Bupati Bogor Suap Auditor BPK Rp 1,9 Miliar demi Rekayasa Hasil Audit
Bupati Bogor Ade Yasin menargetkan Kabupaten Bogor mendapatkan audit wajar tanpa pengecualian dalam LKPD 2021 . Namun, hasil pemeriksaan BPK Jabar, laporan keuangan tahun 2021 jelek dan bisa berakibat opini "disclaimer".
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bupati Bogor Ade Yasin diduga menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat dengan nilai total Rp 1,9 miliar untuk mengondisikan hasil audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2021. Hasil audit riil, Pemkab Bogor mendapatkan status disclaimer. Ade meminta audit direkayasa agar menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Usai pemeriksaan intensif terhadap 12 orang yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memberikan keterangan pers, Kamis (28/4/2022) dini hari. Firli didampingi Ketua BPK Isma Yatun dan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Firli menerangkan, dalam OTT pada Selasa-Rabu (26-27/4/2022), KPK menangkap 12 orang terkait. Selain bupati, sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Bogor dan pegawai BPK Perwakilan Jabar juga ikut ditangkap.
SKPD Kabupaten Bogor itu di antaranya adalah IA (Kasubid Kas Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah/BPKAD); MA (Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/PUPR); RT (Pejabat Pembuat Komitmen Dinas PUPR); RF (Kepala Sub Bagian Keuangan Sekretariat Daerah); TK (Kepala BPKAD); AR (Sekretaris BPKAD); dan HN (staf BPKAD).
Adapun, dari pihak BPK Perwakilan Jabar ditangkap ATM (Kasub Auditorat Jabar III atau pengendali teknis); AM (Ketua Tim Audit Interim); GGTR (pemeriksa); dan HNRK (pemeriksa).
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memperlihatkan barang bukti uang pecahan rupiah senilai total Rp 570 juta dalam kasus dugaan suap rekayasa audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021 di KPK, Kamis (28/4/2022) dini hari.
Dari 12 orang yang ditangkap itu, KPK menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Mereka adalah pihak pemberi suap yaitu Ade Yasin, MA, IA, dan RT. Adapun dari pihak penerima suap adalah ATM, AM, HNRK, dan GGTR.
Selain menangkap para tersangka, KPK juga menyita barang bukti suap senilai total Rp 1,024 miliar. Barang bukti itu berupa uang tunai Rp 570 juta dan uang di rekening bank sejumlah Rp 454 juta.
Laporan keuangan jelek
Firli menjelaskan, Ade Yasin selaku Bupati Bogor 2018-2023 menargetkan Kabupaten Bogor mendapatkan audit wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam LKPD 2021 dari BPK Perwakilan Jabar. Padahal, dari hasil pemeriksaan tim BPK Perwakilan Jabar, laporan keuangan tahun anggaran 2021 jelek dan dapat berakibat opini disclaimer.
Penyebab jebloknya audit laporan keuangan itu di antaranya adalah temuan pelaksanaan proyek di Dinas PUPR. Salah satunya adalah pekerjaan proyek peningkatan Jalan Kandang Roda-Pakan Sari senilai Rp 94,6 miliar yang diduga tidak sesuai dengan kontrak.
Ade Yasin selaku Bupati Bogor 2018-2023 menargetkan Kabupaten Bogor mendapatkan audit wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam LKPD 2021 dari BPK Perwakilan Jabar. Padahal, dari hasil pemeriksaan tim BPK Perwakilan Jabar, laporan keuangan tahun anggaran 2021 jelek dan dapat berakibat opini disclaimer.
“Namun, setelah Ade Yasin menerima laporan dari IA (Kasubid Kas Daerah BPKAD), dia memerintahkan agar audit laporan keuangan diusahakan agar WTP,” ujar Firli.
IA selaku Kasubid Kas Daerah BPKAD dan MA Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kemudian membuat kesepakatan dengan ATM selaku Kasub Auditorat BPK Jabar III untuk merekayasa audit laporan keuangan tahun 2021.
Sebagai kesepakatan awal, IA dan MA memberikan uang suap Rp 100 juta dalam bentuk tunai di salah satu tempat di Bandung. Setelah pemberian uang muka itu, ATM mengondisikan susunan tim sesuai permintaan Pemkab Bogor.
“ATM mengondisikan agar obyek audit hanya untuk SKPD tertentu agar audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang memengaruhi opini,” jelas Firli.
Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang oleh Ade Yasin melalui IA dan MA kepada tim pemeriksa dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga mencapai total Rp 1,9 miliar.
Dinonaktifkan
Ketua BPK Isma Yatun merasa prihatin dengan kejadian yang melibatkan pegawai BPK. OTT ini dianggap sebagai pukulan berat sekaligus peringatan keras bagi BPK. Dia menyadari langkah untuk memerangi korupsi dan segala bentuknya membutuhkan ketangguhan dan dukungan dari semua pihak.
“Kami sudah menonaktifkan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jabar dan beberapa staf yang menjadi tim pemeriksa untuk kasus ini. Ini untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu integritas, independensi, dan profesionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas BPK,” tegas Isma.
Selain menonaktifkan pegawai BPK Perwakilan Jabar, Isma juga memastikan seluruh pegawai yang terlibat dalam dugaan suap itu juga akan diproses melalui majelis kehormatan kode etik di BPK. Majelis kehormatan kode etik adalah mekanisme untuk menegakkan kode etik sebagai upaya mewujudkan BPK sebagai suatu lembaga negara yang bebas dan mandiri sesuai Pasal 23E Ayat (1) UUD 1945.
Kami sudah menonaktifkan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jabar dan beberapa staf yang menjadi tim pemeriksa untuk kasus ini. Ini untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu integritas, independensi, dan profesionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas BPK (Isma Yatun)
Isma Yatun menegaskan BPK mendukung sepenuhnya upaya KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Selama ini, BPK dan KPK selalu bersinergi dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan akuntabel. Meskipun auditornya tertangkap tangan KPK, BPK juga masih ingin menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Untuk itu kami mendukung upaya-upaya penegakan integritas independensi dan profesionalisme dan kami telah berkoordinasi dengan KPK terkait peristiwa ini yang dapat menjadi deterrent effect bagi siapapun yang melanggar nilai-nilai dasar itu,” kata Isma.
KPK juga telah menaikkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Atas perbuatannya, para pemberi suap yaitu AY, MA, IA, dan RT dijerat Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Adapun, para penerima suap yaitu ATM, AM, HNRK, GGTR dijerat Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.