Menjadi Perkara Koneksitas, Proses Hukum Dikhawatirkan Tertutup
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan agar perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur ditangani secara koneksitas. Namun, penanganan perkara tersebut dikhawatirkan tidak transparan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkara dugaan korupsi proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan tahun 2012 sampai 2021 akhirnya ditetapkan sebagai perkara koneksitas. Sebab, dari gelar perkara disimpulkan dugaan keterlibatan personel militer dan sipil dalam perkara itu.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam jumpa pers, Senin (14/2/2022), mengatakan, pada hari ini, penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung melakukan gelar perkara bersama Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung, Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI), Badan Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia (Babinkum TNI), serta dari Kementerian Pertahanan. Dari gelar perkara itu disimpulkan adanya dugaan keterlibatan unsur militer dan sipil.
”Hari ini sayamemerintahkan Jampidmil untuk segera melakukan koordinasi dengan POM TNIdan Babinkum TNI untuk membentuk tim penyidik koneksitas perkara tersebut dandiharapkan tim penyidik koneksitas dapat segera menetapkan tersangka,” kata Burhanuddin.
Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan, dalam perkara proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT tersebut, terdapat dua peristiwa dugaan korupsi, yakni mengenai pengadaan untuk sewa satelit dan pengadaan ground segment. Menurut dia, proses penyidikan perkara tersebut relatif cepat karena sejak dimulainya penyidikan awal hingga saat ini sudah terkumpul sejumlah alat bukti dalam waktu kurang dari satu bulan.
Hari ini sayamemerintahkan Jampidmil untuk segera melakukan koordinasi dengan POM TNI dan Babinkum TNI untuk membentuk yim penyidik koneksitas perkara tersebut dan diharapkan tim penyidik koneksitas dapat segera menetapkan tersangka.
Hasil penyidikan beserta alat bukti itulah yang kemudian pada hari ini digelar bersama para pihak terkait yang mencakup proses sewa satelit dan proses pembayaran. Dari alat bukti itu, terdapat indikasi kuat melawan hukum.
”Kita juga sudah temukan bahwa ada indikasi kerugian negara karena dalam sewa tersebut sudah dikeluarkan sejumlah uang sebesar Rp 515,4 miliar untuk sementara yang kita temukan,” kata Febrie.
Dari kesimpulan setelah gelar perkara, lanjut Febrie, kemudian pihanya mengusulkan kepada Jaksa Agung agar perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT tersebut ditangani koneksitas. Setelah disetujui Jaksa Agung, tindak lanjut penanganan perkara koneksitas tersebut akan dilakukan oleh Jampidmil. Febrie pun memastikan bahwa tidak akan ada kendala dalam penanganan perkara setelah ditangani oleh Jampidmil tersebut.
Jampidmil Laksamana Muda Anwar Saadi menambahkan, dengan adanya perintah penanganan perkara koneksitas tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dengan Jampidsus yang telah melakukan penyidikan awal. Selain itu, Jampidmil akan segera membentuk tim penyidik koneksitas yang merupakan tim gabungan.
”Sesuai dengan ketentuan undang-undang, (tim) akan terdiri dari penyidik POM TNI, Oditur Militer, dan nanti juga akan berkoordinasi dengan Oditurat Jenderal. Yang kaitannya dengan pelaksanaan penyidikan karena sudah ada dalam satu wadah, yaitu tim penyidik koneksitas, akan dilaksanakan bersama sesuai dengan ketentuan dan kewenangan masing-masing,” kata Anwar.
Sesuai dengan ketentuan undang-undang, (tim) akan terdiri dari penyidik POM TNI, Oditur Militer, dan nanti juga akan berkoordinasi dengan Oditurat Jenderal. Yang kaitannya dengan pelaksanaan penyidikan karena sudah ada dalam satu wadah, yaitu tim penyidik koneksitas, akan dilaksanakan bersama sesuai dengan ketentuan dan kewenangan masing-masing
Dalam penyidikan, penyidik Jampidsus telah memeriksa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2015-2019, yakni R. Saksi R tersebut diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Menkominfo dan terkait hak pengelolaan filling (HPF) Slot Orbit 123 BT.
Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa tiga purnawirawan TNI yang ketika perkara tersebut terjadi, mereka masih berdinas aktif di Kemenhan. Mereka adalah Laksamana Madya TNI (Purn) AP selaku Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan, Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan, dan Laksamana Pertama TNI (Purn) L.
Materi pemeriksaan terhadap ketiganya pun berbeda. Saksi AP diperiksa terkait dengan keikutsertaannya dalam Operator Review Meeting di London dan terkait kontrak sewa Satelit Floater dengan Avanti Communication Limited. Sementara kedua saksi lain diperiksa terkait kontrak pengadaan satelit L-Band dengan Airbus, pengadaan Ground Segment dengan Navayo, serta jasa konsultasi dengan Hogen Lovells, Détente, dan Telesat.
Proses tertutup
"Seharusnya kasus ini tidak perlu ditetapkan sebagai perkara koneksitas. Meskipun ada dugaan keterlibatan TNI aktif, tetapi angota TNI yang terlibat bekerja pada sebuah instansi sipil, yaitu Kementerian Pertahanan"
Terkait dengan penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT secara koneksitas, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf berpandangan, proses hukum terhadap kasus tersebut kemungkinan besar akan dilakukan secara tertutup. Sebab, perkara itu melibatkan anggota TNI aktif dan preseden selama ini bahwa perkara koneksitas tidak berjalan secara akuntabel.
”Seharusnya kasus ini tidak perlu ditetapkan sebagai perkara koneksitas. Meskipun ada dugaan keterlibatan TNI aktif, tetapi angota TNI yang terlibat bekerja pada sebuah instansi sipil, yaitu Kementerian Pertahanan,” kata Al Araf.
Dengan demikian, lanjutnya, kepentingan yang lebih besar dari pengungkapan kasus tersebut bukanlah kepentingan institusi TNI meski yang terlibat adalah anggota militer aktif. Oleh karena itu, Al Araf berharap agar Jaksa Agung meminta KPK untuk menyupervisi kasus tersebut untuk memastikan proses hukumnya berjalan dengan baik, transparan, dan akuntabel.
Terkait dengan peran Jampidmil, menurut Al Araf, pengisian jabatan Jampidmil oleh tentara aktif sebenarnya sudah merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang TNI. Sebab, jabatan di Kejaksaan Agung tidak termasuk pada jabatan kantor sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Ayat 2 UU TNI.
Di sisi lain, niat pembentukan Jampidmil di Kejagung agar mempermudah koordinasi antara institusi kejaksaan dan institusi TNI tidak cukup beralasan. Yang terjadi justru penanganan kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI menjadi tertutup dan tidak akuntabel. ”Sudah sepatutnya posisi Jampidmil ini dievaluasi oleh DPR,” ujar Al Araf.