Kejaksaan Agung Diharap Serius Ungkap Kasus Paniai
Kejaksaan Agung telah menetapkan IS sebagai tersangka kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014. Namun, penetapan tersangka itu masih menyisakan banyak pertanyaan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keseriusan penyidik dalam mengusut perkara dugaan pelanggaran hak asasi manusia atau HAM berat yang terjadi di Paniai, Papua, tahun 2014 dibutuhkan untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dan keadilan bagi korban dapat dipenuhi. Sebab, berkaca dari proses hukum terhadap perkara pelanggaran HAM berat sebelumnya, semua terduga pelaku bebas dari jerat hukum.
Penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan seorang tersangka dalam perkara dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014, yakni seorang purnawirawan TNI berinisial IS. Ketika peristiwa Paniai terjadi pada 7-8 Desember 2014, tersangka disebutkan merupakan seorang perwira penghubung.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, ketika dihubungi pada Sabtu (9/4/2022), mengatakan, dengan telah ditetapkannya tersangka, harapan besar ada di pundak Kejaksaan Agung. Penyidik diharapkan serius dalam menangani peristiwa Paniai tersebut agar pengalaman penanganan perkara yang terjadi sebelumnya, yakni kasus Abepura, Timor Timur, dan Tanjung Priok, tidak terulang kembali. Dalam ketiga kasus tersebut, tidak ada terduga pelaku yang dihukum.
”Kita punya catatan terkait penanganan kasus pelanggaran HAM berat yang tidak berhasil memberikan keadilan bagi korban, yakni di kasus Tanjung Priok, Abepura, dan Timor Timur,” kata Taufik.
Terkait bentuk keseriusan itu, Taufik berharap agar penanganan peristiwa Paniai tidak dilihat dengan kacamata pidana biasa, tetapi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Penyidik diharapkan memperluas referensinya dengan merujuk pada kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di beberapa negara lain, seperti Rwanda dan Yugoslavia.
Untuk menghadirkan keadilan bagi korban, penyidik juga seharusnya sedari awal melibatkan dan berkomunikasi dengan mereka dan keluarga korban. Selain agar mereka terlibat dalam proses ini, keadilan bagi korban juga harus diwujudkan dalam bentuk kompensasi atau restitusi.
Penanganan peristiwa Paniai tidak dilihat dengan kacamata pidana biasa, tetapi sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.
”Pemenuhan keadilan bagi korban itu harus dimulai sejakpenyidikan, termasuk hak untuk mengetahui. Kejaksaan Agung bertindak sebagai wakil negara untuk memenuhikeadilan bagi korban dengan salah satu tolok ukurnya adalah pemenuhan hak-hak korban,” kata Taufik.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar berpandangan, penetapan IS sebagai tersangka perkara tersebut masih menyisakan pertanyaan terkait rantai komando saat peristiwa Paniai terjadi. Sebab, tersangka IS yang kala itu merupakan perwira penghubung diperkirakan adalah perwira tingkat menengah yang kemungkinan masih memiliki atasan.
”Prinsippertanggungjawaban komando ini yang nanti harus dibuktikan dipengadilan HAM, tidak hanya persoalan kekerasan yang terjadi,” kata Wahyudi.
Belajar dari pengalaman tiga kasus pelanggaran HAM berat terdahulu, Wahyudi berharap penyidik Kejaksaan Agung serius menyiapkan bukti dan saksi dalam rangka membuktikan terjadinya unsur kejahatan dalam kemanusiaan tersebut. Tanpa itu, hasil dari penanganan perkara Paniai dikhawatirkan tidak akan optimal.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, saat ini penyidik perkara dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai masih fokus untuk melengkapi berkas perkara. Ketut memastikan akan menyampaikan perkembangan terbaru penanganan kasus tersebut.
Sebelumnya disampaikan bahwa penetapan IS sebagai tersangka tersebut terkait dengan pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Huruf a dan h juncto Pasal 7 Huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pada saat peristiwa Paniai terjadi, diduga tidak ada pengendalian yang efektif dari komandan militer pada saat itu.
Akibat perkara tersebut, jatuh korban sebanyak 4 orang meninggal dan 21 orang luka-luka. Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 50 saksi, yakni dari masyarakat sipil, unsur kepolisian, unsur TNI, dan ahli.