Sidang Praperadilan, Kemendag Sebut Tudingan Mafia Minyak Goreng Tak Jelas
Kementerian Perdagangan menilai permohonan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia terkait mafia minyak goreng tidak berdasar.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah sempat tertunda, sidang praperadilan gugatan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI terhadap Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi akhirnya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2022). Alih-alih menjelaskan mengenai penyidikan mafia minyak goreng, tim kuasa hukum Kementerian Perdagangan malah menuding permohonan praperadilan yang diajukan MAKI kabur dan tidak mendasar. Tidak ada bukti yang bisa menunjukkan telah terjadi tindak pidana perdagangan atas langka dan mahalnya minyak goreng.
Selain itu, kedudukan hukum MAKI sebagai pemohon praperadilan juga dipertanyakan. ”Pemohon I (MAKI) menyatakan sebagai ormas berbadan hukum, tetapi tidak memiliki dokumen pengesahan dari Menkumham. Dengan demikian, terbukti tidak memenuhi persyaratan sebagai ormas berbadan hukum sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016,” kata Ahmad Fauzan Ibrahim, kuasa hukum Kementerian Perdagangan, dalam sidang praperadilan dengan agenda mendengarkan keterangan dari termohon yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2022).
MAKI mengajukan gugatan praperadilan terhadap Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Gugatan dilayangkan lantaran Mendag tak kunjung menetapkan tersangka tindak pidana perlindungan konsumen dan tindak pidana perdagangan atas kelangkaan serta mahalnya harga minyak goreng. Padahal, pada 18 Maret, Mendag menyatakan telah mengantongi nama calon tersangka mafia yang menimbun minyak goreng.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat itu mengatakan, Mendag memiliki Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga yang juga atasan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang membidangi perlindungan konsumen dan tertib niaga. Bahkan, jumlah PPNS di Kementerian Perdagangan sebanyak 73 orang dalam perlindungan konsumen dan tertib niaga.
Namun, Kemendag tak kunjung mengumumkan tersangka mafia minyak goreng. Karena itulah MAKI menganggap Kemendag telah menghentikan penyidikan terkait dugaan adanya mafia minyak goreng. ”Melalui praperadilan ini, pemohon meminta hakim tunggal pemeriksa perkara agar menyatakan tidak sahnya penghentian penyidikan dugaan mafia minyak goreng oleh PPNS Kemendag. Pemohon juga meminta Mendag dan jajarannya segera menetapkan tersangka mafia minyak goreng,” tutur Boyamin.
Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Dewa Ketut Kartana itu, kuasa hukum Kemendag mengatakan, pemohon menyamakan dirinya sebagai badan hukum commanditaire vennootschap (CV). Untuk mendapatkan status badan hukum CV, MAKI seharusnya melengkapi syarat akta pendirian notaris dan didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri. Penafsiran MAKI sebagai CV itu dianggap keliru. Sebab, kedudukan MAKI dinilai hanya setara sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) yang mendapatkan pengesahan hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
”Pemohon I (MAKI) menyatakan sebagai ormas berbadan hukum, tetapi tidak memiliki dokumen pengesahan dari Menkumham. Dengan demikian, terbukti tidak memenuhi persyaratan sebagai ormas berbadan hukum sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016,” kata Fauzan.
Karena tidak dapat dikualifikasikan sebagai ormas, MAKI dianggap tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan praperadilan.
Menanggapi pernyataan itu, Boyamin mengatakan, MAKI memang belum memiliki pengesahan dari Menkumham. Namun, pemohon II, yaitu Perkumpulan Aspirasi Masyarakat Keadilan Indonesia (Asmaki), telah memiliki bukti pengesahan dari Menkumham. Dokumen bukti akan disertakan dalam sidang pembuktian berikutnya.
”Kami sudah siapkan dokumen-dokumen pelengkapnya sebagai bukti untuk persidangan yang selanjutnya, Yang Mulia,” ujar Boyamin.
Selain dinilai tidak memiliki kedudukan hukum, permohonan yang diajukan MAKI dan Asmaki juga dinilai kabur. Fauzan menilai dugaan telah terjadi tindak pidana perdagangan atas langka dan mahalnya komoditas minyak goreng hanyalah asumsi. Dugaan itu dinilai tidak berdasar karena hingga sidang praperadilan digelar tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa ada tindak pidana dalam peristiwa langka dan mahalnya minyak goreng.
”UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tidak mengatur tentang kelangkaan dan mahalnya suatu produk, tetapi hanya mengatur tentang dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang. Itu pun untuk menyatakan terdapat dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud terdapat ukuran dan kualifikasinya sehingga dapat dinyatakan terjadi pelanggaran hukum,” terang Fauzan.
Selain itu, dugaan penghentian penyidikan atas hilang dan mahalnya produk minyak goreng oleh MAKI juga tidak disertai dengan dokumen surat perintah penyidikan atau surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Oleh karena itu, permohonan yang diajukan dianggap kabur dan layak untuk dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam permohonan, seharusnya pemohon juga menjelaskan secara rinci mengenai waktu dan lokasi kejadian yang menjadi pokok perkara. Sementara dalil pemohon tidak menjelaskan sama sekali lokasi dan periode hilang dan mahalnya minyak goreng tersebut.
”Pada tanggal 18 Maret 2022, Menteri Perdagangan tidak pernah memberikan pernyataan apa pun terkait harga minyak dan penimbunan stok minyak. Oleh karena itu, dalil pemohon merupakan dalil yang tidak benar dan mengada-ada,” ujar Fauzan.
Atas jawaban dari termohon itu, MAKI menyatakan akan membawa bukti-bukti dokumen penguat dalam sidang pemeriksaan berikutnya. MAKI menyatakan bahwa Mendag dan jajarannya harus segera menetapkan tersangka mafia minyak goreng.