Akhir Maret, Berkas Perkara Korupsi Pembiayaan Ekspor Dilimpahkan
Tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI tahun 2013-2019. Proses penyidikannya kini dipercepat.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG
Penyidik menyita salah satu aset milik tersangka Suyono (S) selaku Direktur PT Mulia Walet Indonesia, PT Jasa Mulia Indonesia, dan PT Borneo Walet Indonesia yang diduga terkait perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013-2019 yang merugikan negara Rp 2,6 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung mempercepat penyelesaian pemberkasan perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI tahun 2013-2019. Menurut rencana, akhir bulan Maret ini berkas tujuh tersangka dalam perkara ini akan selesai dan dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Jumat (18/3/2022), mengatakan, saat ini penyidik tengah mempercepat pemberkasan ketujuh tersangka dalam perkara dugaan korupsi LPEI dengan terus memeriksa saksi-saksi terkait. Dalam perkara itu diduga terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,6 triliun.
”Kita kebut pemberkasannya karena penyelamatan aset dan penahanan telah dilakukan. Saat ini penyidik juga sedang melakukan pemeriksaan-pemeriksaan,” kata Ketut.
Dalam perkara tersebut, penyidik telah menetapkan tujuh tersangka. Mereka adalah Arif Setiawan (AS) selaku Direktur Pelaksana IV/Komite Pembiayaan serta selaku Direktur Pelaksana Tiga LPEI periode 2016 dan Komite Pembiayaan (Pemutus) Grup Johan Darsono; Johan Darsono (JD) selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia; Suyono (S) selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia, dan PT Borneo Walet Indonesia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana
Tersangka lain adalah Ferry Sjaifullah (FS) selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2018, Josef Agus Susanta (JAS) selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Surakarta periode 2016, Djoko Slamet Djamhoer (DSD) selaku Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis II tahun 2015-2019, serta Purnomo Sidhi Noor Mohammad (PSNM) selaku Relationship Manager LPEI 2010-2014 dan Kepala Departemen Pembiayaan UKM LPEI. Dalam perkara itu, tersangka Johan Darsono dan Suyono juga dijerat dengan dugaan pencucian uang.
Ketut mengatakan, Rabu (16/3/2022), penyidik memeriksa empat saksi terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI. Sehari sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa enam saksi. Demikian pula pada Senin (16/3/2022) lalu, penyidik memeriksa dua saksi terkait mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan.
Para tersangka telah ditahan untuk masa perpanjangan penahanan yang pertama dan akan segera memasuki masa penahanan yang kedua pada awal April mendatang.
Menurut Ketut, penyidik dibatasi oleh masa penahanan para tersangka. Sebab, para tersangka telah ditahan untuk masa perpanjangan penahanan yang pertama dan akan segera memasuki masa penahanan yang kedua pada awal April mendatang. Meski demikian, proses pemberkasan ditargetkan selesai sebelum masa penahanan habis.
”Secepatnya pemberkasan diselesaikan. Diperkirakan akhir bulan Maret ini sudah bisa dilimpahkan tahap pertama,” ujar Ketut.
Penyidik menyita salah satu bidang tanah milik tersangka Johan Darsono (JD) selaku pemilik Grup Johan Darsono dalam perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019 yang merugikan negara Rp 2,6 triliun.
Dalam perkara dugaan korupsi LPEI 2013-2019, penyidik telah menyita berbagai aset yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 2,07 triliun dari tersangka Johan Darsono dan Suyono. Aset tersebut antara lain 8 bidang tanah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur; 4 mesin dan peralatan PT Kertas Basuki Rachmat; serta 76 bidang tanah ataupun bangunan yang tersebar di Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah.
Perkara tersebut diduga terjadi karena LPEI dalam pembiayaan ekspor nasional telah memberikan pembiayaan kepada para debitor tanpa melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik. LPEI diduga memberikan fasilitas pembiayaan tanpa melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik kepada delapan grup usaha yang terdiri atas 27 perusahaan.
Terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,6 triliun yang berasal dari pembiayaan yang diberikan kepada Grup Johan Darsono yang terdiri atas 12 perusahaan dan Grup Walet yang terdiri atas tiga perusahaan.
Dalam perkara dugaan korupsi LPEI 2013-2019, penyidik telah menyita berbagai aset yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 2,07 triliun dari tersangka Johan Darsono dan Suyono.
Pemulihan kerugian
Secara terpisah, pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi, aparat penegak hukum mesti memiliki paradigma bahwa penegakan hukum yang dilakukan bertujuan untuk memulihkan kerugian negara. Maka, kerja yang dilakukan diarahkan untuk mengejar aset-aset yang dicuri oleh pelaku kejahatan.
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar
Namun, paradigma itu dinilai masih belum menjadi dasar penindakan perkara korupsi di seluruh jajaran kejaksaan. Sebab, penyitaan aset dilakukan hanya sebatas sebagai barang bukti.
”Tujuan menyita aset adalah untuk dikembalikan ke negara atau agar aset itu dikembalikan ke masyarakat jika ada masyarakat yang dirugikan. Namun, tampaknya setelah asetnya disita dan pelaku dihukum, kemudian dianggap selesai,” kata Fickar.
Dengan kewenangan dan sumber daya manusia yang dimiliki, menurut dia, kejaksaan mestinya tidak hanya berfungsi sebagai penuntut umum, tetapi juga mengumpulkan aset negara yang sudah dicuri. Oleh karena itu, pencapaian kejaksaan tidak dilihat dari jumlah kasus korupsi yang ditangani, tetapi dari kerugian negara yang berhasil dipulihkan.