Kontras Minta MA Memutus Kasasi Kasus Km 50 dengan Adil
Kontras mengajukan dokumen sahabat pengadilan ”amicus curiae” ke Mahkamah Agung terkait kasasi kasus dugaan pembunuhan anggota Laskar FPI di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kontras berharap Mahkamah Agung dapat memberikan putusan kasasi yang seadil-adilnya bagi korban dan keluarga korban kasus pembunuhan anggota Laskar FPI di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek. Mahkamah Agung berpandangan meskipun kasus tersebut menjadi perhatian publik, majelis hakim tetap akan memeriksa perkara dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung memutuskan mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis lepas dua terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan anggota Laskar FPI di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek, yakni Brigadir Satu Fikri Ramadan dan Inspektur Dua Yusmin Ohorella.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Kamis (24/3/2022), mengatakan, kasasi diajukan karena jaksa penuntut umum menganggap terdapat kesalahan dalam putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang termasuk dalam ketentuan Pasal 253 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana sebagai syarat pemeriksaan kasasi (Kompas.id, 24 Maret 2022).
Menanggapi upaya hukum jaksa itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengajukan dokumen sahabat pengadilan (amicus curiae) ke Mahkamah Agung. Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy, Kamis (31/3/2022), mengatakan, Kontras telah mengirimkan dokumen amicus curiae ke MA pada Selasa (29/3/2022).
Menurut dia, dokumen itu merupakan argumentasi yang disusun sedemikian rupa oleh organisasi atau individu yang berkedudukan sebagai pihak terkait tidak langsung dalam suatu perkara. Kepentingan Kontras membuat dokumen itu adalah sebagai salah satu bentuk bantuan kepada pengadilan dengan memberikan pendapat yang berdimensi kepentingan publik.
”Mengenai perkara yang berkaitan dengan pemenuhan hak asasi manusia (HAM), kami menemukan sejumlah keganjilan. Pertama, sejak keduanya ditetapkan sebagai tersangka sampai persidangan para terdakwa tidak ditahan. Dalam proses persidangan, keterangan Briptu Fikri Ramadhan bertentangan dengan berita acara perkara (BAP) yang dibuat,” kata Andi.
Selain itu, Kontras juga berpandangan bahwa pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang melepaskan dua terdakwa dari segala tuntutan kurang tepat. Dalam pertimbangannya, majelis hakim PN Jaksel mengatakan, terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag van rechtsvervolging. Artinya, perbuatan terdakwa terbukti di persidangan, tetapi tak dapat dijatuhi pidana karena ada alasan pemaaf, yaitu perbuatan terdakwa dalam rangka membela diri secara terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
”Pendapat majelis hakim yang menilai tindakan terdakwa sebagai pembelaan terpaksa yang melampaui batas, tidak dapat dibenarkan. Pertimbangan hukum ini tidak memenuhi prinsip-prinsip HAM dalam penggunaan senjata api,” kata Andi.
Selain itu, berdasarkan temuan Kontras, pembuktian di persidangan khususnya terkait penembakan yang dilakukan karena perebutan senjata api oleh anggota Laskar FPI tidak terungkap secara jelas di proses persidangan. Padahal, sebelumnya juga ada fakta bahwa empat anggota Laskar FPI yang dibawa oleh kepolisian juga mengalami kekerasan.
”Kontras berpendapat terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut. Ada tindakan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) yang melanggar hak atas hidup orang lain,” kata Andi.
Andi berharap amicus curiae tersebut akan dipertimbangkan majelis hakim kasasi untuk menjatuhkan putusan seadil-adilnya bagi korban dan keluarga korban. Kontras berharap majelis memutus terdakwa secara sah melakukan tindakan unlawful killing. Sebab, jika diputus lepas dari segala tuntutan seperti putusan di pengadilan tingkat pertama, dikhawatirkan bisa menjadi legitimasi untuk melakukan tindakan unlawful killing selanjutnya.
Secara terpisah, Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengatakan, saat ini berkas permohonan kasasi dari jaksa untuk kasus Km 50 belum sampai di MA. Kemungkinan berkas masih berada di pengadilan pengaju. Terkait amicus curiae, MA mengapresiasi langkah Kontras dan masyarakat yang memberi perhatian terhadap perkara itu. Namun, sebagaimana prinsip independensi kekuasaan kehakiman, hakim bebas intervensi dari pihak mana pun dalam memutus perkara.
”Hakim akan berpegang pada fakta-fakta dan pembuktian di persidangan pengadilan tingkat pertama untuk memutus perkara,” kata Andi.