Pungli Sertifikat Gratis, Kades Klantingsari Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Kepala Desa Klantingsari, Sidoarjo, dituntut 1 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan atas tindakannya memungut biaya hingga jutaan rupiah pada pemohon sertifikat gratis.
SIDOARJO,KOMPAS — Kepala Desa Klantingsari, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Wawan Setyo Budi dituntut hukuman selama 1,5 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Tuntutan itu diajukan atas korupsi pungutan pengajuan sertifikat gratis di desanya hingga jutaan rupiah.
Selain Wawan, dua perangkat Desa Klantingsari, yakni anggota staf Bagian Pemerintahan, Ayu Indah Lestari; dan Kepala Urusan Pemerintahan Supratono juga dituntut masing-masing dengan pidana selama 1,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Ayu dan Supratono diproses dalam berkas perkara terpisah.
”Menuntut terdakwa dinyatakan terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP,” ujar Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sidoarjo Wido Utomo.
Tuntutan terhadap ketiga terdakwa disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (4/4/2022). Sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana itu dihadiri para terdakwa secara virtual dari Rumah Tahanan Kejaksaan Tinggi Jatim tempat mereka ditahan selama proses hukum berlangsung.
Dalam tuntutannya, Wido mengatakan terdakwa Wawan Setyo Budi Utomo (45) pada saat menjabat Kepala Desa Klantingsari menarik pungutan liar (pungli) biaya persiapan pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL. Terdakwa ditangkap penyidik Polresta Sidoarjo di rumahnya, di Desa Klantingsari, dalam operasi tangkap tangan, Kamis (7/10/2021).
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Kepala Desa Klantingsari, Sidoarjo, Wawan saat ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungli pengurusan sertifikat gratis, Kamis (14/10/2021)
Saat ditangkap, pelaku sedang menerima uang dari beberapa calon peserta program PTSL. Adapun total jumlah uang yang berhasil diperoleh terdakwa sebesar Rp 80 juta. Uang itu berasal dari pemohon sertifikat tanah. Mereka menyetorkan dalam jumlah bervariasi mulai Rp 350.000 hingga Rp 1 juta per pemohon.
Program PTSL untuk Desa Klantingsari, menurut rencana, berlangsung pada 2022. Alokasi pemohon untuk program ini belum diketahui. Namun, jumlah pemohon yang mendaftar di Desa Klantingsari saat itu sudah mencapai 800 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 150 orang di antaranya dimintai biaya persiapan oleh terdakwa.
Sebanyak 150 orang di antaranya dimintai biaya persiapan oleh terdakwa.
Wawan dibantu Ayu dan Supratono mendata warga yang menjadi calon pemohon PTSL. Setelah itu, pemohon dikumpulkan dan diberi tahu persyaratan yang harus dipenuhi sejak jauh hari. Persyaratan itu, misalnya, surat kepemilikan hak atas tanah, surat keterangan jual-beli, surat keterangan waris, dan surat keterangan hibah.
Calon pemohon program PTSL yang ingin melengkapi persyaratan dikenai biaya bervariasi. Untuk pembuatan surat keterangan hibah, misalnya, dipatok tarif Rp 350.000 per pemohon. Biaya pembuatan surat keterangan waris sebesar Rp 850.000 dan yang tertinggi adalah biaya untuk surat jual-beli tanah sebesar 5 persen dari nilai jual-beli.
Perbuatan para terdakwa itu dinilai melanggar ketentuan perundangan yang berlaku, di mana biaya pengurusan PTSL adalah gratis. Adapun biaya untuk persiapan pendaftaran tanah sistematis lengkap harus mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Kapolresta Sidoarjo Kombes Polisi Kusumo Wahyu Bintoro menunjukkan korupsi pungli sertifikat gratis dengan tersangka Kades Klantingsari, Wawan, Kamis (14/10/2021)
Dalam SKB No 34/2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis, besaran biaya yang diperlukan untuk kategori V, yakni Jawa dan Bali, sebesar Rp 150.000 per peserta. Biaya itu untuk keperluan, antara lain kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, serta kegiatan operasional petugas kelurahan atau desa.
Kegiatan operasional itu meliputi penggandaan dokumen pendukung, pengangkutan dan pemasangan patok, juga transportasi petugas dari kantor desa ke kantor pertanahan dalam rangka perbaikan dokumen yang diperlukan. Biaya tersebut tidak termasuk pembuatan akta, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), serta Pajak Penghasilan (PPh).
Jaksa Wahyu dari Kejari Sidoarjo menambahkan saat ini terdapat dua perkara pungli terkait pengurusan sertifikat gratis yang ditangani. Satu perkara lainnya menyangkut dugaan pungli yang terjadi di Desa Suko, Kecamatan Sukodono. Dalam kasus ini, Kepala Desa Suko Rokyani sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, Wakil Bupati Sidoarjo Subandi terus mengingatkan agar seluruh kepala desa di wilayahnya tidak bermain-main (korupsi), baik dalam pengelolaan dana desa maupun program sertifikat gratis. Kepala desa harus memiliki inovasi dalam memecahkan persoalan masyarakat demi memberikan pelayanan terbaik.
”Di Sidoarjo sudah banyak desa yang berhasil menyelenggarakan program sertifikat gratis tanpa korupsi. Praktik baik seperti ini hendaknya terus dikembangkan agar penyelenggaraan pemerintahan bisa berjalan optimal,” kata Subandi.
Subandi mengatakan pihaknya baru-baru ini menyerahkan 600 lembar sertifikat tanah milik warga di Desa Medaeng, Kecamatan Waru. Sertifikat tanah itu merupakan hasil sinergi antara masyarakat dengan pemerintah desa dan Badan Pertanahan Negara Kabupaten Sidoarjo dalam program PTSL.
Total terdapat 1.100 sertifikat tanah yang diserahkan kepada masyarakat. Namun, penyerahan itu dilakukan secara bertahap sesuai dengan selesainya proses pengurusan. Bagi masyarakat yang belum ikut program tersebut, bisa mengajukan permohonan pengurusan sertifikat secara mandiri ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo.