Pengadaan Proyek di Bakamla Tidak Dijalankan Sesuai Prosedur
Proses pengadaan proyek Backbone Coastal Surveillance System atau BCSS di Badan Keamanan Laut atau Bakamla tahun 2016 dijalankan tidak sesuai dengan prosedur. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Militer.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Proses pengadaan proyek Backbone Coastal Surveillance System atau BCSS di Badan Keamanan Laut atau Bakamla tahun 2016 dijalankan tidak sesuai dengan prosedur. Pelaksanaan proyek ini pun hanya diperiksa berdasarkan laporan tertulis.
Hal itu terungkap dalam pemeriksaan saksi sidang perkara dugaan korupsi pengadaan BCSS Bakamla Tahun 2016 dengan terdakwa Bambang Udoyo di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Rabu (23/3/2022). Sidang dipimpin Majelis Hakim Ketua Brigadir Jenderal TNI Faridah Faisal dengan didampingi Kolonel Chk Surjadi Sjamsir dan Kolonel Sus Mirtusin, masing-masing sebagai hakim anggota.
Bambang Udoyo adalah bekas Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla. Bambang sudah divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam perkara pengadaan satellite monitoring karena terbukti menerima uang sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk dollar Singapura, dan kini kembali menjadi terdakwa untuk kasus pengadaan BCSS.
Dalam sidang tersebut, oditur menghadirkan empat orang saksi, yakni Nofel Hasan, Tuti Halida, Kartika Pusakaningrum dan Angga Heryana. Keempatnya adalah pegawai di Bakamla ketika proyek pengadaan BCSS dikerjakan. Adapun Nofel Hasan adalah bekas Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla yang telah divonis 4 tahun penjara dalam perkara pengadaan satellite monitoring karena menerima uang Rp 1 miliar dan kini Hasan telah bebas.
Dalam proyek pengadaan BCSS, negara telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 134 miliar. Namun, dari hasil audit, yang dilaksanakan oleh PT CMI Teknologi hanya sekitar 70 miliar. Dengan demikian, terdapat selisih sekitar Rp 60 miliar dalam proyek tersebut.
"Oditur menghadirkan empat orang saksi, yakni Nofel Hasan, Tuti Halida, Kartika Pusakaningrum dan Angga Heryana. Keempatnya adalah pegawai di Bakamla ketika proyek pengadaan BCSS dikerjakan. Adapun Nofel Hasan adalah bekas Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla yang telah divonis 4 tahun penjara dalam perkara pengadaan satellite monitoring karena menerima uang Rp 1 miliar dan kini Hasan telah bebas"
Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi mengatakan tidak mengetahui hal itu karena bukan merupakan tugasnya. Namun, Hasan mengatakan bahwa kerugian negara yang timbul tersebut karena adanya perbedaan antara uang yang dibayar dengan realisasi. Adapun proyek tersebut dianggarkan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2016.
"Harusnya (yang disesuaikan) bukan hanya kertas dengan kertas, kertas harusnya ke fisik. Yang bertanggung jawab, ya, yang memerintah saya," kata Hasan.
Hasan juga mengaku tidak mengetahui jumpah perusahaan yang mengikuti lelang proyek BCSS. Demikian pula ia mengatakan tidak mengetahui nilai penawaran dari perusahaan tersebut. Ketika ditanya mengenai Rahardjo Pratjihno, Direktur Utama PT CMI Teknologi, Hasan mengaku hanya mengetahui Rahardjo sebagai konsultan.
Menurut Hasan, dalam rapat mengenai proyek yang dianggarkan melalui APBN-P 2016 tersebut, ia selalu menyampaikan bahwa Bakamla kekurangan ahli untuk pengadaan dan waktu yang tersedia sangat sempit. Saat itu, selain proyek BCSS, Bakamla juga sekaligus mengadakan proyek pengadaan satellite monitoring dan drone, serta proyek long range camera.
Sementara itu, saksi Tuti Halida yang dihadirkan sebagai tim teknis mengatakan, dirinya tidak termasuk yang memantau proyek BCSS, namun proyek long range camera. Tugasnya adalah memantau perkembangan proyek untuk kemudian dibuat laporannya.
Menurut Tuti, kamera jarak jauh tersebut direncanakan dipasang di beberapa titik. Namun, ia mengaku lupa jumlah titik lokasi pemasangan kamera jarak jauh tersebut.
"Harusnya (yang disesuaikan) bukan hanya kertas dengan kertas, kertas harusnya ke fisik. Yang bertanggung jawab, ya, yang memerintah saya"
"Terakhir, proyek long range camera terpasang semua. Tapi belum sampai uji fungsi karena (proyek dan anggarannya) sudah langsung dibekukan," kata Tuti.
Tidak ingat
"Kini bebannya ke saya semua. Saya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ini tidak tahu mana yang benar dan salah. Semua dilempar ke saya"
Sementara, saksi Kartika Pusakaningrum merupakan tim pemeriksa semua proyek yang diadakan Bakamla. Terkait dengan proyek BCSS, Kartika mengatakan tidak ingat jumlah titik lokasi pemasangan perangkat kerasnya. Saksi mengatakan hanya memeriksa perangkat keras yang dipasang di Kantor Bakamla, Jakarta.
"Yang di Jakarta sudah sesuai dengan yg dicantumkan dalam kontrak. Ada ruang podcast dan dashboard. Fungsinya kurang tahu," kata saksi.
Adapun saksi Angga Heryana mengatakan, ia adalah anggota tim pemeriksa dalam pengadan longe range camera dan satellite monitoring. Angga mengatakan, terkait perkembangan pekerjaan proyek, ia hanya memeriksa berdasarkan laporan tertulis. Terkait dengan pemeriksaan ke lokasi, saksi mengaku hanya sekali pergi ke Bitung untuk melihat bangunan penunjang di sana.
Terkait dengan keterangan keempat saksi, terdakwa Bambang Udoyo menyatakan, tidak menyanggahnya. Namun, Bambang menyatakan bahwa keterangan salah satu saksi, yakni saksi Kartika Pusakaningrum, dinilainya seperti lepas tangan.
"Kini bebannya ke saya semua. Saya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ini tidak tahu mana yang benar dan salah. Semua dilempar ke saya," kata Bambang.
Di luar sidang, Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy selaku oditur dalam perkara tersebut mengatakan, Bambang Udoyo didakwa dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 3 UU yang sama dalam perkara pengadaan BCSS. Dalam perkara tersebut, barang BCSS yang sudah terlanjur diadakan ternyata tidak berfungsi.