Polri Tegaskan Penangkapan Tersangka Teroris Sunardi Sudah Sesuai Prosedur
Aparat Densus 88 Antiteror Polri terpaksa menembak tersangka teroris Sunardi karena ia sudah mengancam atau membahayakan keselamatan jiwa masyarakat dan petugas Polri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Lokasi penangkapan tersangka teroris berinisial Su yang kemudian ditembak mati aparat keamanan karena kabur di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (10/3/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri menegaskan, upaya penangkapan terhadap tersangka teroris Sunardi di Sukoharjo, Jawa Tengah, sudah sesuai prosedur. Polri juga menegaskan, Sunardi yang terpaksa ditembak mati oleh petugas karena melawan dan membahayakan sudah berstatus tersangka, bukan terduga, saat hendak ditangkap.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan menegaskan hal itu dalam jumpa pers, Jumat (11/2/2023).
”Saya ulangi, sebelum dilakukan penangkapan, status Saudara Su adalah tersangka, bukan terduga,” kata Ahmad. Mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penetapan tersangka seseorang berlandaskan pada minimal dua alat bukti.
Tindakan tegas yang akhirnya diambil anggota Densus 88 Antiteror Polri terhadap Sunardi pun disebutnya telah sesuai aturan peraturan perundang-undangan. Aparat terpaksa menembak Sunardi karena ia sudah mengancam atau membahayakan keselamatan jiwa masyarakat dan petugas Polri. ”Akibat perbuatan tersangka, terdapat dua anggota yang terluka akibat tersenggol ataupun jatuh. Dan kedua anggota tersebut dalam perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara,” kata Ahmad.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, dalam jumpa pers virtual, Jumat (11/2/2022).
Dihubungi terpisah, Country Director for International Association for Counterterrorism and Security Professional (IACSP) Indonesia Rakyan Adibrata melihat latar belakang Sunardi sebagai penasihat amir Jamaah Islamiyah sudah gamblang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anggota JI. Tidak hanya anggota, tetapi ia juga petinggi JI yang sudah senior.
Mengenai tindakan tegas yang akhirnya diambil anggota Densus 88 Antiteror Polri, menurut Rakyan, tampak bahwa hal itu bukanlah kekerasan yang berlebihan. Dari foto-foto yang ditunjukkan, tampak Sunardi menolak ditangkap, melakukan tindakan yang membahayakan masyarakat dan aparat di sepanjang jalan dengan menabrakkan mobilnya ke kendaraan lain dan mengemudikan mobil secara zig-zag.
”Saya melihat upaya polisi untuk menghentikannya adalah langkah yang tepat sebelum terjadinya insiden lain yang dapat membahayakan masyarakat dan petugas,” kata Rakyan.
Namun, tindakan tegas Densus 88 Antiteror Polri tersebut kemudian menjadi perbincangan, khususnya di media sosial. Muncul mereka yang mendukung tindakan tegas tersebut, tetapi banyak juga yang mengkritik.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
ILUSTRASI: Anggota Detasemen Khusus Antiteror Polri
Khusus bagi mereka yang mengkritik tindakan tegas Densus 88 Antiteror tersebut, menurut Rakyan, hal ini dinilai imbas dari kemampuan para anggota senior JI untuk menutupi latar belakang mereka. Ibaratnya, lanjut Rakyan, mereka memiliki dua muka, yakni muka kepada masyarakat dan muka sebagai anggota JI.
”Sehingga mereka melihat Sunardi sebagai orang yang ramah, membantu pasien dengan ekonomi lemah secara sukarela. Itulah muka yang dia tunjukkan ke masyarakat dan masyarakat menilai dia dari situ. Masyarakat tidak tahu bahwa Sunardi adalah pendiri Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) yang dilarang di Indonesia ataupun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,“ kata Rakyan.
Reaksi masyarakat ini, lanjut Rakyan, hampir sama dengan reaksi masyarakat ketika melihat pemimpin JI, Para Wijayanto, ditangkap pada 2019. Saat itu semua tetangganya menilai Para sebagai sosok yang baik dan ramah, termasuk ketika beribadah. Sama sekali tidak ada kesan radikal yang ditangkap dari sosok Para Wijayanto.
Hal itu berbeda dari para anggota Jamaah Ansharut Daulah yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Mereka melihat segala sesuatu secara hitam dan putih. Oleh karena itu, ketika terjadi penangkapan terhadap mereka, kesan masyarakat sekitar terhadap mereka adalah tertutup, eksklusif, dan tidak membaur dengan masyarakat.
DOKUMENTASI DENSUS 88 ANTITEROR POLRI
Sejumlah kotak amal milik lembaga pendanaan kelompok teror Jamaah Islamiyah, Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf.
Kerugian
Di sisi lain, Rakyan menilai kematian petinggi JI tersebut menjadi kerugian bagi Polri untuk mengungkap organisasi JI. Sebab, sosok senior dengan pangkat yang tinggi seperti Sunardi sudah pasti menyimpan banyak informasi penting mengenai jalannya organisasi JI saat ini.
”Saya yakin Polri ingin menangkap pelaku hidup-hidup karena dari interogasi akan dapat menguak organisasi JI secara lebih menyeluruh. Tetapi, kalau memilih menangkap hidup-hidup tapi membahayakan masyarakat, lebih banyak mudaratnya, polisi pasti memilih melumpuhkan tersangka,” kata Rakyan.