Penyidik Koneksitas Inventarisasi Saksi pada Pengadaan Satelit di Kemenhan
Setelah dibentuk minggu lalu, tim penyidik koneksitas perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT mulai menginventarisasi saksi. Tim akan mencari dan menetapkan tersangka.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim penyidik koneksitas untuk perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur 2012-2021 di Kementerian Pertahanan yang baru dibentuk pekan lalu, kini melakukan inventarisasi saksi untuk tahap penyidikan. Pemeriksaan saksi dari kalangan sipil dan anggota TNI akan dilakukan terpisah.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah membentuk tim penyidik koneksitas dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT. Anggota tim penyidik koneksitas berjumlah 45 orang yang terdiri dari penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Pusat Polisi Militer, serta Oditur Militer.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (14/3/2022), mengatakan, dengan dibentuknya tim penyidik koneksitas, penyidikan dalam perkara tersebut baru dilakukan. Penyidikan dilakukan bersama-sama oleh penyidik dari unsur Kejagung dan TNI. ”Saat ini tim masih melakukan inventarisasi terhadap pemanggilan saksi-saksi,” kata Ketut.
Dengan dibentuknya tim penyidik koneksitas, penyidikan dalam perkara tersebut baru dilakukan. Penyidikan dilakukan bersama-sama oleh penyidik dari unsur Kejagung dan TNI.
Menurut Ketut, pada prinsipnya tim koneksitas akan melakukan penyidikan secara bersama-sama sesuai ketentuan unsur kesatuan yang dibentuk. Terhadap saksi anggota TNI akan diperiksa tim penyidik dari TNI, sedangkan saksi sipil akan diperiksa tim penyidik kejaksaan. Meski demikian, dalam konstruksi yuridis dan pertanggungjawaban pidananya akan ditentukan oleh tim penyidik koneksitas secara bersama-sama.
Ketut menerangkan, penyidikan yang dilakukan penyidik Jampidsus selama ini merupakan bagian dari penyidikan umum. Penyidikan umum dilakukan ketika peristiwa dugaan pidana sudah ada, kemudian dilakukan pengumpulan alat bukti agar tindak pidananya makin terang.
”Hasil penyidikan umum itulah yang diserahkan ke tim penyidik koneksitas,” kata Ketut.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga saksi. Ketiganya adalah AW selaku Presiden Direktur PT Dini Nusa Kusuma, SCW selaku konsultan teknologi dan mantan Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma, serta TAVDH selaku pihak swasta. Saksi TAVDH diketahui adalah warga negara Amerika Serikat.
Penyidik juga telah memeriksa tiga purnawirawan TNI yang saat proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT dilaksanakan berstatus militer aktif dan menjadi pejabat di Kemenhan. Ketiganya adalah Laksamana Madya (Purn) AP selaku mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan, Laksamana Muda (Purn) L selaku mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan, dan Laksamana Pertama (Purn) L selaku mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, istilah penyidikan umum tidak dikenal di dalam hukum acara pidana. Semestinya, penyidikan umum tidak berbeda dari penyidikan dalam sebuah perkara.
Meski begitu, hal itu dapat memahami bahwa penggunaan istilah penyidikan umum tersebut semata-mata untuk membedakan proses hukum dalam sebuah perkara. Dalam perkara tersebut, tampak bahwa penyidikan oleh tim penyidik koneksitas akan melakukan pemeriksaan untuk mencari dan menetapkan tersangka.
Istilah penyidikan umum tidak dikenal di dalam hukum acara pidana. (Abdul Fickar Hadjar)
Menurut Fickar, proses hukum perkara dugaan korupsi pengadaan satelit tersebut semestinya ditangani kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan secara koneksitas. Sebab, dengan penanganan secara koneksitas, akan terjadi pemeriksaan antara sipil dan militer.
”Kalau melihat sisi historis dari peradilan militer, itu terkait dengan tindak pidana kemiliteran, seperti kejahatan perang. Kalau korupsi, kan, bukan khas militer, maka semestinya diperiksa di kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi yang memang berwenang memeriksa perkara korupsi,” kata Fickar.
Namun, dalam sistem peradilan pidana saat ini, penekanan penanganan perkara bukan pada perkaranya, melainkan pada subyek atau status. Dengan demikian, perkara koneksitas dengan proses pemeriksaan terpisah antara sipil dan anggota militer akan selalu terjadi.