Wajah-wajah Lama di Seleksi Calon Hakim Agung 2022
Calon hakim agung boleh mengikuti seleksi hingga berkali-kali. Asalkan tidak lebih dari dua tahun berturut-turut. Tahun ini, sejumlah wajah lama juga kembali menjalani seleksi yang diselenggarakan Komisi Yudisial.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
Seleksi wawancara calon hakim agung dan calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi di Komisi Yudisial tahun 2022 diikuti oleh wajah-wajah lama. Sejak awal rekrutmen, setidaknya 30 persen calon hakim pernah mengikuti seleksi di KY. Wajah lama itu paling banyak menghiasi calon hakim dari kamar pidana.
Aviantara, calon hakim agung yang tahun 2021 berhasil lolos uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III, kembali ikut seleksi tahun ini. Saat ini, Aviantara menjabat sebagai Inspektur Wilayah I pada Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Tahun lalu, walaupun nilai yang didapatkan dari Komisi Yudisial (KY) tinggi, Aviantara tidak lolos di uji kelayakan dan kepatutan Komisi III. Dia juga kembali menjajal kemampuannya di tahun ini.
”Kemarin memang gagal di DPR, saya mencoba lagi. Mudah-mudahan kali ini hasilnya bisa lebih baik,” ujar Aviantara seusai seleksi wawancara terbuka di KY, Selasa (26/4/2022).
Aviantara menuturkan, tujuannya ikut seleksi Calon Hakim Agung 2022 adalah ingin mempercepat visi MA untuk mewujudkan peradilan Indonesia yang agung. Jika lolos sebagai hakim agung, dia juga ingin melayani dan memberikan pelayanan yang berkeadilan kepada masyarakat pencari keadilan.
”MA itu core, bisnisnya kan putusan yang berkeadilan. Tujuan utama saya sebagai hakim agung, ya, itu substansinya,” kata mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta itu.
Sebagai inspektur di Bawas MA, lanjutnya, saat ini Aviantara ikut mengembangkan Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP). SMAP adalah sistem akreditasi untuk melihat kondisi integritas sebuah pengadilan. Dalam memitigasi perkara, misalnya, apakah sudah diterapkan mekanisme peta antipenyuapan. Awalnya, pengadilan yang dinilai antipenyuapan mendapatkan standar ISO 37001. Kini, sistem itu diadopsi menjadi semacam sistem akreditasi.
”Di tahun 2022 ini, ada 16 pengadilan lagi yang ditunjuk untuk mengembangkan sistem tersebut,” kata Aviantara.
Pengadilan yang mendapatkan sertifikat SMAP ini, lanjutnya, akan dievaluasi secara berkala untuk melihat keberlanjutan kebijakan anti-penyuapan. Di antaranya adalah penunjukan petugas yang berwenang untuk mengawasi kepatuhan terhadap praktik anti-penyuapan, pembinaan dan pelatihan anggota organisasi, penerapan manajemen risiko pada proyek dan kegiatan organisasi, pengendalian finansial dan komersial, dan pelembagaan laporan prosedur investigasi.
Saat diwawancarai oleh komisioner KY, Amzulian Rifai, Aviantara ditanya tentang sikapnya terhadap hukuman mati. Amzulian menyebutkan tren di dunia saat ini lebih dari 70 persen negara di dunia telah menghapuskan hukuman mati. Negara-negara di dunia itu sudah tidak lagi memunculkan hukuman mati di dalam sistem hukumnya. Di Indonesia, karena ada pasal di 28 A UUD 1945 yang mengatur tentang hak hidup dan mempertahankan kehidupannya, seharusnya hukuman mati juga dihapuskan.
Aviantara berpandangan hukuman mati masih tercantum dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, di Pasal 5 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim juga diminta untuk menggali nilai-nilai dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Situasi itu, menurut dia dilematis, karena ada masyarakat yang masih memandang hukuman mati diperlukan, tetapi ada pula yang menginginkan untuk dihapuskan.
Oleh karena itu, kata Aviantara, karena hukuman mati masih ada, sebaiknya itu menjadi upaya hukum terakhir (ultimum remidium). Tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman mati, menurut dia, adalah tindak pidana terorisme, narkotika, dan pembunuhan yang sadis.
”Kalau tidak terpaksa jangan sampai dijatuhkan. Misalnya ada pemberatan karena tidak ada rasa kemanusiaan baru bisa dijatuhkan,” kata Aviantara.
Komisioner KY Sukma Violetta bahkan menyebut, dari catatan KY Aviantara dikenal sebagai hakim berintegritas tinggi. Menurut dia, pasti tidak mudah menjalani hakim berintegritas tinggi. Sukma meminta Aviantara menjelaskan bagaimana cara dia menjaga integritasnya.
”Apa masalah yang dihadapi untuk menjaga integritas hakim selama ini? Terhadap masalah itu, apa yang sudah Bapak lakukan?” kata Sukma.
Aviantara mengatakan, menjaga integritas hakim sangat bergantung pada setiap individu. Baginya, sejak awal berkarier sebagai hakim, dia bersyukur karena diberi amanah. Oleh karena itu, amanah itu harus dijaga dengan cara bekerja dengan baik. Caranya mempertahankan adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan YME sesuai dengan sikap hakim yang tertuang dalam lambang lencana hakim.
Hakim harus bertakwa kepada Tuhan YME, berlaku adil, tidak boleh memihak atau berat sebelah dalam memeriksa perkara, hakim tidak meminta imbalan dalam bentuk apa pun, biaya perkara juga dibebankan sesuai dengan tarif.
”Memang tidak mudah, godaan dari sini-sana ada. Tetapi, saya berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan,” kata Aviantara.
Aviantara mengakui godaan hakim memang berat. Meskipun tak secara langsung, dia kerap ditawari pihak ketiga untuk menerima imbalan saat memeriksa perkara. Meskipun saat memeriksa perkara dia menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion), dia juga tetap menaruh hormat terhadap anggota majelis yang lainnya.
Calon lainnya, yaitu Catur Andrianto, juga sudah pernah mengikuti seleksi Calon Hakim Agung tahun 2021. Kala itu, Catur hanya lolos sampai seleksi wawancara di KY. Karena masih diperbolehkan oleh aturan untuk mendaftar, dia kembali mencoba tahun ini. Dia masih memilih sebagai calon hakim di kamar pidana.
”Berdasarkan aturan regulasi kan memang boleh mendaftar asalkan tidak lebih dari dua tahun berturut-turut,” kata Catur.
Catur juga menuturkan, jika terpilih sebagai hakim agung, dia akan menjalankan tugas utama dan berkonsentrasi pada penyelesaian perkara. Dari tahun ke tahun, jumlah perkara yang masuk ke MA terus meningkat. Sementara itu, hakim agung di MA ada yang meninggal dunia karena terkena Covid-19 dan pensiun. Jika terpilih sebagai hakim agung, dia berharap bisa memutus perkara dengan berkeadilan. Oleh karena itu, wajib hukumnya bagi hakim agung untuk berkepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan menguasai pengalaman di bidang hukum.
”Sekarang ini saya hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat. Jika terpilih sebagai hakim agung, tentu harus bersyukur karena bisa berkarier di tingkat nasional. Gaungnya tentu berbeda, apalagi banyak perkara yang berbobot masuk ke MA,” kata Catur.
Saat wawancara terbuka, Sukma Violetta juga mengonfirmasi kepada Catur tentang anak dan menantunya yang berprofesi sebagai hakim di pengadilan tingkat pertama di Tanjung Karang, Lampung. Saat Catur menjabat sebagai hakim tinggi, apakah dia pernah menangani perkara yang sebelumnya ditangani oleh anak atau menantunya.
Catur kemudian menjawab, pada saat dia menjabat sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Lampung, memang dia pernah menangani perkara yang sebelumnya ditangani oleh anaknya. Namun, begitu mengetahui itu perkara anaknya, dia langsung melapor kepada Kepala Pengadilan Tinggi Tanjung Karang. Dia menolak untuk menangani perkara itu karena adanya potensi konflik kepentingan.
Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata
Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, seleksi calon hakim di KY bertujuan untuk mencari sosok hakim agung terbaik yang berkualitas dan berintegritas. Seorang hakim harus memiliki wawasan kenegarawanan, menguasai hukum materiil, formil, filsafat, dan teori hukum, serta memiliki integritas. Hakim juga harus memiliki kejelasan visi dan misi yang dimiliki oleh calon hakim.
Calon hakim boleh mengikuti seleksi hingga berkali-kali. Asalkan tidak lebih dari dua tahun berturut-turut. KY akan berusaha meloloskan calon hakim sesuai kebutuhan yang diajukan oleh MA. Pada tahun ini, MA membutuhkan hakim untuk mengisi satu orang di kamar perdata, empat orang di kamar pidana, satu orang kamar agama, dua kamar tata usaha negara khusus pajak, dan tiga hakim ad hoc tipikor.
”KY berkomitmen untuk menyeleksi calon hakim yang berkualitas dan berintegritas, tidak kuper dengan isu-isu hak asasi manusia (HAM) terkini. Namun, jika sudah sampai ke DPR, itu sudah bukan kewenangan kami,” pungkas Mukti Fajar.