Kasus Satelit Orbit 123, Kejaksaan Periksa Tiga Purnawirawan TNI
Setelah mendapat persetujuan dari Panglima TNI, penyidik Kejagung akhirnya memeriksa tiga purnawirawan TNI. Materi apakah yang didalami penyidik terhadap ketiganya?
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tiga purnawirawan TNI yang juga mantan pejabat di Kementerian Pertahanan diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan tahun 2015 sampai dengan 2021. Pemeriksaan itu mengindikasikan langkah maju penyidik untuk menetapkan tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulis, Senin (7/2/2022) malam, mengatakan, penyidik Jampidsus Kejagung telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi yang merupakan purnawirawan TNI. Hingga Senin malam, pemeriksaan masih berlangsung.
”(Mereka) diperiksa terkait proses penyelamatan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur,” kata Leonard.
Ketiga saksi yang diperiksa itu ialah Laksamana Madya (Purn) AP selaku mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan. Saksi AP diperiksa terkait keikutsertaannya dalam Operator Review Meeting (ORM XVII Pertama dan Kedua) di London dan terkait kontrak sewa Satelit Floater dengan Avanti Communication Limited.
Berikutnya adalah Laksamana Muda (Purn) L selaku mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan. Saksi L tersebut diperiksa khusus terkait kontrak pengadaan satelit L-Band dengan Airbus, pengadaan Ground Segment dengan Navayo, serta jasa konsultasi dengan Hogen Lovells, Détente, dan Telesat.
Saksi terakhir yang diperiksa adalah Laksamana Pertama (Purn) L selaku mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemenhan. Saksi ini juga diperiksa khusus terkait kontrak pengadaan satelit L-Band dengan Airbus, pengadaan Ground Segment dengan Navayo, serta jasa konsultasi dengan Hogen Lovells, Détente, dan Telesat.
”Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum perkara tersebut,” ujar Leonard.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, ketika dihubungi pada Selasa (8/2/2022), menilai pemeriksaan ketiga mantan pejabat di Kemenhan itu sebagai sebuah langkah maju dalam penyidikan perkara tersebut. Selanjutnya Boyamin berharap agar penyidik segera menetapkan tersangka.
”Langkah maju yang perlu diberikan apresiasi dan saya berharap segera ada tersangka jika telah cukup dua alat bukti,” kata Boyamin.
Menurut Boyamin, dari konstruksi perkara pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT, diduga kuat ada pejabat di Kemenhan yang mengetahui proses detail pengadaan penyewaan satelit tersebut. Sebab, untuk pelaksanaan tanda tangan kontrak dan pencairan anggaran, diperlukan persetujuan atau tanda tangan dari pejabat setingkat eselon I atau eselon II.
Sebagaimana diketahui, dalam proses pengadaan satelit Slot Orbit 123 BT, diduga terjadi pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara. Sebab, negara diwajibkan pengadilan untuk membayar uang dalam jumlah yang sangat besar.
Pengadilan arbitrase di Inggris memutus keharusan Indonesia membayar Rp 515 miliar kepada Avanti. Selain itu, Pengadilan Arbitrase Singapura juga memutus Kemenhan untuk membayar 20,9 juta dollar AS kepada Navayo. Avanti dan Navayo adalah perusahaan penyedia satelit.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Supardi mengatakan, sebelum memeriksa ketiga purnawirawan tersebut, penyidik telah mendapatkan surat dari Panglima TNI yang memberikan persetujuan pemeriksaan. Sebab, perkara tersebut terjadi ketika ketiganya masih berdinas militer aktif.