Tiga Pejabat Kemenkominfo Diperiksa Kejaksaan Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Satelit
Setelah bulan lalu memeriksa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, penyidik kini juga meminta keterangan dari pejabat dari Kemenkominfo. Namun, penetapan tersangka belum dilakukan dalam waktu dekat.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan ditangani secara koneksitas, penyidik masih terus memeriksa saksi-saksi. Selain mantan petinggi Kementerian Pertahanan, penyidik juga memeriksa mantan pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, pada Senin (28/3/2022), penyidik memeriksa tiga saksi dalam perkara dugaan pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT di Kemenhan 2012-2021. Ketiga saksi yang diperiksa tersebut merupakan mantan pejabat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
”Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan perkara,” kata Ketut sebagaimana dikutip melalui keterangan tertulis.
Ketiga saksi yang diperiksa adalah MBS selaku Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo 2011-2016; DS selaku Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kemenkominfo; serta Mselaku Direktur Standardisasi, Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI Kemenkominfo.
Dalam perkara tersebut, penyidik telah memeriksa Menkominfo periode 2014-2019, yakni saksi R. Pemeriksaan terhadap R dilakukan pada Februari 2022. Saksi R diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Menkominfo dan terkait hak pengelolaan filling (HPF) Slot Orbit 123 BT.
Adapun dari Kemenhan, penyidik telah memeriksa tiga purnawirawan TNI yang pada saat perkara tersebut terjadi, mereka masih militer aktif dan menjadi pejabat eselon 1 dan eselon 2 di Kemenhan. Ketiganya adalah Laksamana Madya TNI (Purn) AP, mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan; Laksamana Muda TNI (Purn) L, mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan; dan Laksamana Pertama TNI (Purn) L, mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemenhan.
Menurut Ketut, saat ini penyidik masih melakukan penyidikan umum terhadap perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT di Kemenhan 2012-2021. Alih-alih menetapkan tersangka, saat ini penyidik baru mulai melakukan pemeriksaan saksi-saksi.
Dengan sudah diperiksanya mantan Menkominfo dan jajaran pejabat di bawahnya, semestinya penyidik juga memeriksa pejabat setingkat yang sama dari Kemenhan. Selain karena pengetahuannya, juga karena asas keadilan.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman berpandangan, dalam perkara dugaan pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT tersebut, pejabat setingkat eselon 1 mestinya mengetahuinya. Sebab, pejabat eselon 1 merupakan penanggung jawab teknis.
Sementara untuk pejabat setingkat menteri, kemungkinan besar hanya mengetahui berdasarkan laporan dari bawahannya saja. Terkait dengan hal teknis terkait pengadaan satelit, hal itu kemungkinan besar diserahkan kepada pejabat di bawahnya.
Menurut Boyamin, dengan sudah diperiksanya mantan Menkominfo dan jajaran pejabat di bawahnya, semestinya penyidik juga memeriksa pejabat setingkat yang sama dari Kemenhan. Selain karena pengetahuannya, juga karena asas keadilan. ”Karena Menkominfo sudah dipanggil,” kata Boyamin.
Terkait dengan proses hukum dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT di Kemenhan tahun 2012-2021 tersebut, Boyamin menilai masih berada di jalur yang benar. Meski belum ada tersangka yang ditetapkan, hal itu dianggap karena proses administratif dan koordinasi tim penyidik koneksitas yang terdiri dari unsur kejaksaan dan TNI. Meski demikian, Boyamin memastikan akan menggugat pra-peradilan terhadap penyidikan perkara tersebut jika penyidik tak kunjung menetapkan tersangka.
Sementara itu, pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar hadjar, berpandangan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap seorang saksi tidak bisa diukur dengan asas keadilan. Penyidik dapat memanggil seseorang jika ia dianggap terkait dengan sebuah perkara yang tengah disidik.
”Jadi, bukan soal jabatannya, melainkan sejauh mana seorang menteri itu dalam keterlibatan dengan suatu tindak pidana sehingga dia bisa dipanggil dan diminta keterangan. Jadi ukurannya adalah keterkaitan dengan kasusnya,” kata Fickar.
Fickar menilai, pejabat setingkat menteri, baik Menkominfo maupun Menhan, mestinya mengetahui hal itu. Sebab, selain merupakan kebijakan strategis, pengadaan satelit itu juga terkait erat dengan tugas, pokok, dan fungsinya sebagai menteri. Terlebih, menteri adalah pengguna anggaran yang mengharuskannya mengetahui keputusan strategis di kementerian yang dipimpinnya.