerai ritel yang diajukan. Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga Amri aktif berkomunikasi dan mengadakan pertemuan dengan Richard.
Untuk memenuhi permohonan Amri, Richard memerintahkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Pemkot Ambon untuk segera menerbitkan berbagai permohonan izin, antara lain surat izin tempat usaha (SITU) dan surat izin usaha perdagangan (SIUP). Untuk setiap dokumen perizinan yang diterbitkan itu, Richard meminta imbalan Rp 25 juta dengan ditransfer lewat rekening bank milik Andrew.
Khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel, diduga Amri memberikan uang kepada Richard sebesar Rp 500 juta. Uang itu diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
”Diduga RL juga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Hal ini masih akan terus didalami oleh tim penyidik,” kata Firli.
Terkait dengan Amri, Firli menyampaikan, pihaknya mengimbau siapa pun yang mengetahui keberadaan Amri untuk memberitahukannya kepada KPK. ”Tentu kami juga mengimbau, jangan ada pihak yang menyembunyikan keberadaan AR (Amri). Karena setiap tindakan menyembunyikan tersangka, bagian dari tindak pidana korupsi,” ujarnya.